﴿فَصْلٌ﴾ فِيْ بَيَانِ جَمِيْعِ مَا وَجَبَ بِهِ الْإِيْمَانُ وَالْبَرَاهِيْنِ الدَّالَّةِ عَلٰى حَقِيْقَةِ الْإِيْمَانِ ﴿أَرْكَانُ الْإِيْمَانِ سِتَّةٌ﴾ فَإِفَاضَةِ الْأَرْكَانِ مِنْ إِضَافَةِ الْمُتَعَلَّقِ بِفَتْحِ اللَّامِ إِلَى الْمُتَعَلِّقِ بِكَسْرِهَا
﴾Fasal﴿ dalam menjelaskan semua perkara yang wajib diimani dan
bukti-bukti yang menunjukkan hakikat (kebenaran) iman. ﴾Rukun-rukun iman itu
ada enam﴿ Adapun idhofahnya lafazh أَرْكَانُ termasuk
dari idhofahnya sesuatu yang digantungkan, ---lafazh الْمُتَعَلَّقِ (sesuatu yang digantungkan) dengan dibaca fathah huruf
lam-nya---, kepada sesuatu yang menggantung, ---lafazh الْمُتَعَلِّقِ (sesuatu
yang menggantung) dengan dibaca kasroh huruf lam-nya---.
أَيْ جَمِيْعُ مَا وَجَبَ الْإِيْمَانُ بِهِ وَالْبَرَاهِيْنُ الدَّالَّةُ عَلٰى حَقِيْقَةِ الْإِيْمَانِ سِتَّةٌ لِأَنَّ الْإِيْمَانَ الَّذِيْ هُوَ التَّصْدِيْقُ الْقَلْبِيُّ يَتَعَلَّقُ بِمَعْنًى يُتَمَسَّكُ بِذٰلِكَ.
Yakni, semua perkara yang wajib untuk diimani dan bukti-bukti yang
menunjukkan hakikat iman itu ada enam. Karena sesungguhnya iman yang merupakan
pembenaran yang dilakukan oleh hati itu berkaitan dengan suatu makna yang
dijadikan pegangan dengan 6 perkara tersebut.
فَالْإِيْمَانُ لُغَةً مُطْلَقُ التَّصْدِيْقِ سَوَاءٌ كَانَ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ أَوْ بِغَيْرِهِ. وَشَرْعًا التَّصْدِيْقُ بِجَمِيْعِ مَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا عُلِمَ مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ لَا مُطْلَقًا.
Maka [adapun] iman menurut bahasa adalah membenarkan secara mutlak, baik
membenarkan terhadap apa saja yang telah dibawa oleh Nabi, ataupun terhadap
yang lainnya. Sedangakan [iman] menurut syara’ adalah membenarkan semua perkara
yang telah dibawa oleh Nabi saw, yaitu berupa perkara-perkara dari urusan agama
yang dapat diketahui secara dhoruriy (mudah), bukan [membenarkan] secara
mutlak.
وَمَعْنَى التَّصْدِيْقِ هُوَ حَدِيْثُ النَّفْسِ التَّابِعُ لِلْجَزْمِ سَوَاءٌ كَانَ الْجَزْمُ عَنْ دَلِيْلٍ وَيُسَمّٰى مَعْرِفَةً أَوْ عَنْ تَقْلِيْدٍ
Dan makna التَّصْدِيْقُ (membenarkan) adalah
perkataan hati yang ikut kepada kemantapan hati, baik adanya kemantapan itu
[dihasilkan] dari dalil (pembuktian) ---dan hal ini disebut ma’rifat--- ataupun
[dihasilkan] dari taqlid (pengikutan kepada orang terpercaya).
وَمَعْنٰى حَدِيْثُ النَّفْسِ أَنْ تَقُوْلَ تِلْكَ النَّفْسُ أَيِ الْقَلْبُ رَضِيْتُ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan makna حَدِيْثُ النَّفْسِ (perkataan hati) adalah jiwamu
itu mengatakan, yakni hati itu [mengatakan]: “Aku ridho dengan apa saja yang
telah dibawa oleh Nabi saw.”
﴿غُرَّةٌ﴾ مَرَاتِبُ الْإِيْمَانِ خَمْسَةٌ أَوَّلُهَا إِيْمَانُ تَقْلِيْدٍ وَهُوَ الْجَزْمُ بِقَوْلِ الْغَيْرِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَعْرِفَ دَلِيْلًا. وَهُوَ يَصِحُّ إِيْمَانُهُ مَعَ الْعِصْيَانِ بِتَرْكِهِ النَّظَرَ أَيِ الْاِسْتِدْلَالَ إِنْ كَانَ قَادِرًا عَلَى الدَّلِيْلِ.
﴾Hal penting﴿. Tingkatan-tingkatan iman itu ada lima. Tingkatan pertama adalah iman
taqlid, yaitu kemantapan hati dengan sebab [mengikuti] perkataan orang lain
tanpa mengetahui dalilnya. Dan iman semacam ini adalah sah keimannanya namun
disertai dengan maksiat karena meninggalkan berfikir, yakni [meninggalkan]
pencarian dalil, jika memamng keadaannya sebagai orang yang mampu untuk
[melakukan pencarian] dalil tersebut.
ثَانِيْهَا إِيْمَانُ عِلْمٍ وَهُوَ مَعْرِفَةُ الْعَقَائِدِ بِأَدِلَّتِهَا وَهٰذَا مِنْ عِلْمِ الْيَقِيْنِ وَكِلَا الْقِسْمَيْنِ صَاحِبُهُمَا مَحْجُوْبٌ عَنْ ذَاتِ اللّٰهِ تَعَالٰى.
Tingkatan yang kedua adalah iman ilmu, yaitu mengetahui berbagai ‘aqidah
[berikut] dengan dalil-dalilnya. Dan iman semacam ini termasuk Ilmul Yaqin. Dan
orang yang memiliki masing-masing dari dua bagian ini (iman taqlid dan iman
ilmu) terhalang dari Zat-Nya Alloh Ta’ala.
ثَالِثُهَا إِيْمَانُ عِيَانٍ وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللّٰهِ بِمُرَاقَبَةِ الْقَلْبِ فَلَا يَغِيْبُ رَبُّهُ عَنْ خَاطِرِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ بَلْ هَيْبَتُهُ دَائِمًا فِيْ قَلْبِهِ كَأَنَّهُ يَرَاهُ وَهُوَ مَقَامُ الْمُرَاقَبَةِ وَيُسَمّٰى عَيْنَ الْيَقِيْنِ.
Tingkatan yang ketiga adalah iman ‘iyan, yaitu mengetahui Zat Alloh
dengan pengawasan [tata krama] hati. Maka Tuhannya (Alloh) tidak akan pernah
hilang dari lintasana hatinya sekejap matapun. Bahkan keagungan wibawa Tuhannya
senantiasa ada di dalam hatinya, seakan-akan ia dapat melihatnya. Dan iman
semacam ini adalah kedudukan muroqobah dan disebut dengan ‘Ainul Yaqin.
رَابِعُهَا ّإِيْمَانُ حَقٍّ وَهُوَ رُؤْيَةُ اللّٰهِ تَعَالٰى بِقَلْبِهِ وَهُوَ مَعْنٰى قَوْلِهِمْ اَلْعَارِفُ يَرٰى رَبَّهُ فِيْ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ مَقَامُ الْمُشَاهَدَةِ وَيُسَمّٰى حَقَّ الْيَقِيْنِ وصَاحِبُهُ مَحْجُوْبٌ عَنِ الْحَوَادِثِ.
Tingkatan yang keempat adalah iman haq, yaitu [seseorang] melihat Alloh
dengan hatinya, dan [pengertian ini] adalah makna dari ucapan para ulama’:
“Orang yang ma’rifat akan melihat Tuhannya (Alloh) dalam segala sesuatu.” Dan
iman semacam ini adalah kedudukan musyahadah dan disebut dengan Haqqul Yaqin.
Dan pemiliknya akan terhalang dari [menyaksikan] seluruh makhluq.
وَخَامِسُهَا إِيْمَانُ حَقِيْقَةٍ وَهُوَ الْفَنَاءُ بِاللّٰهِ وَالسَّكَرُ بِحُبِّهِ فَلَا يَشْهَدُ إِلَّا إِيَّاهُ كَمَنْ غَرَقَ فِيْ بَحْرٍ وَلَمْ يَرَ لَهُ سَاحِلًا.
Dan tingkatan yang kelima adalah iman hakikat, yaitu fana’ (rusak dan
melebur) dengan Alloh dan mabuk dengan mencintai-Nya. Maka ia tidak dapat
menyaksikan [apapun] kecuali hanya kepada-Nya. Seperti orang yang tenggelam di
lautan dan pantai tidak terlihat
olehnya.
وَالْوَاجِبُ عَلَى الشَّخْصِ أَحَدُ الْقِسْمَيْنِ الْأَوَّلَيْنِ وَأَمَّا الثَّلَاثَةُ الْاُخَرُ فَعُلُوْمٌ رَبَّانِيَّةٌ يَخُصُّ بِهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ.
Dan yang wajib atas individu adalah salah satu dari dua bagian yang pertama (iman
taqlid dan iman ilmu). Dan adapun tiga bagian yang lain adalah merupakan
ilmu-ilmu robbaniyah (ilmu-ilmu ketuhanan) yang Alloh meng-khususkan dengannya kepada siapa saja yang Dia
kehendaki diantara para hamba-Nya.
No comments:
Post a Comment
Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.