KETIKA tiba di Rofrof kedua bola mata Rasulullah Saw hanya terpusat pada cahaya al-'Arsy. Dan di detik kemudian, dalam cahaya terang benderang itu muncul sesosok laki-laki yang penuh misteri. Tidak jelas apakah ia seorang nabi atau sesosok malaikat.
"Siapa orang ini, apakah dia malaikat?" gumam Rasulullah.
"Bukan!" sahut suara penuh getaran wibawa yang entah datang dari mana.
"Apakah dia seorang nabi?"
"Bukan!" suara itu kembali menyahut.
"Siapa dia?"
"Dia adalah perumpamaan seorang laki-laki yang ketika di dunia lisannya senantiasa basah dengan dzikir kepada Allah. Hatinya selalu tebayang dan tergantung pada masjid. Tak pernah sama sekali ia menyakiti kedua orang tuanya." Jelas suara misterius itu dengan getaran penuh wibawa.Permadani Agung (Rofrof) itu kemudian mengantarkan Rasulullah Saw naik, menuju Hadirat Allah Swt. Namun, sebelum betul-betul tiba di Hadirat Allah, Rasulullah harus menempuh perjalanan yang mahadahasyat. Allah bukanlah Tuhan statis yang membiarkan Diri-Nya gampang ditemukan. Di hadapan makhluk, senantiasa terbentang Hijab (tabir) beribu-ribu lapis yang menyelubungi keberadaan Diri-Nya. Perjalanan "menuju" Allah adalah perjalanan luar biasa: Rasulullah Saw harus melewati, menembus, menerobos dan membedah ribuan bentangan Hijab yang menyelubungi para makhluk dari keberadaan-Nya. Antara satu bentangan Hijab dengan Hijab yang lain berjarak perjalanan 500 tahun. Begitu pula, ketebalan masing-masing lapisan Hijab, berjarak perjalanan 500 tahun. Hijab demi Hijab Rasulullah lampaui dengan penuh kesungguhan.
Ketika seluruh Hijab telah dilewati, Rasulullah tercengang-cengang mendapati pengalaman baru yang sangat menakjubkan. Beliau seperti tidak ada di dalam suatu ikatan waktu dan tempat, atau seperti tidak berada di alam dunia. Beliau tak lagi merasakan kehadiran adanya tanda-tanda kehidupan makhluk lain, baik manusia, malaikat, jin, binatang, setan, ataupun materi-materi lainnya. Tak ada lagi bunyi, gerak, dan suara, sehingga membuat suasana benar-benar dicekam kesunyian. Suasana benar-benar hening, sunyi, sepi, senyap, dan begitu mencekam. Tak ayal, meskipun Rasulullah memiliki keyakinan yang sangat kuat, beliau tetap saja masih merasa gelisah dan ketakutan.[59]
Di tengah keadaan sunyi yang mencekam, sewaktu Rasulullah diliputi kegelisahan, tiba-tiba terdengar suara yang mirip dengan intonasi suara sahabat terdekat beliau, Abu Bakar Ra. Suara itu berusaha untuk menenangkan keadaan.
"Tenanglah! Tuhanmu selalu memberikan berkah dan rahmat (bershalawat) kepadamu," kata suara itu.
Mendengar intonasi suara yang tidak asing lagi bagi telinga Rasulullah ini, beliau kemudian menggumam penasaran, apakah Abu Bakar lebih dulu sampai di tempat ini daripada aku?
Dari arah atas, di tempat yang begitu tinggi (al-'Aliyy al-A'la) lalu Rasulullah mengetahui seruan menyahut, dengan tidak berupa huruf dan suara, "Mendekatlah, wahai makhluk termulia! Mendekatlah, wahai Ahmad! Mendekatlah, wahai Muhammad! Agar, Sang Kekasih dapat mendekat."
Rupanya, seruan dari arah atas itu adalah firman Tuhan. Secara jelas, Rasulullah mengetahui firman-Nya itu tanpa melalui perantara, tanpa disertai bunyi suara, tanpa tulisan aksara.
Allah lalu mendekatkan hati Rasulullah sedekat dua ujung busur panah bahkan lebih dekat lagi. Lalu, firman Allah diketahui lagi. Kali ini, Allah menanyakan suatu hal kepada Rasulullah, tetapi beliau benar-benar tak kuasa menjawabnya. Sepertinya saat itu beliau masih belum dianugerahi kekuatan untuk dapat bercakap-cakap secara langsung dengan-Nya.
Keagungan dan Kekuasaan Allah lantas menyentuh hati Rasulullah hingga beliau merasakan seperti bayi yang baru lahir dari kandungan ibu ke dunia yang lebih luas dengan kesadaran yang lebih tinggi. Beliau, kini telah mengetahui ilmu seluruh makhluk yang tergelar di alam semesta, mulai dari ilmu makhluk sejak alam semesta diciptakan sampai ilmu makhluk ketika alam semesta dibinasakan (ilmu al-awwaliin wa al-akhiriin). Beliau, kini mempunyai ilmu agung Tuhan yang bermacam-macam: ada ilmu rahasia yang wajib disembunyikan (kitman), tak boleh diekspos ke ruang publik, karena tak ada yang sanggup memikulnya selain beliau sendiri; ada ilmu yang khusus disebarkan ke orang-orang pilihan; ada pula ilmu yang diperintah oleh-Nya untuk disebarkan ke khalayak umum. Bahkan, dengan sentuhan-Nya itu, ke dalam diri Rasulullah Tuhan telah menyematkan samudra makna tiada bertepi yang terkandung di dalam Kitab Suci-Nya, al-Qur'an. Hati Rasulullah pun bergejolak dengan kebahagiaan yang tak terperi.
Maka, di saat-saat seperti itulah Rasulullah dapat bercakap-cakap secara langsung dengan Tuhannya.
"Ya Allah! Ketika kegelisahan tengah merundungku sebelum aku datang kepada-Mu, aku mendengar suara yang mirip dengan logat suara Abu Bakar memberi nasihat, 'Tenanglah! Tuhanmu selalu memberi berkah dan rahmat (bershalawat) kepadamu'. Nasihat itu membuatku takjub akan dua hal: apakah Abu Bakar lebih dulu sampai di maqam ini daripada aku? Dan, tidakkah Tuhanku terlalu Maha Kaya untuk bershalawat kepadaku?
Tuhan langsung menjawab, "Aku adalah Yang Maha Kaya dan tak butuh sama sekali bershalawat kepada siapapun. Sesungguhnya hanya Aku-lah yang berhak mengucapkan, 'Maha Suci Aku. Maha Suci Aku. Kasih sayang-Ku mendahului murka-Ku.' Bacalah ayat ini, Muhammad: 'Dialah yang memberi rahmat (bershalawat) kepadamu dan para malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), agar Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman (QS. al-Ahzab [33]: 43). Maka, sholawat-Ku adalah Rahmat bagi dirimu dan umatmu."
"Muhammad, tentang sahabat setiamu itu... Renungkanlah kembali kisah saudaramu, Musa As, yang terhibur dengan sebuah tongkat. Ketika Aku hendak berfirman secara langsung kepadanya, aku terlebih dahulu bersabda kepadanya, 'Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa! Katakanlah, 'ini adalah tongkatku' (QS. Taha [20]: 17-18). Dengan sebuah tongkat itu, perhatian Musa menjadi teralihkan dari keagungan kewibawaan-Ku. Demikian halnya yang terjadi padamu, Muhammad. Ketika engkau terhibur dengan sahabatmu, Abu Bakar, lebih-lebih engkau dan dia tercipta dari satu lempung dan dia menjadi penghiburmu di dunia dan di akhirat, maka Aku menciptakan malaikat yang mirip dengan sosoknya, lalu memanggil-manggilmu dengan suara yang dibuatnya mirip dengan logat sahabat setiamu itu. Semua itu Aku lakukan agar engkau tidak lagi dirundung kegelisahan, dan agar keagungan kewibawaan-Ku tak mempengaruhimu sehingga membuatmu tak bisa menangkap apa yang semestinya engkau dapatkan."
Tuhan lalu bertanya, "Muhammad, mana permintaan Jibril yang dititipkan kepadamu?"
"Engkau tentu lebih mengetahuinya daripada aku, ya Allah," jawab Rasulullah
"Baiklah, Muhammad! Aku akan kabulkan permintaan Jibril, tetapi ia bisa membentangkan sayap-sayapnya hanya untuk umatmu yang mencintai dan menyayangimu."[60]
[59] Badr Muhammad 'Asal, as-Siraj al-Wahhdj, h. 92
[60] Al-Qadi Yusuf bin Isma'il an-Nabhani, al-Anwar al-Muhammadiyyah, (Beirut: Dar al-Fikr t.t.), hal. 346-347; bandingkan dengan Ibn 'Ajibah, al-Bahr al-Madid, (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah 123 H), vol. 7, h. 346.
No comments:
Post a Comment
Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.