Wednesday, May 2, 2018

TERJEMAH KASYIFATUS SAJA Bag.40

وَ مِنْهَا وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُوْنَ بَصِيْرًا بِزَمَانِهِ مُقْبِلًا عَلٰى شَـأْنِهِ حَافِظًا لِلِسَانِهِ
Dan di antara isi shuḥuf Nabi Ibrohīm adalah: "Wajib bagi orang yang berakal, hendaknya ia sangat mengerti dengan zamannya, bersiap sedia untuk melakukan hal penting baginya, lagi sebagai pemelihara terhadap lidahnya.

وَمَنْ عَدَّ كَلَامَهُ مِنْ عَمَلِهِ قَلَّ كَلَامُهُ إِلَّا فِيْمَا يَعْنِيْهِ
Dan siapa saja yang memperhitungkan ucapannya dari perbuatannya, maka sedikitlah ucapannya, kecuali dalam hal yang penting baginya.”

بِفَتْحِ أَوَّلِهِ مِنْ بَابِ رَمٰى أَيْ مَا تَتَعَلَّقُ عِنَايَتُهُ بِهِ كَمَا قَالَ ابْنُ حَجَرٍ فِيْ فَتْحِ الْمُبِيْنِ.
[Lafazh يَعْنِيْهِ] dengan di-fatḥah-kan awalnya, termasuk dari babnya lafazh رَمٰى, yakni sesuatu yang perhatian seseorang berkaitan dengan sesuatu itu, sebagaimana Syaikh Ibnu Ḥajar telah berkata di dalam kitab Fatḥul Mubīn.

قَالَ أَبُوْ ذَرٍّ أَيْضًا: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ فَمَا كَانَتْ صُحُفُ مُوْسٰى؟ قَالَ: كَانَتْ كُلُّهَا عِبَرًا.
Sayyidinā Abū Dzarr berkata pula: “Aku berkata: “Wahai Rasūlulloh, apa yang terdapat di shuḥuf [lembaran-lembaran] Nabi Mūsā itu?” Nabi s.a.w. bersabda: “Adalah seluruhnya berisi nasehat-nasehat."

بِكَسْرِ الْعَيْنِ وَفَتْحِ الْبَاءِ جَمْعُ عِبْرَةٍ بِسُكُوْنِهَا مِثْلُ سِدَرٍ، وَ سِدْرَةٍ أَيْ مَوَاعِظُ.
[lafazh عِبَرًا] dengan kasrah huruf ‘ain dan fatḥah huruf bā’, yaitu jama‘ lafazh عِبْرَةٌ dengan sukūn huruf bā’-nya, sama seperti lafazh سِدَرٌ dan سِدْرَةٌ,  [dan lafazh عِبَرًا] yakni (maksudnya adalah) nasehat-nasehat.

وَمِنْهَا عَجْبِتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْمَوْتِ كَيْفَ يَفْرَحُ
Dan di antara isi shuḥuf Nabi Mūsā adalah: Aku heran kepada orang yang yakin dengan kematian, bagaimana ia bisa bergembira?
عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالنَّارِ كَيْفَ يَضْحَكُ

Aku heran kepada orang yang yakin dengan adanya neraka, bagaimana ia bisa tertawa?
عَجِبْتُ لِمَنْ يَرَى الدُّنْيَا وَتَقَلُّبَهَا بِأَهْلِهَا كَيْفَ يَطْمَئِنُّ إِلَيْهَا

Aku heran kepada orang yang melihat dunia padahal dunia membuat ketidakstabilan terhadap penghuninya, bagaimana ia bisa merasa tenang kepada dunia?
عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْقَدَرِ ثُمَّ يَتْعَبُ، وَفِيْ نُسْخَةٍ: كَيْفَ يَغْضَبُ.

Aku heran kepada orang yang yakin dengan takdir Alloh, kemudian ia masih saja bersusah payah?” Dan di dalam naskhah lain [disebutkan]: “Bagaimana [bisa] ia marah (sulit menerima kenyataan)?”
عَجِبْتُ لِمَنْ أَيْقَنَ بِالْحِسَابِ ثُمَّ لَا يَعْمَلُ.

Aku heran kepada orang yang yakin dengan hisab (perhitungan amal), kemudian ia tidak melakukan ‘amal [kebajikan]?”

Monday, April 30, 2018

Download Advanced Engineering Mathematics by K.A. Stoud


Clicik below:



TERJEMAH KASYIFATUS SAJA Bag.39

﴿تَتْمِيْمٌ﴾ رُوِيَ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ فَمَا كَانَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيْمَ؟
Pelengkap﴿ Diriwayatkan dari hadits-nya Sayyidina Abu Dzar, beliau berkata: Aku pernah berkata: “Wahai Rasululloh, apa yang terdapat di dalam shuhuf (lembaran-lembaran) Nabi Ibrohim itu?”

قَالَ: كَانَتْ كُلُّهَا أَمْثَالًا مِنْهَا: أَيُّهَا الْمَلَكُ الْمُسَلَّطُ الْمُبْتَلٰى الْمَغْرُوْرُ إِنِّيْ لَمْ أَبْعَثْكَ لِتَجْمَعَ الدُّنْيَا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ
Beliau bersabda: “Adalah seluruhnya berisi berbagai petuah (pesan sarat makna). Di antara isi shuhuf Nabi Ibrohom adalah: "Wahai malaikat yang dikuasakan yang diuji lagi yang terperdaya, sesungguhnya Aku (Tuhan) tidak mengutusmu, agar engkau mengumpulkan dunia, sebagiannya kepada sebagian yang lain.

وَلٰكِنْ بُعِثْتُكَ لِتَرُدَّ عَنِّيْ دَعْوَةَ الْمَظْلُوْمِ فَإِنِّيْ لَا أَرُدُّهَا وَلَوْ كَانَتْ مِنْ فَمٍ كَافِرٍ.
Akan tetapi Aku mengutusmu, agar engkau dapat mengirimkan kepada-Ku permohonan orang yang dizholimi, karena sesungguhnya Aku tidak akan menolaknya, walaupun permohonan itu dari mulut orang kafir."

وَمِنْهَا: وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ سَاعَةٌ يُنَاجِيْ فِيْهَا رَبَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَسَاعَةٌ يُحَاسِبُ فِيْهَا نَفْسَهُ وَسَاعَةٌ يَتَفَكَّرُ فِيْهَا صُنْعَ اللّٰهِ تَعَالٰى وَسَاعَةٌ يَخْلُوْ أَيْ يَتَجَرَّدُ فِيْهَا لِحَاجَتِهِ مِنَ الْمَطْعَمِ وَ الْمَشْرَبِ.
Dan di antara isi shuhuf Nabi Ibrohim adalah: "Wajib bagi orang berakal, agar ia memiliki satu waktu, yang ia bermunajat di waktu tersebut kepada Tuhannya yang Maha Perkasa dan Maha Agung. Dan satu waktu, yang ia mengintrospeksi di waktu itu tentang dirinya. Dan satu waktu, yang ia dapat berfikir di waktu itu tentang ciptaan Alloh Ta‘ala. Dan satu waktu yang ia meluangkan diri, yakni ia mengkhususkan diri di waktu itu untuk berbagai kebutuhannya, berupa makanan dan minuman."

وَمِنْهَا: وَعَلَى الْعَاقِلِ أَنْ لَا يَكُوْنَ طَامِعًا أَيْ مُؤَمِّلًا إِلَّا فِيْ ثَلَاثٍ تَزَوَّدٌ لِمَعَادٍ وَمَرَمَّةٌ لِمَعَاشٍ وَلَذَّةٌ فِيْ غَيْرِ مُحَرَّمٍ.
Dan di antara isi shuhuf Nabi Ibrohim adalah: "Wajib bagi yang berakal, agar ia tidak berlaku sebagai orang yang ambisi, yakni orang yang sangat mengharapkan sesuatu, Kecuali pada tiga hal, yaitu:  berbekal untuk akhirat,  berbuat perbaikan bagi penghidupan, dan  kelezatan dalam hal yang tidak diharamkan."

قَوْلُهُ مَرَمَّةٌ بِفَتْحَاتٍ وَتَشْدِيْدِ الْمِيْمِ أَيْ إِصْلَاحٌ.
Sabda Nabi: “مَرَمَّةٌ”, dengan dibaca fathah semua hurufnya, dan huruf mim-nya ber-tasydid, maksudnya adalah perbaikan.

Saturday, April 28, 2018

TERJEMAH KASYIFATUS SAJA Bag.38

﴿وَ﴾ ثَالِثُهَا أَنْ تُؤْمِنَ بِــ﴿كُتُبِهِ﴾ مَعْنَى الْإِيْمَانِ بِالْكُتُبِ التَّصْدِيْقُ بِأَنَّهَا كَلَامُ اللّٰهِ الْمُنَزَّلُ عَلٰى رُسُلِهِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ.
Dan﴿ rukun iman yang ketiga adalah engkau [harus] beriman kepada kitab-kitab-Nya﴿. Arti beriman dengan kitab-kitab adalah membenarkan bahwasanya kitab tersebut adalah firman Alloh yang diturunkan kepada para utusan-Nya, [semoga tercurah] atas mereka rohmat dan keselamatan.

وَكُلُّ مَا تَضَمَّنَتْهُ حَقٌّ وَنُزُوْلُهَا بِأَنْ كَانَتْ مَكْتُوْبَةً عَلَى الْأَلْوَاحِ كَالتَّوْرَاةِ أَوْ مَسْمُوْعَةً مِنَ السَّمْعِ بِالْمُشَاهَدَةِ كَمَا فِيْ لَيْلَةِ الْمِعْرَاجِ أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ كَمَا وَقَعَ لِمُوْسٰى فِي الطُّوْرِ.
Dan setiap sesuatu yang dikandung oleh kitab-kitab suci itu adalah benar, dan [mengenai] diturunkannya [juga benar adanya] dengan sekiranya berwujud firman yang ditulis di atas beberapa lempengan, seperti kitab Taurot. Atau diperdengarkan dari pendengaran dengan penyaksian langsung, sebagaimana yang terjadi di malam Mi‘roj. Atau [diperdengarkan] dari balik hijab, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Musa di dalam gua Thursina.

أَوْ مِنْ مَلَكٍ مُشَاهَدٍ كَمَا رُوِيَ أَنَّ الْيَهُوْدَ قَالُوْا لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَا تُكَلِّمُ اللّٰهَ وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ إِنْ كُنْتَ نَبِيًّا كَمَا كَلَّمَهُ مُوْسٰى وَنَظَرَ إِلَيْهِ. فَقَالَ: لَمْ يَنْظُرْ مُوْسٰى إِلَى اللّٰهِ.
Atau [diperdengarkan] dari malaikat yang bisa disaksikan, sebagaimana diriwayatkan bahwa kaum Yahudi berkata kepada Rasululloh s.a.w.: "Tidakkah engkau dapat bercakap-cakap dengan Alloh, dan engkau dapat melihat-Nya, jika [memang] dirimu [adalah] sebagai Nabi, sebagaimana Nabi Musa dapat berbicara dengan-Nya, dan ia [juga] dapat melihat kepada-Nya?” Lalu Nabi bersabda: “Musa tidak memandang kepada Alloh.”

فَنَزَلَ: وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللّٰهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَائِيْ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُوْلًا فَيُوْحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ.
Lalu turunlah [ayat]: “Dan tidak ada bagi seorang manusia-pun bahwa Alloh berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki…..” (QS. asy-Syuro: 51)

قَالَ السُّحَيْمِيُّ فِيْ تَفْسِيْرِ ذٰلِكَ: أَيْ مَا صَحَّ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللهُ إِلَّا أَنْ يُوْحِيَ إِلَيْهِ وَحْيًا أَيْ كَلَامًا خَفِيًّا يُدْرَكُ بِسُرْعَةٍ كَمَا سَمِعَ إِبْرَاهِيْمُ فِي الْمَنَامِ أَنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكَ بِذَبْحِ وَلَدِكَ
Telah berkata Syeh as-Suhaimiy di dalam menafsirkan ayat itu: “Maksudnya adalah tidak benar bagi seorang manusia bahwa Alloh bercakap-cakap dengannya, kecuali Alloh mewahyukan kepadanya dengan suatu wahyu, yakni firman yang samar (yang tak terinderawi), yang dapat difahami dengan cepat. Sebagaimana Nabi Ibrohim mendengar di dalam tidur (mimpi beliau): “Sesungguhnya Allah memerintahkan anda untuk menyembelih putra anda.”

وَكَمَا أُلْهِمَتْ أُمُّ مُوْسٰى أَنْ تَقْذِفَهُ فِي الْبَحْرِ. أَوْ مِنْ وَرَائِيْ حِجَابٍ أَوْ إِلَّا أَنْ يُرْسِلَ رَسُوْلًا أَيْ مَلَكًا جِبْرِيْلُ فَيُكَلِّمُ الرَّسُوْلَ أَيِ الْمُرْسَلَ إِلَيْهِ بِأَمْرِ رَبِّهِ مَا يَشَاءُ.
Dan sebagaimana Ibu Nabi Musa diberi ilham untuk melemparkan bayi Musa di lautan. Atau di belakang tabir , atau hanya saja Alloh pasti mengutus sesosok utusan, yakni satu malaikat, yaitu malaikat Jibril. Lalu malaikat itu akan mengatakan kepada sang Rosul, yakni yang malaikat itu diutus kepadanya dengan berdasarkan perintah Tuhannya akan semua wahyu yang dikehendaki oleh Alloh.

﴿فَرْعٌ﴾ قَالَ سُلَيْمَانُ الْجَمَلُ وَعَنِ الْحَرْثِ بْنِ هِشَامٍ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ يَأْتِيْكَ الْوَحْيُ؟ فَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَحْيَانًا يَأْتِيْنِيْ فِيْ مِثْلِ صَلْصَلَةِ الْجَرْسِ وَ هُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيَفْصِمُ عَنِّيْ وَقَدْ وَعَيْتُ مَا قَالَ وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِيْ اَلْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِيْ فَأَعِيْ مَا يَقُوْلُ.
Cabang﴿ Syeh Sulaiman al-Jamal berkata: “Dan [diriwayatkan] dari Sayyidina al-Harth bin Hisyam, bahwasanya beliau pernah bertanya kepada Nabi s.a.w.: “Bagaimana wahyu mendatangi anda?” Lalu Nabi s.a.w. bersabda: “Terkadang wahyu medatangiku, seperti bunyi lonceng, dan hal itu adalah paling beratnya wahyu bagiku, lalu bunyi itu terhenti dari diriku, dan sungguh telah dapat dihafalkan olehku, apa yang bunyi itu katakan. Dan terkadang, malaikat menyerupakan diri kepadaku sebagai seorang laki-laki, lalu ia bercakap-cakap denganku, lalu aku dapat menghafal apa yang ia ucapkan (sampaikan).”

وَالْجَرَسُ بِفَتْحِ الْجِيْمِ وَالرَّاءِ وَهُوَ مَا يُعَلَّقُ عَلٰى عُنُقِ الْحِمَارِ.
اَلْجَرَسُ (loceng), dengan dibaca fathah huruf jim dan ro', adalah sesuatu yang digantungkan di atas leher keledai.

وَقَوْلُهُ: فَيَفْصِمُ عَنِّيْ أَيْ يَنْفَصِلُ عَنِّيْ وَيُفَارِقُنِيْ.
Dan sabda Nabi s.a.w.: "فَيَفْصِمُ عَنِّيْ" (lalu terhenti dariku), yakni (maksudnya adalah) memisahkan diri dari diriku dan meninggalkan diriku.

وَقَوْلُهُ: وَعَيْتُ مِنْ بَابِ وَعَدَ أَيْ حَفِظْتُ مَا قَالَ
Dan sabda Nabi s.a.w.: “وَعِيْتُ” (aku telah menghafal), dari bab lafazh وَعَدَ (berjanji), yakni aku telah hafal apa yang ia katakan.

وَالْمُرَادُ بِالْكُتُبِ مَا يَشْمُلُ الصُّحُفَ وَقَدِ اشْتَهَرَ أَنَّهَا مِائَةٌ وَأَرْبَعَةٌ وَقِيْلَ إِنَّهَا مِائَةٌ وَأَرْبَعَةَ عَشَرَ.
Dan yang dimaksud dengan kitab-kitab adalah sesuatu yang mencakup lembaran-lembaran, dan sungguh telah masyhur (populer) bahwasanya kitab-kitab itu ada 104 kitab. Dan dikatakan [oleh satu pendapat]: “Sesungguhnya kitab-kitab itu ada 114 kitab.”

وَقَالَ السُّحَيْمِيُّ: وَالْحَقُّ عَدَمُ حَصْرِ الْكُتُبِ فِيْ عَدَدٍ مُعَيَّنٍ فَلَا يُقَالُ إِنَّهَا مِائَةٌ وَأَرْبَعَةٌ فَقَطْ لِأَنَّكَ إِذَا تَتَبَّعْتَ أَيْ فَتَشْتَ الرِّوَايَاتِ تَجِدُهَا تَبْلُغُ أَرْبَعَةً وَثَمَانِيْنَ وَمِائَةً.

Dan Syeh as-Suhaimiy berkata: “Yang benar adalah tidak adanya membatasi kitab-kitab dalam hitungan tertentu.” Maka tidak bisa dikatakan bahwa kitab-kitab itu berjumlah 104 saja, karena sesungguhnya engkau, apabila engkau meneliti, yakni engkau menyelidiki berbagai riwayat, maka engkau akan menemukan kitab-kitab itu mencapai jumlah 184 kitab.

فَيَجِبُ اعْتِقَادُ أَنَّ اللّٰهَ أَنْزَلَ كُتُبًا مِنَ السَّمَاءِ عَلَى الْإِجْمَالِ، لٰكِنْ يَجِبُ مَعْرِفَةُ الْكُتُبِ الْأَرْبَعَةِ تَفْصِيْلًا وَهِيَ التَّوْرَاةُ لِسَيِّدِنَا مُوْسٰى وَالزَّبُوْرُ لِسَيِّدِنَا دَاوُدَ وَالْإِنْجِيْلُ لِسَيِّدِنَا عِيْسٰى وَالْفُرْقَانُ لِخَيْرِ الْخَلْقِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ تَعَالٰى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ.
Makanya, wajib berkeyakinan bahwa Alloh telah menurunkan kitab-kitab suci dari langit, secara global. Akan tetapi wajib mengetahui kitab-kitab yang empat secara terperinci, yaitu kitab Taurot kepada Sayyidina Musa, kitab Zabur kepada Sayyidina Dawud, kitab Injil kepada Sayyidina ‘Isa, dan kitab al-Furqon (al-Qur'an) kepada sebaik-baik makhluk, yaitu Sayyidina Muhammad, semoga Allo Ta'ala melimpahkan rohmat dan keselamatan atas beliau dan atas mereka semuanya.

TERJEMAH KASYIFATUS SAJA Bag.37

﴿وَ﴾ ثَانِيْهَا أَنْ تُؤْمِنَ ﴿بِمَلَائِكَتِهِ﴾
Dan﴿ rukun iman yang kedua adalah engkau [harus] beriman kepada para malaikat-Nya﴿.

بِأَنْ تَعْتَقِدَ أَنَّهُمْ أَجْسَامٌ نُوْرَانِيَّةٌ لَطِيْفَةٌ لَيْسُوْا ذُكُوْرًا وَلَا إِنَاثًا وَ لَا خُنَاثٰى لَا أَبَ لَهُمْ وَلَا أُمَّ لَهُمْ صَادِقُوْنَ فِيْمَا أَخْبَرُوْا بِهِ عَنِ اللّٰهِ تَعَالٰى لَا يَأْكُلُوْنَ وَلَا يَشْرَبُوْنَ وَلَا يَتَنَاكَحُوْنَ وَلَا يَتَوَالَدُوْنَ وَلَا يَنَامُوْنَ
Dengan engkau meyakini bahwa mereka (para malaikat) adalah jisim-jisim yang berunsur cahaya lagi yang lembut. Mereka tidak berjenis laki-laki, dan tidak berjenis perempuan, dan tidak pula berjenis kelamin ganda. Tidak ada ayah bagi mereka, dan tidak ada ibu bagi mereka. Mereka sangat jujur pada segala apa yang mereka kabarkan dari Alloh ta‘ālā. Mereka tidak makan, tidak minum, tidak menikah, tidak melahirkan anak, dan tidak tidur.

وَلَا تُكْتَبُ أَعْمَالُهُمْ لِأَنَّهُمُ الْكُتَّابُ وَلَا يُحَاسَبُوْنَ لِأَنَّهُمُ الْحُسَّابُ وَلَا تُوَزَّنُ أَعْمَالُهُمْ لِأَنَّهُمْ لَا سَيِّئَاتِ لَهُمْ

Dan tidak dicatat segala perbuatan mereka, karena sesungguhnya merekalah sang pencatat amal. Dan mereka tidak di-ḥisāb (dihitung amalnya), karena sesungguhnya merekalah sang peng-ḥisāb (penghitung amal). Dan tidak ditimbang segala perbuatan mereka, karena sesungguhnya mereka, tidak ada perbuatan-perbuatan dosa bagi mereka.

وَيُحْشَرُوْنَ مَعَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ يَشْفَعُوْنَ فِيْ عُصَاةِ بَنِيْ آدَمَ وَيَرَاهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ فِي الْجَنَّةِ وَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَ يَتَنَاوَلُوْنَ النِّعْمَةَ فِيْهَا بِمَا شَاءَ اللهُ.

Dan mereka akan dihimpun bersama dengan jin dan manusia. Mereka dapat memberi syafaat kepada orang-orang yang bermaksiat (berdosa) dari golongan manusia. Dan orang-orang beriman akan melihat mereka di surga, dan mereka (para malaikat) akan masuk surga dan memperoleh nikmat di sana dengan segala nikmat yang Alloh kehendaki.

لٰكِنْ قَالَ أَحْمَدُ السُّحَيْمِيُّ: وَجَاءَ عَنْ مُجَاهِدٍ مَا يَقْتَضِيْ أَنَّهُمْ لَا يَأْكُلُوْنَ فِيْهَا وَلَا يَشْرَبُوْنَ وَلَا يَنْكِحُوْنَ وَأَنَّهُمْ يَكُوْنُوْنَ كَمَا كَانُوْا فِي الدُّنْيَا وَهٰذَا يَقْتَضِيْ أَنَّ الْحُوْرَ وَالْوِلْدَانَ كَذٰلِكَ. اهـ.
Akan tetapi Syaeh Aḥmad as-Suḥaimī berkata: “Dan telah datang dari Imām Mujāhid suatu keterangan yang memastikan, bahwa para malaikat, mereka tidak makan di surga, dan mereka tidak minum, dan mereka tidak menikah [di sana]. Dan bahwasanya mereka berwujud sama seperti wujud mereka saat berada di dunia. Dan ketentuan ini memastikan bahwa para bidadari dan para pemuda surga seperti itu pula”. Selesai.

وَيَمُوْتُوْنَ بِالنَّفْخَةِ الْأُوْلٰى إِلَّا حَمَلَةَ الْعَرْشِ وَالرُّؤَسَاءَ الْأَرْبَعَةَ. فَإِنَّهُمْ يَمُوْتُوْنَ بَعْدَهَا أَمَّا قَبْلَهَا فَلَا يَمُوْتُ أَحَدٌ مِنْهُمْ
Dan para malaikat itu akan wafat dengan sebab tiupan sangkakala yang pertama, kecuali para malaikat pemikul ‘Arasy dan empat pimpinan malaikat. Karena sesungguhnya mereka (malaikat pemikul ‘Arasy dan empat pimpinan malaikat) itu akan wafat setelah tiupan sangkakala yang pertama, adapun sebelum masa itu, maka tak akan wafat, satupun dari mereka.
tersebut. 

فَيَجِبَ الْإِيْمَانُ بِأَنَّهُمْ بَالِغُوْنَ فِي الْكَثْرَةِ إِلٰى حَدٍّ لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا اللهُ تَعَالَى عَلَى الْإِجْمَالِ إِلَّا مَنْ وَرَدَ تَعْيِيْنُهُ بِاسْمِهِ الْمَخْصُوْصِ أَوْ نَوْعِهِ فَيَجِبُ الْإِيْمَانُ بِهِمْ تَفْصِيْلًا.

Maka wajib beriman, bahwa para malaikat itu mencapai jumlah yang banyak sekali, hingga batas yang tidak ada yang mengetahuinya, kecuali hanya Alloh ta‘ālā, [dengan beriman] secara global. Kecuali malaikat yang telah datang penentuan dirinya, dengan namanya yang khusus atau [dengan] macamnya. Maka wajib beriman kepada para malaikat tersebut secara terperinci.

فَالْأَوَّلُ كَجِبْرِيْلَ وَمِيْكَائِيْلَ وَإِسْرَافِيْلَ وَعِزْرَائِيْلَ وَمُنْكَرٍ وَنَكِيْرٍ وَرِضْوَانَ وَمَالِكٍ وَرَقِيْبٍ وَعَتِيْدٍ وَرُوْمَانَ. وَالثَّانِيْ كَحَمَلَةِ الْعَرْشِ وَ الْحَفَظَةِ وَ الْكَتَبَةِ.
Adapun [kelompok malaikat] yang pertama adalah seperti malaikat Jibrīl, Mīkā’īl, Isrofīl, Izro’īl, Munkar, Nakīr, Ridhwān, Mālik, Roqīb, ‘Atīd dan Rūmān. Dan [kelompok malaikat] yang kedua seperti malaikat pemikul ‘Arasy, malaikat Ḥafazhah, dan malaikat Katabah.

قَالَ أَحْمَدُ الْقَلْيُوْبِيُّ: وَاعْلَمْ أَنَّ جِبْرِيْلَ أَفْضَلُ الْمَلَائِكَةِ مُطْلَقًا حَتّٰى مِنْ إِسْرَافِيْلَ عَلَى الْأَصَحِّ.
Syeh Aḥmad al-Qolyūbī berkata: “Ketahuilah, bahwa malaikat Jibrīl adalah malaikat yang paling utama secara mutlak, sekalipun dibandingkan [dengan] malaikat Isrāfīl, menurut pendapat yang paling shoḥīḥ.

قَالَ الْجَلَالُ السُّيُوْطِيُّ: وَإِنَّهُ يَحْضُرُ مَوْتَ مَنْ يَمُوْتُ عَلٰى وُضُوْءٍ.
Syeh al-Jalāl as-Suyūthī berkata: “Dan bahwasanya malaikat Jibrīl akan hadir pada kematian orang yang meninggal dalam keadaan berwudhu”.

قَالَ بَعْضُهُمْ: وَأَفْضَلُ الْمَلَائِكَةِ جِبْرِيْلُ ثُمَّ إِسْرَافِيْلُ وَقِيْلَ عَكْسُهُ ثُمَّ مِيْكَائِيْلُ ثُمَّ مَلَكُ الْمَوْتِ.
Sebagian ulama berkata: “Dan malaikat yang paling utama adalah malaikat Jibrīl, lalu malaikat Isrofīl. Dan dikatakan [oleh satu pendapat]: ‘Sebaliknya’. Kemudian malaikat Mikā’īl, kemudian Malaikat Maut (‘Izro’īl).”

وَقَالَ الْفَخْرُ الرَّازِيُّ: أَفْضَلُ الْمَلَائِكَةِ مُطْلَقًا حَمَلَةُ الْعَرْشِ وَ الْحَافِظُوْنَ بِهِ ثُمَّ جِبْرِيْلُ ثُمَّ إِسْرَافِيْلُ ثُمَّ مِيْكَائِيْلُ ثُمَّ مَلَكُ الْمَوْتِ ثُمَّ مَلَائِكَةُ الْجَنَّةِ فَمَلَائِكَةُ النَّارِ ثُمَّ الْمُوَكَّلُوْنَ بِأَوْلَادِ آدَمَ ثُمَّ الْمُوَكَّلُوْنَ بِأَطْرَافِ الْعَالَمِ.
Dan berkata Syaikh Fakhrur Rozī: “Malaikat yang paling utama secara mutlak adalah malaikat pemikul ‘Arsy dan para malaikat penjaga ‘Arsy, kemudian malaikat Jibrīl, kemudian malaikat Isrofīl, kemudian malaikat Mīkā’īl, kemudian malaikat Maut, kemudian malaikat Surga, lalu malaikat Neraka, kemudian para malaikat yang diserahi mengurus terhadap anak-anak Ādam [manusia], lalu para malaikat yang diserahi tugas mengendalikan berbagai penjuru alam semesta.

وَ قَالَ الْغَزَالِيُّ: أَقْرَبُ الْعِبَادِ إِلَى اللّٰهِ تَعَالَى وَ أَعْلَاهُمْ دَرَجَةً إِسْرَافِيْلُ ثُمَّ بَقِيَّةُ الْمَلَائِكَةِ ثُمَّ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ الْعَامِلُوْنَ ثُمَّ السَّلَاطِيْنُ الْعَادِلُوْنَ ثُمَّ الصَّالِحُوْنَ، اِنْتَهَى.
Dan telah berkata Imām al-Ghozālī: “Para hamba yang paling dekat kepada Alloh Ta‘ālā dan paling tinggi derajatnya di antara mereka adalah malaikat Isrofīl, kemudian malaikat lainnya, kemudian para Nabi, kemudian para Ulama yang mengamalkan ilmunya, kemudian para penguasa yang adil, kemudian para orang shaḥīḥ”. Selesai [perkataan] Imām al-Ghozālī . 

وَأَنْتَ خَبِيْرٌ بِأَنَّهُ لَا يَلْزَمُ مِنَ الْقُرْبِ التَّفْضِيْلُ فَالْوَجْهُ تَقْدِيْمُ جِبْرِيْلَ عَلَى إِسْرَافِيْلَ اِنْتَهَى قَوْلُ الْقَلْيُوْبِيُّ.
Dan engkau mengerti bahwasanya tidak memestikan dari sisi kedekatan dengan Allah itu, mengenai perolehan pengutamaan. Maka pendapat yang kuat adalah mengedepankan (menilai lebih unggul) malaikat Jibrīl atas malaikat Isrofīl.” Selesai perkataan Syaeh al-Qolyūbī. 

TERJEMAH KASYIFATUS SAJA Bag.36

أَحَدُهَا ﴿أَنْ تُؤْمِنَ بِاللّٰهِ﴾ بِأَنْ تَعْتَقِدَ عَلَى التَّفْصِيْلِ أَنَّ اللّٰهَ تَعَالٰى مَوْجُوْدٌ قَدِيْمٌ بَاقٍ مُخَالِفٌ لِلْحَوَادِثِ مُسْتَغْنٍ عَنْ كُلِّ شَيْءٍ وَاحِدٌ قَادِرٌ مُرِيْدٌ عَالِمٌ حَيٌّ سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ مُتَكَلِّمٌ
Rukun Iman yang pertama adalah engkau harus beriman kepada Alloh﴿ dengan sekiranya engkau meyakini secara terperinci, bahwa Alloh Ta‘ālā adalah Dzat yang wujud, terdahulu, kekal, berbeda dengan makhluk, tidak butuh kepada segala sesuatu, Esa, berkuasa, berkehendak, mengetahui, Maha hidup, mendengar, melihat, lagi berbicara.

وَعَلَى الْإِجْمَالِ أَنَّ لِلّٰهِ كَمَالَاتٍ لَا تَتَنَاهٰى
Dan [meyakini] secara global, yaitu sesungguhnya Alloh memiliki berbagai kesempurnaan yang tidak terhingga. 

وَاعْلَمْ أَنَّ الْمَوْجُوْدَاتِ بِالنِّسْبَةِ لِلْاِسْتِغْنَاءِ عَنِ الْمَحَلِّ وَ الْمُخَصِّصِ وَ عَدَمِهِ أَرْبَعَةٌ
Dan ketahuilah bahwa berbagai perkara yang wujud dalam kaitannya terhadap ketidak-butuhannya kepada tempat  dan mukhoshshish (pemberi kekhususan pada sesuatu), dan ketidak-adaannya (butuhnya kepada tempat  dan mukhoshshish) itu ada empat.

اَلْأَوَّلُ مَا لَا يَفْتَقِرُ لَهُمَا مَعًا وَهُوَ ذَاتُ اللّٰهِ
Pertama, sesuatu yang tidak butuh kepada keduanya (tempat dan mukhoshshish), secara bersamaan yaitu Dzat Alloh.

اَلثَّانِيْ عَكْسُهُ وَهُوَ صِفَاتُ الْحَوَادِثِ
Kedua, kebalikannya (sesuatu yang butuh kepada keduanya secara bersamaan), yaitu sifat-sifat makhluk.


اَلثَّالِثُ مَا يَقُوْمُ بِمَحَلٍّ دُوْنَ الْمُخَصِّصِ وَهُوَ صِفَةُ الْبَارِيْ أَيِ الَّذِيْ يَخْلُقُ الْخَلْقَ وَيُظْهِرُهُمْ مِنَ الْعَدَمِ
Ketiga, sesuatu yang bertempat pada suatu tempat (obyek) dengan tanpa [peran serta] mukhoshshish, yaitu sifat Sang Pencipta, yakni Dzat yang menciptakan makhluk dan memunculkan mereka dari ketiadaan.


اَلرَّابِعُ عَكْسُهُ وَهُوَ ذَاتُ الْمَخْلُوْقِيْنَ
Keempat, kebalikannya (sesuatu yang bertempat pada suatu tempat dengan peran serta mukhoshshish) yaitu dzat para makhluk.

﴿فَائِدَةٌ﴾ مَنْ تَرَكَ أَرْبَعَ كَلِمَاتٍ كَمُلَ إِيْمَانُهُ أَيْنَ وَكَيْفَ وَمَتٰى وَكَمْ
Faedah﴿Siapa saja yang meninggalkan empat kalimah (kata), maka sempurnalah imannya, yaitu أَيْنَ (dimana), كَيْفَ (bagaimana), مَتٰى (kapan), dan كَمْ (berapa).

فَإِنْ قَالَ لَكَ قَائِلٌ: أَيْنَ اللّٰهُ؟ فَجَوَابُهُ لَيْسَ فِيْ مَكَانٍ وَلَا يَمُرُّ عَلَيْهِ زَمَانٌ
Maka jika berkata kepadamu, seorang yang berkata: “Di mana Alloh?” Maka jawabannya adalah: “Alloh tidak berada di suatu tempat, dan tidak terlewati atas diri-Nya, suatu zamanpun.” 

وَإِنْ قَالَ لَكَ: كَيْفَ اللّٰهُ؟ فَقُلْ: لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
Dan jika ia berkata kepadamu: “Bagaimanakah [wujud] Alloh itu?” Maka katakanlah: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.” (QS. asy-Syūrā: 11)

وَإِنْ قَالَ لَكَ: مَتَى اللّٰهُ؟ فَقُلْ لَهُ: أَوَّلٌ بِلَا ابْتِدَاءٍ وَآخِرٌ بِلَا انْتِهَاءٍ
Dan jika ia berkata kepadamu: “Kapan Alloh [wujud]?” Maka katakanlah kepadanya: “Alloh adalah Dzat yang awal tanpa permulaan, dan Dzat yang akhir tanpa penghabisan.” 

وَإِنْ قَالَ لَكَ قَائِلٌ: كَمِ اللّٰهُ؟ فَقُلْ لَهُ: وَاحِدٌ لَا مِنْ قِلَّةٍ. قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ
Dan jika berkata kepadamu, seseorang yang berkata: “Ada berapakah Alloh itu?” Maka katakan kepadanya: “Alloh adalah Dzat Yang Esa, tidak kurang sedikit [juga tidak lebih sedikit]. Katakanlah: “Dia-lah Alloh, Yang Maha Esa.” (QS. al-Ikhlāsh: 1].

Saturday, April 21, 2018

TERJEMAH KASYIFATUS SAJA Bag.35

﴿فَصْلٌ﴾ فِيْ بَيَانِ جَمِيْعِ مَا وَجَبَ بِهِ الْإِيْمَانُ وَالْبَرَاهِيْنِ الدَّالَّةِ عَلٰى حَقِيْقَةِ الْإِيْمَانِ ﴿أَرْكَانُ الْإِيْمَانِ سِتَّةٌ﴾ فَإِفَاضَةِ الْأَرْكَانِ مِنْ إِضَافَةِ الْمُتَعَلَّقِ بِفَتْحِ اللَّامِ إِلَى الْمُتَعَلِّقِ بِكَسْرِهَا
Fasal﴿ dalam menjelaskan semua perkara yang wajib diimani dan bukti-bukti yang menunjukkan hakikat (kebenaran) iman. Rukun-rukun iman itu ada enam﴿ Adapun idhofahnya lafazh أَرْكَانُ termasuk dari idhofahnya sesuatu yang digantungkan, ---lafazh الْمُتَعَلَّقِ (sesuatu yang digantungkan) dengan dibaca fathah huruf lam-nya---, kepada sesuatu yang menggantung, ---lafazh الْمُتَعَلِّقِ (sesuatu yang menggantung) dengan dibaca kasroh huruf lam-nya---. 

أَيْ جَمِيْعُ مَا وَجَبَ الْإِيْمَانُ بِهِ وَالْبَرَاهِيْنُ الدَّالَّةُ عَلٰى حَقِيْقَةِ الْإِيْمَانِ سِتَّةٌ لِأَنَّ الْإِيْمَانَ الَّذِيْ هُوَ التَّصْدِيْقُ الْقَلْبِيُّ يَتَعَلَّقُ بِمَعْنًى يُتَمَسَّكُ بِذٰلِكَ.
Yakni, semua perkara yang wajib untuk diimani dan bukti-bukti yang menunjukkan hakikat iman itu ada enam. Karena sesungguhnya iman yang merupakan pembenaran yang dilakukan oleh hati itu berkaitan dengan suatu makna yang dijadikan pegangan dengan 6 perkara tersebut.

فَالْإِيْمَانُ لُغَةً مُطْلَقُ التَّصْدِيْقِ سَوَاءٌ كَانَ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ أَوْ بِغَيْرِهِ. وَشَرْعًا التَّصْدِيْقُ بِجَمِيْعِ مَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا عُلِمَ مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ لَا مُطْلَقًا.
Maka [adapun] iman menurut bahasa adalah membenarkan secara mutlak, baik membenarkan terhadap apa saja yang telah dibawa oleh Nabi, ataupun terhadap yang lainnya. Sedangakan [iman] menurut syara’ adalah membenarkan semua perkara yang telah dibawa oleh Nabi saw, yaitu berupa perkara-perkara dari urusan agama yang dapat diketahui secara dhoruriy (mudah), bukan [membenarkan] secara mutlak. 

وَمَعْنَى التَّصْدِيْقِ هُوَ حَدِيْثُ النَّفْسِ التَّابِعُ لِلْجَزْمِ سَوَاءٌ كَانَ الْجَزْمُ عَنْ دَلِيْلٍ وَيُسَمّٰى مَعْرِفَةً أَوْ عَنْ تَقْلِيْدٍ
Dan makna التَّصْدِيْقُ (membenarkan) adalah perkataan hati yang ikut kepada kemantapan hati, baik adanya kemantapan itu [dihasilkan] dari dalil (pembuktian) ---dan hal ini disebut ma’rifat--- ataupun [dihasilkan] dari taqlid (pengikutan kepada orang terpercaya). 

وَمَعْنٰى حَدِيْثُ النَّفْسِ أَنْ تَقُوْلَ تِلْكَ النَّفْسُ أَيِ الْقَلْبُ رَضِيْتُ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan makna حَدِيْثُ النَّفْسِ (perkataan hati) adalah jiwamu itu mengatakan, yakni hati itu [mengatakan]: “Aku ridho dengan apa saja yang telah dibawa oleh Nabi saw.” 

﴿غُرَّةٌ مَرَاتِبُ الْإِيْمَانِ خَمْسَةٌ أَوَّلُهَا إِيْمَانُ تَقْلِيْدٍ وَهُوَ الْجَزْمُ بِقَوْلِ الْغَيْرِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَعْرِفَ دَلِيْلًا. وَهُوَ يَصِحُّ إِيْمَانُهُ مَعَ الْعِصْيَانِ بِتَرْكِهِ النَّظَرَ أَيِ الْاِسْتِدْلَالَ إِنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى الدَّلِيْلِ.
Hal penting﴿Tingkatan-tingkatan iman itu ada lima. Tingkatan pertama adalah iman taqlid, yaitu kemantapan hati dengan sebab [mengikuti] perkataan orang lain tanpa mengetahui dalilnya. Dan iman semacam ini adalah sah keimannanya namun disertai dengan maksiat karena meninggalkan berfikir, yakni [meninggalkan] pencarian dalil, jika memamng keadaannya sebagai orang yang mampu untuk [melakukan pencarian] dalil tersebut. 

ثَانِيْهَا إِيْمَانُ عِلْمٍ وَهُوَ مَعْرِفَةُ الْعَقَائِدِ بِأَدِلَّتِهَا وَهٰذَا مِنْ عِلْمِ الْيَقِيْنِ وَكِلَا الْقِسْمَيْنِ صَاحِبُهُمَا مَحْجُوْبٌ عَنْ ذَاتِ اللّٰهِ تَعَالٰى.
Tingkatan yang kedua adalah iman ilmu, yaitu mengetahui berbagai ‘aqidah [berikut] dengan dalil-dalilnya. Dan iman semacam ini termasuk Ilmul Yaqin. Dan orang yang memiliki masing-masing dari dua bagian ini (iman taqlid dan iman ilmu) terhalang dari Zat-Nya Alloh Ta’ala.

ثَالِثُهَا إِيْمَانُ عِيَانٍ وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللّٰهِ بِمُرَاقَبَةِ الْقَلْبِ فَلَا يَغِيْبُ رَبُّهُ عَنْ خَاطِرِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ بَلْ هَيْبَتُهُ دَائِمًا فِيْ قَلْبِهِ كَأَنَّهُ يَرَاهُ وَهُوَ مَقَامُ الْمُرَاقَبَةِ وَيُسَمّٰى عَيْنَ الْيَقِيْنِ.
Tingkatan yang ketiga adalah iman ‘iyan, yaitu mengetahui Zat Alloh dengan pengawasan [tata krama] hati. Maka Tuhannya (Alloh) tidak akan pernah hilang dari lintasana hatinya sekejap matapun. Bahkan keagungan wibawa Tuhannya senantiasa ada di dalam hatinya, seakan-akan ia dapat melihatnya. Dan iman semacam ini adalah kedudukan muroqobah dan disebut dengan ‘Ainul Yaqin.

رَابِعُهَا ّإِيْمَانُ حَقٍّ وَهُوَ رُؤْيَةُ اللّٰهِ تَعَالٰى بِقَلْبِهِ وَهُوَ مَعْنٰى قَوْلِهِمْ اَلْعَارِفُ يَرٰى رَبَّهُ فِيْ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ مَقَامُ الْمُشَاهَدَةِ وَيُسَمّٰى حَقَّ الْيَقِيْنِ وصَاحِبُهُ مَحْجُوْبٌ عَنِ الْحَوَادِثِ.
Tingkatan yang keempat adalah iman haq, yaitu [seseorang] melihat Alloh dengan hatinya, dan [pengertian ini] adalah makna dari ucapan para ulama’: “Orang yang ma’rifat akan melihat Tuhannya (Alloh) dalam segala sesuatu.” Dan iman semacam ini adalah kedudukan musyahadah dan disebut dengan Haqqul Yaqin. Dan pemiliknya akan terhalang dari [menyaksikan] seluruh makhluq.

وَخَامِسُهَا إِيْمَانُ حَقِيْقَةٍ وَهُوَ الْفَنَاءُ بِاللّٰهِ وَالسَّكَرُ بِحُبِّهِ فَلَا يَشْهَدُ إِلَّا إِيَّاهُ كَمَنْ غَرَقَ فِيْ بَحْرٍ وَلَمْ يَرَ لَهُ سَاحِلًا. 
Dan tingkatan yang kelima adalah iman hakikat, yaitu fana’ (rusak dan melebur) dengan Alloh dan mabuk dengan mencintai-Nya. Maka ia tidak dapat menyaksikan [apapun] kecuali hanya kepada-Nya. Seperti orang yang tenggelam di lautan dan pantai  tidak terlihat olehnya.

وَالْوَاجِبُ عَلَى الشَّخْصِ أَحَدُ الْقِسْمَيْنِ الْأَوَّلَيْنِ وَأَمَّا الثَّلَاثَةُ الْاُخَرُ فَعُلُوْمٌ رَبَّانِيَّةٌ يَخُصُّ بِهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ.
Dan yang wajib atas individu adalah salah satu dari dua bagian yang pertama (iman taqlid dan iman ilmu). Dan adapun tiga bagian yang lain adalah merupakan ilmu-ilmu robbaniyah (ilmu-ilmu ketuhanan) yang Alloh meng-khususkan dengannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki diantara para hamba-Nya.