KATA
PENGANTAR
Sejak manusia terlahir di dunia ini, ia
telah memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa.
Memang, sudah menjadi sifat dasar
manusia ingin mencari tahu hal-hal yang belum ia ketahui dan ingin mengerti
sesuatu yang belum ia mengerti. Keinginan itulah yang mendorongnya untuk selalu
belajar dan berkembang.
Manusia berkembang seiring dengan
kemajuan ilmu dan pengetahuan yang berhasil ia capai. Inilah teori yang
diugemi oleh hampir semua umat manusia saat ini. Mereka mengukur kualitas
seseorang dari tingkat pengetahuannya. Tapi, kenyataan yang kita saksikan
menunjukan fakta yang lain. Tidak semua orang yang berilmu itu dapat menjadi
manusia yang berkualitas. Banyak dari mereka yang menjadi sampah yang mengotori
masyarakat. Fakta ini menunjukkan bahwa teori tersebut perlu dikaji ulang.
Perhatikan, mengapa kerusakan-kerusakan
yang besar justru dipicu oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan? Mengapa
mereka melakukan hal seperti itu, padahal mereka tahu dan sadar bahwa yang
mereka lakukan adalah salah?
Itu semua dapat terjadi karena takaran
ilmu yang dimasukkan dalam diri mereka tidak sesuai dengan resep yang benar.
Seharusnya bukan hanya ilmu saja yang dimasukkan dalam diri mereka. Tapi juga
hidayah. Keduanya harus masuk secara berimbang untuk membentuk manusia yang
berkualitas.
Islam tidak hanya
menjunjung ilmu pengetahuan. Agama samawi terakhir ini juga menjunjung tinggi
nilai-nilai ruhaniyah (spiritual value) yang seharusnya selalu
bergandengan dengan ilmu. Inilah resep yang diberikan oleh agama kita dan inilah yang
akan dibahas dalam buku ini. Nabi Muhammad Saw bersabda:
مَنْ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللّٰهِ إِلَّا بُعْدًا
Siapa
yang bertambah pengetahuannya namun tidak tambah
hidayah yang diperolehnya, maka ia hanya akan semakin Jauh
dari Alloh.
Buku ini saya susun berdasarkan usulan murobbi saya,
Ibu Nyai Hj. Hidayatul Badi', agar membuat keterangan untuk nadzom Ta'limal
Muta'alllim yang diajarkan di tingkat Ibtida'iyah. Semoga buku ini sesuai
dengan harapan beliau dan mendapatkan do'a beliau. Itulah harapan saya.
Penyusun kitab Ta'limul Muta'allim
yang bait-baitnya mengisi ruang-ruang dalam buku ini adalah Imam al-Zarnuji, seorang ulama' bermadzhab Hanafi yang kala itu tumbuh subur di wilayah yang
sekarang ini menjadi bagian dari Negara Irak. Madzhab Hanafi sangat terkenal
dengan rasionya yang luar biasa. Hampir semua masalah keagamaan mereka nalar
sampai ke akar-akarnya. Kitab Ta'lim inipun pasti telah melalui uji
penalaran mereka yang terkenal sangat ketat.
Tidaklah mengherankan, jika jaman dahulu
Islam dapat tetap stabil dengan pengetahuannya yang maju, karena saat itu kaum
muslimin telah memiliki sebuah buku panduan belajar yang disusun, dinalar dan
diuji sedemikian rupa. Sekarang lihatlah nasib negara-negara yang maju ilmu
pengetahuannya. Mereka terus terombang-ambing dalam kerakusan dan moral
masyarakat mereka hancur berantakan.
Menurut pandangan saya, penolakan
berbagai kalangan terhadap kitab Ta'lim karena dianggap kuno dan tidak rasional
adalah fenomena yang sangat aneh. Bahkan super aneh. Kok mereka berani
mengatakan kitab pedoman belajar di pesantren tersebut kuno dan tidak rasional.
Mengerti apa mereka tentang rasio. Padahal kitab ini disusun dan diterima oleh
ulama' Hanafi, para rasionalis setingkat mujtahid.
Kalaupun toh akal mereka tidak mampu menalarnya, bukan berarti kitab ini tidak masuk akal. Akal merekalah yang tidak mampu mencerna isinya yang sudah kelewat tinggi. Kalau masih ada yang tidak percaya dengan kitab ini, maka coba saja buktikan apakah teori lain dapat mencetak pribadi alim seperti teorinya kitab Ta'lim ini?
Secara keseluruhan, buku ini terdiri dari delapan belas kajian. Kajian yang pertama dikemas dalam bentuk isti'dad atau persiapan belajar dan kajian-kajian setelahnya mengulas pedoman-pedoman belajar yang harus di-ugemi oleh semua orang yang memiliki semangat untuk belajar, al-faqir menyebutnya dengan Zadah.
Selain merujuk pada khazanah Islam salafi, al-faqir juga memasukkan beberapa sumber modem terkini yang mendukung pandangan para ulama'. Selain agar lebih menarik, juga untuk membuktikan bahwa ilmu yang mereka wariskan pada kita hingga saat ini masih dapat dibuktikan secara ilmiyah. Kita, Anda dan saya harus meyakini hal ini.
Akhirnya, semoga apa
yang al-faqir torehkan dalam buku ini dapat bermanfaat dan berkah untuk
semuanya. Semoga diterima di sisi Alloh Yang Maha Kuasa dan Maha Berilmu.
Kendal, 23
DzulHijjah 1432 H.
al Fagir Shohibun Niam
bin Maulan al Tarobani
No comments:
Post a Comment
Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.