Tuesday, October 1, 2024

KISAH HIKMAH DIBALIK TRAGEDI PEMBUNUHAN

Dalam kitab An-Nawadir (اَلنَّوَادِرُ) ---karya Imam al-Qolyubi--- halaman 105 terdapat keterangan sebagai berikut:


اَلْحِكَايَةُ الْعِشْرُوْنَ بَعْدَ الْمِائَةِ: فِي الْاِنْتِقَامِ وَلَوْ بَعْدَ حِيْنٍ. 

حُكِيَ عَنْ وَهْبٍ بْنِ مُنَبِّهٍ أَنَّهُ قَالَ: كَانَ عَابِدٌ مِنْ عِبَادِ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ يَعْبُدُ اللّٰهَ فِيْ صَوْمَعَةٍ عَلٰى جَانِبِ نَهْرٍ كَانَ بِقُرْبِهِ قَصَّارٌ يُقَصِّرُ الثِّيَابَ، فَجَاءَ فَارِسٌ مَعَهُ هِمْيَانٌ، فَنَزَعَ ثِيَابَهُ وَ هِمْيَانَهُ وَاغْتَسَلَ فِي النَّهْرِ، ثُمَّ لَبِسَ ثِيَابَهُ وَنَسِيَ هِمْيَانَهُ وَذَهَبَ. فَجَاءَ صَيَّادٌ يَصِيْدُ السَّمَكَ بِشَبَكَةٍ فَرَأٰى الْهِمْيَانَ فَأَخَذَهُ وَمَضٰى، ثُمَّ رَجَعَ الْفَارِسُ فَلَمْ يَجِدْ هِمْيَانَهُ، فَقَالَ لِلْقَصَّارِ: نَسِيْتُ هِمْيَانِيْ هُنَا. فَقَالَ لَهُ: مَا رَأَيْتُهُ. فَسَلَّ الْفَارِسُ سَيْفَهُ وَقَتَلَ الْقَصَّارَ. فَلَمَّا رَأَى الْعَابِدُ ذٰلِكَ كَادَ أَنْ يَفْتَتِنَ وَقَالَ: إِلٰهِيْ وَسَيِّدِيْ، يَأْخُذُ الصَّيَّادُ الْهِمْيَانَ وَيَقْتُلُ الْقَصَّارَ. فَلَمَّا جَاءَ اللَّيْلُ وَنَامَ الْعَابِدُ أَوْحَى اللّٰهُ إلَيْهِ فِيْ مَنَامِهِ: أَيُّهَا الْعَابِدُ الصَّالِحُ لَا تَفْتَتِنْ وَلَا تَدْخُلْ فِيْ عِلْمِ رَبِّكَ وَاعْلَمْ أَنَّ الْفَارِسَ كَانَ قَتَلَ أَبَا الصَّيَّادِ وَأَخَذَ مَالَهُ فَالْهِمْيَانُ مِنْ مَالِ أَبِيْهِ وَأَنَّ الْقَصَّارَ كَانَتْ صَحِيْفَتُهُ مَمْلُوْءَةً بِالْحَسَنَاتِ وَلَيْسَ فِيْهَا إلَّا سَيِّئَةٌ وَاحِدَةٌ وَكَانَتْ صَحِيْفَةُ الْفَارِسِ مَمْلُوْءَةً بِالسَّيِّئَاتِ وَلَيْسَ فِيْهَا إلَّا حَسَنَةٌ وَاحِدَةٌ فَلَمَّا قُتِلَ الْقَصَّارُ مُحِيَتْ سَيِّئَاتُهُ وَمُحِيَتْ حَسَنَةُ الْفَارِسِ وَرَبُّك يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ وَيَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ.

Artinya:

Hikayat yang ke seratus dua puluh[120]: tentang pembalasan [terhadap suatu perbuatan] walaupun setelah masa [yang lama].


Telah diceritakan dari Syeh Wahab bin Munabbih, bahwa beliau pernah berkata: Dahulu ada seorang ahli ibadah [sebut saja si abid] diantara para ahli ibadah-nya Bani Isroil, ia selalu menyembah Alloh di tempat pertapaannya di pinggir sungai. Di dekatnya [di sekitar tempat pertapaannya] ada seorang penatu [tukang cuci dan setrika pakaian] yang sering mencuci dan menyetrika pakaian. Lalu datanglah seorang penunggang kuda yang membawa sabuk, lalu ia [penunggang kuda] mencopot pakaian-pakaiannya dan sabuknya, dan ia mandi di sungai. Kemudian [selesai mandi], ia [penunggang kuda] memakai pakaiannya [lagi], namun ia lupa dengan sabuknya, dan ia pergi. Lalu datanglah seorang pemburu yang sedang memburu ikan dengan jala. Lalu ia [pemburu ikan] melihat sabuk itu, lalu ia mengambilnya, dan ia berlalu [pergi begitu saja]. Kemudian penunggang kuda tadi kembali [ke sungai], lalu ia tidak menemukan sabuknya. Lalu ia berkata kepada seorang penatu itu: “Saya lupa [pernah menaruh dan meninggalkan] sabuk saya disini.”


Lalu tukang penatu itu berkata kepadanya: “Saya tidak melihat sabuk itu.”


Lalu penunggang kuda itu menghunus pedangnya dan membunuh tukang penatu itu.


Lalu tatkala si abid tadi melihat [kejadian] itu, ia nyaris terkena fitnah. Dan ia berkata: “Wahai Tuhanku dan junjunganku, pemburu itu yang mengambil sabuk tersebut, namun [kenapa] ia [penunggang kuda kok malah]membunuh tukang penatu.”


Lalu tatkala tiba waktu malam dan si abid itu tidur, maka Alloh mewahyukan kepadanya di dalam mimpinya [yang berisi]: “Wahai seorang ahli ibadah yang sholeh, janganlah kamu terkena fitnah dan janganlah kamu masuk [ikut campur] dalam ilmu Tuhanmu. Dan ketahuilah bahwa penunggang kuda itu telah membunuh bapaknya si pemburu ikan, dan pemburu ikan itu [lalu] mengambil harta bapaknya. Maka sabuk itu termasuk harta bapaknya si pemburu ikan. Dan sesungguhnya tukang penatu itu keadaan catatan amalnya dipenuhi dengan amal-amal kebaikan, dan tidak ada di catatan amalnya itu kecuali hanya satu amal keburukan. Sementara catatan amal penunggang kuda itu dipenuhi dengan amal-amal kejahatan, dan tidak ada di catatan amalnya kecuali hanya satu amal kebaikan. Lalu tatkala penunggang kuda itu membunuh tukang penatu, maka terhapuslah segala dosa tukang penatu itu dan terhapus [juga] amal kebaikan penunggang kuda itu. Dan Tuhanmu berbuat apa saja yang Dia mau dan menetapkan apa saja yang Dia kehendaki.”

Friday, January 19, 2024

KISAH QORUN DAN KEDURHAKAANNYA

Qorun adalah anak dari paman Nabi Musa. Dia seorang laki-laki fakir yang gemar beribadah dan soleh. Pada suatu hari, Qorun mendatangi saudara perempuan Nabi Musa dan berkata kepadanya: "Dari mana Musa memiliki emas yang dia infakkan?" 

Saudara Nabi Musa menjawab: "Sesungguhnya Alloh telah mengajarkan kimia kepada kami." 

Saudara Nabi Musa kemudian mengajarkan kimia kepada Qorun. Setelah itu, Qorun mempraktekkan kimianya sehingga akhirnya dia memiliki pakaian yang mewah, kuda pilihan, rumah gedung yang tinggi, dan dia bisa mengumpulkan harta yang banyak. Alloh SWT berfirman:

وَاٰتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوْزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوْءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ (القصص: ٧٦)

"Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya (Qorun) perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat." (QS. Al-Qoshosh [28]: 76).

Maksudnya kunci-kunci gudangnya diangkut di atas empat puluh bighol.

Pada saat itu, Qorun meninggalkan ibadah. Sibuk dengan harta dan melalaikan Tuhannya, sampai orang-orang ada yang berkata:

يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوْتِيَ قَارُوْنُ (القصص: ٧٩)

"Mudah-mudahan kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qorun." (QS. Al-Qoshosh [28]: 79). 

Sekelompok orang-orang yang beriman berkata: 

وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللّٰهِ خَيْرٌ لِمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا (القصص: ٨٠)

"Kecelakaan yang besarlah bagimu, sesungguhnya pahala dari Alloh lebih baik bagi orang yang beriman dan beramal saleh." (QS. Al-Qoshosh [28]: 80).

Pada suatu ketika, Nabi Musa menasehati Qoron, tetapi Qorun malah berkata: "Dia (Musa) menasihatiku karena hasud." Hingga pada suatu ketika, Qorun berkata kepada seorang wanita yang berparas cantik, tetapi fakir dan lapar: "Apabila kamu menuduh Musa dan mengatakan bahwa dia telah mengajakku untuk berbuat keji (zina) denganku, tetapi aku tidak menurutinya, maka aku akan memberimu harta yang banyak dan kamu akan aku nikahi." Wanita itu pergi dari hadapan Qorun. Pada malam harinya, Alloh memberikan hidayah ke dalam hati wanita tersebut untuk bertobat.

Keesokan harinya, wanita itu datang ke kumpulan Bani Isroil yang di sana juga ada Qorun, lalu wanita itu berkata: "Yang akan kusampaikan ini adalah tentang perang antara kebaikan dan kejelekan di dalam hati. Ketahuilah, bahwa kemarin Qorun memanggilku. Dia berkata kepadaku begini dan begini. Dia menyuruhku untuk membuat kebohongan tentang Nabi Musa, begini dan begini, padahal Nabi Musa telah melarangku dari berbuat kerusakan yang pernah aku lakukan. Sekarang aku bertobat kepada Alloh."

Mendengar apa yang disampaikan oleh wanita itu, orang-orang Bani Isroil menjauh dari Qorun, mencaci dan mencelanya lalu meninggalkannya. 

Kabar tersebut akhirnya sampai kepada Nabi Musa. Beliau pun marah dan berkata: "Ya Tuhanku, aku serahkan dia kepada-Mu."  Alloh mewahyukan kepada Nabi Musa: "Aku telah memerintahkan kepada bumi untuk menuruti perintahmu dan Aku kuasakan dirimu atasnya." 

Setelah mendapatkan wahyu tersebut, Nabi Musa pergi mendatangi Qorun. Beliau berkata: "Hai musuh Alloh, kamu ingin mencemarkan aku? Hai bumi, telanlah dia!" 

Maka rumah Qorun amblas satu lutut ke dalam bumi sehingga Qorun terjatuh dari kursinya. Rumah tersebut terus amblas ke dalam bumi hingga seukuran kaki Qorun. Dia meminta tolong kepada Nabi Musa.

Nabi Musa 'alaihis salam berkata: "Hai musuh Alloh, kamu membangun rumah dan gedung seperti ini dan makan dalam wadah-wadah yang terbuat dari emas dan perak, padahal aku telah melarangmu, tetapi kamu tidak berhenti juga. Hai bumi, telanlah dia!" 

Bumi menelan Qorun sedikit demi sedikit, sementara Qorun terus minta tolong kepada Nabi Musa. Nabi Musa berkata: "Apakah engkau tidak mengambil pelajaran dari binasanya Fir'aun dan umat-umat terdahulu? Hai bumi, telanlah dia!" 

Akhirnya, bumi menelan Qorun dan seluruh rumahnya. Alloh berfirman:

فَخَسَفْنَا بِهِ وَبِدَارِهِ الْأَرْضَ فَمَا كَانَ لَهُ مِنْ فِئَةٍ يَنْصُرُوْنَهُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ (القصص: ٨١)

"Maka Kami benamkanlah Qorun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Alloh, dan tiadalah dia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya)." (QS. Al-Qoshosh [28]: 81).


📚 SUMBER:

==========

Dikutip dari Kitab Badai’uz Zuhur (بَدَائِعُ الزُّهُوْرِ), karya Ibnu Iyas, Haromain, hal. 172-173

Saturday, January 14, 2023

KISAH PERINTAH RAJA UNTUK MENCARI MUARA SUNGAI NIL

Dari Ibn Zaulaq, sebagian raja memberi perintah kepada beberapa kaum untuk pergi dan mencari dimana muara sungai nil sebenarnya. Akhirnya mereka berangkat untuk mencari dimana muara sungai itu hingga sampailah mereka di gunung (tebing) yang tinggi yang mana air nil mengalir dari atas gunung itu (seperti air terjun). Suara gemuruh dan gemercik air selalu terdengar tiada henti dari air terjun hingga mereka merasa agak sulit untuk mendengar suara kawan yang lain disebabkan oleh raungan suara air.


Agak lama berada di bawah tebing, akhirnya salah seorang dari mereka mencari cara untuk bisa naik ke atas tebing atau gunung supaya ia dapat melihat apa yang ada di balik gunung itu. Mungkin, mendaki tebing adalah salah satu pilihan yang diambil, akan tetapi yang terjadi ketika orang itu telah sampai di puncak gunung, ia tertawa dan bertepuk tangan. Tak lama kemudian ia terlihat berjalan maju di atas gunung hingga kawan-kawannya yang menunggu di bawah tidak dapat melihatnya lagi. Entah apa yang terjadi kepadanya sekarang, kawan-kawannya tidak dapat mengetahuinya.


Kemudian salah seorang lagi mendaki gunung untuk melihat apa sebenarnya yang terdapat di balik gunung dan untuk mencari tahu bagaimana keadaan kawannya yang tadi. Ia pun mendaki seperti kawan yang awal dan setelah sampai di puncak gunung ia melakukan hal yang sama dengan kawan yang awal yakni bertepuk tangan dan langsung berjalan maju hingga tidak terlihat lagi dan juga tidak kembali. Tidak jauh beda dengan nasib kawan yang awal.


Semakin tambah rasa penasaran. Satu lagi dari kaum itu maju untuk mendaki. Ia berkata:


"Ikatlah perutku dengan tambang (tali)! Bila aku sudah sampai ke tempat kawan-kawanku yang tadi dan aku juga hendak melakukan sesuatu seperti yang mereka lakukan maka tariklah aku hingga aku terjatuh!" Ia berpesan.


Mendengar cara yang lumayan masuk akal, mereka pun melakukan apa yang orang ketiga ini perintahkan. Orang ketiga langsung mendaki dalam keadaan tali terikat ke perutnya dan setelah sampai ke tempat yang sama, ia pun tertawa dan hampir saja ia hendak berjalan maju seperti yang dilakukan dua kawan yang mendahuluinya tadi. Namun sebelum ia benar-benar berjalan, secepatnya ia ditarik oleh kawan-kawannya yang berada di bawah dan akhirnya ia pun terjatuh. Setelah berhasil ditarik, orang ketiga ini tidak dapat berbicara, ia bisu dan tidak mampu menjawab apapun saat ditanya.


Orang ketiga ini berdiri sejenak dan tidak lama kemudian ia meninggal. Melihat kejadian yang aneh ini, para kaum memilih untuk kembali. Itu artinya yang dapat mengetahui apa yang terjadi di balik gunung air terjun sungai nil hanyalah tiga orang yang bisa dikatakan nasibnya telah diakhiri oleh kematian.


O KESIMPULAN:

Muara sungai Nil adalah rahasia Alloh. Usaha yang dilakukan oleh sebagian raja untuk mengetahui muara sungai Nil sebagaimana cerita di atas tidaklah akan mungkin berhasil, sebab memang Alloh dzat yang memaksakan kehendak tidak menghendaki hal tersebut. Meskipun yang memerintahkan pencarian tersebut adalah raja, sebab kehendak dan keputusan Alloh itu tidak mungkin hambanya bisa merubahnya.


📚 SUMBER:

Dikutip dari Kitab Badai’uz Zuhur (بَدَائِعُ الزُّهُوْرِ), karya Ibnu Iyas, Haromain, hal. 19


Wednesday, August 3, 2022

MENCELA ALI MENANGISI AL-HAJJAJ

Cukup lama aku merenungkan kisah yang diceritakan oleh Ibnu Asakir dalam buku sejarahnya tentang seseorang yang disebutnya dengan nama Abu Yahya As-Sukari. Orang ini pernah berkata: "Ketika aku memasuki masjid Damasqus, aku melihat beberapa halaqoh (perkumpulan belajar). Diam-diam, aku berkata: `Negeri ini pernah disinggahi oleh para sahabat, tentunya ulama di sini telah mewarisi ilmu mereka`."

Abu Yahya pun bergabung dengan salah satu kelompok belajar tersebut, dan di tengah-tengah mereka, duduk seorang syeh. Abu Yahya ikut duduk di antara mereka. Seorang anggota kelompok itu bertanya kepada syeh: "Siapakah Ali bin Abu Tholib itu?"

Syeh itu menjawab: "Seseorang yang lemah, yang pernah tinggal di Irak dan diikuti oleh sejumlah orang. Lalu, Amirul Mukminin hendak memeranginya, maka Alloh memberikan kemenangan kepada Amir."

Tentu saja, Abu Yahya merasa kaget dengan jawaban itu. Jawaban yang telah mendiskreditkan Ali bin Abu Tholib, Kholifah Ar-Rasyidin keempat dan salah seorang yang diberi berita gembira dengan surga. Dia segera meninggalkan halaqoh karena merasa heran atas kebodohan yang amat buruk itu. 

Sebenarnya, dia (Abu Yahya As-Sukari) tak perlu heran, karena sikap semacam itu memang sengaja diciptakan melalui propaganda sesat yang dirancang dinasti Umayyah.

Akan tetapi, yang didengar oleh Abu Yahya sesudah itu lebih aneh dan lebih mengherankan lagi. Setelah beranjak meninggalkan halaqoh tadi, dia melewati seorang syeh yang sedang sholat di salah satu sisi masjid. Dia melihat Syeih itu berpenampilan rapi, bersikap santun, sempurna rukun-rukun shalotnya, terlihat khusyuk, dan tampak tanda-tanda kebaikan pada dirinya. Abu Yahya hendak mengadukan apa yang merisaukan hatinya dan menyakitkan jiwanya, seraya bertutur: "Ya Syeh, aku seseorang yang berasal dari Irak. Aku pernah duduk bersama halaqoh itu." Dan dia pun menceritakan kisahnya. 

Syeh itu berkata: "Dalam masjid ini memang banyak keanehan. Aku diberi tahu bahwa sebagian penghuni masjid ini sering mencela Abu Muhammad Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqofi. Adapun Ali bin Abu Tholib, siapakah dia?" Kemudian syeh itu pun menangis.

Sebagian orang yang ditemuinya kemudian ternyata tidak kalah bodohnya dengan syeh yang menangis ini. Orang-orang yang memuji-muji Abu Muhammad Al-Hajjaj, lalu mencela Ali bin Abu Thalib seraya berkata, "Siapa dia?" tidak pantas untuk dilayani berdebat.

Friday, July 29, 2022

DUNIA BERPUTAR SEIRING PENGHUNINYA

Kampung akhirat adalah kampung yang abadi, kesenangannya tiada pernah terputus, masa mudanya tiada pernah layu, dan rezekinya tiada pernah habis. Sebaliknya, dunia ini, kesenangannya dicampuri kekeruhan dan kenikmatannya tiada sempurna. Di saat manusia sedang berada pada puncak kejayaan, kebahagiaan, dan kesenangannya, tiba-tiba ia dikejutkan oleh kemalangan yang menimpanya dan kesengsaraan yang menjeratnya sehingga dia menjadi miskin setelah sebelumnya kaya, menjadi hina setelah sebelumnya terhormat. Terkadang, ia juga dikejutkan oleh kematian yang pasti menimpa semua yang hidup, lalu meninggalkan jabatan dan kekuasaannya sambil memikul beban di atas pundaknya. Setelah itu, ia diberi bantal tanah dan dibiarkan menuju tempat kembalinya sendirian karena memang tiada yang abadi, selain Tuhan-Nya:


كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ. وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ. (الرحمن: ٢٦ - ٢٧)
Artinya:
"Semua yang ada di bumi ini akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (Q.S Ar-Rohman : 26-27)

Alloh-lah yang Maha Kekal lagi Maha Abadi, yang mengangkat derajat suatu kaum dan merendahkan martabat kaum lainnya, yang memberikan kekuasaan kepada suatu kaum dan mencabutnya dari kaum yang lainnya:


قُلِ اللّٰهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. (الــ عـمـران : ٢٦)
Artinya:
Katakanlah, "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Ali Imran: 26)

Sebagian putri Raja Arab yang telah kehilangan kekuasaannya pernah berkata: "Sebelumnya, tak seorang pun di muka bumi ini yang pernah iri dan takut kepada kami. Akan tetapi, kini tak seorang pun bangsa Arab yang tidak merasa kasihan kepada kami."

Pada hari Idul Adha, Ibnu Ja'far bin Yahya Al-Barmaki pernah mengunjungi suatu kaum untuk meminta kulit domba untuk dikenakannya, sambil berkata: "Hari raya seperti ini menyusahkan aku, karena aku menanggung beban empat ratus orang dayang (gadis pelayan di istana), sementara aku menyangka Ja'far mendurhakaiku."

Saudara perempuan Ahmad bin Thalan, penguasa negeri Mesir, suka berfoya-foya dalam membelanjakan hartanya, sampai-sampai ketika menikahkan seorang anaknya, dia membelanjakan seratus ribu dinar untuk biaya resepsi pernikahannya. Namun, tak lama kemudian, dia tampak berada di suatu pasar Kota Baghdad sambil meminta-minta kepada setiap orang.

Seorang saleh pernah melewati sebuah rumah yang sedang melangsungkan pesta, dan di sana ada seorang wanita yang berkata:

"Ingatlah, wahai rumah, tak akan ada kesedihan yang memasukimu, dan pemiliknya tak akan pernah diremehkan oleh zaman."

Tak lama kemudian, orang saleh itu kembali melewati rumah tersebut, dan dia dapati pintunya tertutup. Dari dalam rumah itu terdengar isak tangis dan jeritan histeris, dia pun menanyakan keadaan penghuninya. Dikatakan kepadanya bahwa pemilik rumah itu meninggal dunia. Dia mengetuk pintunya, lalu berkata, "Kemarin aku mendengar seorang wanita dari rumah ini berkata begini dan begitu." Tiba-tiba seorang wanita menangis sambil berkata, "Wahai hamba Alloh, Alloh-lah yang mengubah semua ini, sedangkan Dia tiada pernah berubah, dan kematian adalah tujuan akhir semua makhluk." Sambil menangis, orang saleh itu pun pergi meninggalkan mereka.

Abu Bakar r.a., pada masa pemerintahannya, pernah mengirim sejumlah utusan ke Yaman. Di tengah perjalanan, utusan itu melewati sebuah mata air milik orang Arab. Di dekatnya ada sebuah istana megah, banyak binatang ternak yang gemuk dan hamba sahaya. Mereka melihat para wanita berkumpul merayakan pesta perkawinan, sementara di hadapan mereka ada anak gadis menabuh rebana sambil mendendangkan nyanyian:

"Wahai para pendengki, matilah dalam kesedihan. Demikian pula kami tidak akan hidup selamanya."

Utusan itu singgah di tempat dekat mereka, dan disambut hangat oleh pemilik mata air yang meminta maaf atas kesibukannya mengurusi pesta perkawinan. Setelah mendoakannya, utusan itu pun segera pergi.

Pada masa pemerintahan Mu'awiyyah, sebagian utusan itu dikirim lagi ke Yaman. Di tengah perjalanan, mereka melewati kembali tempat mata air itu dan memutuskan untuk singgah di sana. Setibanya di sana, mereka merasa heran karena istana megah yang pernah mereka lihat dulu telah rata dengan tanah, tidak ada mata air, tidak ada tanda-tanda kehidupan, dan tidak ada bekasnya, kecuali tumpukan puing-puing. Mereka pun menuju ke sana, dan mendapati seorang wanita tua yang buta sedang bernaung di sebuah lubang di balik tumpukan puing-puing itu. Mereka menanyainya tentang pemilik mata air tersebut, dan wanita itu menjawab, "Mereka semua telah binasa." Mereka menanyainya lagi tentang pesta perkawinan yang pernah ada sebelumnya. Wanita itu menjawab, "Itu adalah pesta perkawinan saudara perempuanku, dan akulah yang menabuh rebananya." Utusan itu memohon agar wanita itu ikut bersama mereka, tetapi dia menolak sambil berkata, "Sangat berat bagiku untuk meninggalkan tulang belulang yang telah hancur ini sebelum aku mengalami nasib yang serupa dengannya." Tiba-tiba dia terhuyung-huyung, lalu sekarat dan wafat. Utusan itu segera menguburkannya, kemudian pergi.

Itulah sebagian contoh. Di mana pun Anda menaruh perhatian pada setiap generasi dan zaman, pastilah Anda akan menemukan banyak kejadian dan pelajaran berharga yang menceritakan keadaan dunia dan bagaimana ia berputar bersama penghuninya.

Tentang dunia ini, Ibnu Rajab mengilustrasikan, "Dunia ini lebih banyak dicela karena kefanaan dan perubahan kondisinya. Hal ini merupakan bukti tentang akan berakhir dan lenyapnya; sehat digantikan oleh sakit, ada digantikan oleh tiada, masa muda digantikan oleh masa tua, senang digantikan oleh sengsara, dan hidup digantikan oleh mati. Lalu, semua tubuh akan ditinggalkan oleh nyawanya, semua bangunan akan ditimpa kehancuran, pertemuan akan diakhiri oleh perpisahan dengan para kekasih, dan segala sesuatu yang berada di atas tanah akan kembali menjadi tanah.”

Adapun tentang kampung akhirat, Ibnu Rajab mengilustrasikan, "Sebuah kampung yang penghuninya tak akan pernah mati, bangunannya tak akan pernah hancur, masa mudanya tak akan pernah menjadi tua, keindahan dan kebaikannya tak akan pernah berubah, anginnya sepoi-sepoi, airnya menyegarkan, para penghuninya silih berganti dilimpahi rahmat Tuhan Yang Maha Penyayang di antara yang menyayangi, dan mereka merasa senang dapat memandang wajah-Nya setiap waktu:


دَعْوٰىهُمْ فِيْهَا سُبْحٰنَكَ اللّٰهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيْهَا سَلٰمٌۚ وَاٰخِرُ وَاٰخِرُ دَعْوٰىهُمْ اَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ. (یونس: ١٠)
Artinya:
Doa mereka di dalamnya, ialah "Subhanakallohumma" (Maha Suci Engkau, ya Tuhan kami), dan salam penghormatan mereka ialah, "Salam" (salam sejahtera). Dan penutup doa mereka ialah, "Alhamdulillahi Robbilal'amin" (segala puji bagi Alloh Tuhan seluruh alam). (QS. Yunus: 10)

Isa a.s. berseru, "Wahai Bani Isroil, remehkanlah dunia ini, pastilah ia menjadi remeh bagi kalian. Rendahkanlah dunia ini, pastilah kalian akan dihormati di akhirat. Janganlah memuliakan dunia, pastilah akhirat dimudahkan bagi kalian. Sesungguhnya dunia ini tidak pantas dihormati karena setiap hari selalu mengajak kepada malapetaka dan kerugian."

Mencintai dunia selalu menyeret pada kesalahan lahir dan batin, khususnya kesalahan yang bergantung kepadanya. Mencintainya membuat pecintanya tidak menyadari kesalahan dan keburukannya, enggan membenci dan menghindarinya. Mencintainya hanya akan menjerumuskan ke dalam hal-hal yang samar, tidak disukai, diharamkan, dan sering menjerumuskan ke dalam kekufuran. Bahkan, cinta pada dunia inilah yang telah menyebabkan semua umat mendustakan para nabi mereka, mengantarkan mereka pada kekafiran dan kebinasaan. Sebab, ketika para rasul melarang mereka berbuat syirik dan maksiat yang digunakan untuk meraih dunia, cinta kepada dunialah yang telah menjadikan mereka menentang dan mendustakan para rosul. Semua kesalahan yang terjadi di dunia ini bersumber dari kecintaan pada dunia. Janganlah lupa bahwa penyebab kesalahan dua ibu bapak kita dahulu adalah mencintai keabadian. Dan janganlah lupa juga bahwa kesalahan iblis dan penyebabnya adalah mencintai kekuasaan yang justru lebih buruk daripada mencintai dunia. Karena hal ini pula, Fir'aun, Haman, dan para pengikutnya menjadi kafir. Begitu pula, Abu Jahal beserta kaumnya dan juga orang-orang Yahudi.

Jadi, mencintai dunia dan kekuasaanlah yang meramaikan neraka dengan penghuninya. Sebaliknya, sikap zuhud terhadap dunia dan kekuasaan meramaikan surga dengan penghuninya.

Akibat mabuk karena cinta dunia jauh lebih buruk daripada mabuk karena minuman keras. Orang yang mabuk karena dunia tidak akan pernah sadar, kecuali setelah dimasukkan ke dalam gelapnya liang lahat. Kalaulah penutupnya dibuka di dunia ini, pastilah dia akan menyadari itu bahwa mabuknya lebih parah daripada mabuk karena minuman keras.

Dunia itu memang sangat menyihir akal sehingga Malik bin Dinar berkata: "Waspadalah terhadap sihir dunia, waspadalah terhadap sihir dunia karena ia dapat menyihir hati para ulama." Yahya bin Mu'adz Ar-Rozi berkata: "Dunia itu arahnya setan. Siapa saja yang mabuk karenanya, dia tidak akan sadar, kecuali setelah bersama orang-orang yang mati dan menyesal bersama orang-orang yang merugi."

Akibat minimal dari mencintai dunia adalah melalaikan cinta kepada Alloh dan mengingat-Nya. Siapa saja yang dilengahkan oleh harta kekayaannya dari mengingat Alloh, pastilah dia termasuk orang-orang yang merugi. Seandainya hati lalai dari mengingat Alloh, pastilah ia dihuni setan dan disetir semaunya. Di antara kecerdikan setan dalam berbuat kejahatan adalah menjadikan seseorang merasa puas dengan sebagian perbuatan baik supaya orang itu beranggapan telah berbuat baik, padahal hatinya telah menjadi budaknya. Lalu, di mana letak kebaikannya bila dia sendiri justru menjadi budaknya.

Mencintai dunia merupakan sumber semua kesalahan dan dapat merusak agama karena beberapa alasan:

Pertama, mencintai dunia melahirkan pengagungan pada dunia, padahal ia sangat hina di sisi Alloh. Dan mengagungkan apa yang dianggap hina oleh Alloh termasuk dosa yang sangat besar.

Kedua, Alloh Ta'ala mengutuk, membenci, dan memurkai selain apa yang ditujukan untuk-Nya. Barang siapa yang menyenangi apa-apa yang dikutuk-Nya, dibenci-Nya, dan dimurkai-Nya, berarti dia telah menawarkan diri untuk dikutuk, dibenci, dan dimurkai-Nya.

Ketiga, orang yang mencintai dunia akan menjadikan dunia sebagai tujuan akhirnya, dan dia akan selalu berupaya untuk meraihnya melalui perbuatan-perbuatan yang sebenarnya dijadikan Alloh sebagai perantara kepada-Nya dan kepada kehidupan akhirat. Dia malah berbuat sebaliknya dan memutarbalikkan hikmah sehingga hatinya terbalik dan langkahnya mundur ke belakang.

Yunus bin Abd Al-A'la berkata: "Tidaklah aku mengumpamakan dunia ini, selain seperti orang tidur, lalu bermimpi melihat apa-apa yang dibenci dan disukainya. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba aku terjaga."

"Aku perhatikan manusia yang sengsara tidak bosan kepada dunia Karena mereka telanjang dan kelaparan di sana.
Meskipun ia disukai, aku memandangnya sebagai Awan musim panas yang tak lama lagi akan lenyap."

Hal yang lebih mirip dengan dunia adalah bayangan. Dikira ia memiliki hakikat yang tetap, padahal sebenarnya ia menyusut dan mengerut. Engkau mengejarnya untuk menggapainya, tetapi tetap saja tidak bisa meraihnya. Hal lain lagi yang lebih mirip dengannya adalah fatamorgana. Orang dahaga mengira air, padahal ketika mendatanginya, ia tidak menemukan apa-apa, selain ketetapan Alloh yang sudah ada di sisinya. Kemudian, Alloh menyerahkan perhitungan amalnya, dan Alloh sangat cepat perhitungan-Nya. Hal lain yang lebih mirip dengan dunia adalah mimpi, di dalamnya seseorang menyaksikan apa yang disukai dan dibencinya. Ketika terjaga, dia baru sadar bahwa hal itu ternyata tidak ada.

Demi Alloh, penyeru dunia telah menginformasikan di hadapan semua makhluk: "Marilah mengejar ketidakberuntungan." Lalu, bangkitlah orang-orang yang bersungguh-sungguh dan tergila-gila kepada dunia; mereka mencarinya dari pagi sampai sore hari dan terbang dalam memburunya. Namun, tak seorang pun yang kembali, melainkan dalam keadaan sayap patah. Mereka terjerembap di dalam jaringnya, lalu diserahkan untuk disembelih.

Abu Al-'Ala' berkata: Aku pernah bermimpi melihat seorang wanita tua yang mengenakan seluruh perhiasan dunia. Orang-orang mengerumuninya sambil terkagum-kagum menyaksikannya, aku pun ikut datang dan melihatnya. Aku merasa heran terhadap tingkah laku orang-orang yang memandanginya dan menyambutnya. Aku bertanya kepadanya, "Celaka kamu! Siapakah kamu ini?" Wanita itu menjawab, "Engkau tidak mengenaliku?" Aku jawab, "Tidak." la berkata lagi, "Akulah dunia." Aku katakan, "Aku berlindung kepada Alloh SWT dari kejahatanmu." Ia menambahkan, "Apabila engkau ingin dilindungi dari kejahatanku, hindarilah semua perbuatan maksiat yang besar dan yang kecil, dan sering-seringlah berzikir kepada Allah SWT."

Abu Bakar bin Iyasy berkata: Aku pernah bermimpi melihat dunia dalam bentuk seorang wanita tua berupa buruk dan beruban sedang menepukkan kedua tangannya, dan diikuti oleh orang-orang yang juga bertepuk tangan dan menari-nari. Setelah berada di dekatku, ia menghampiriku seraya berkata: "Andai aku bisa memelukmu, pastilah aku memperlakukanmu seperti yang aku lakukan terhadap mereka." Abu Bakar pun menangis.

Ali r.a. telah mengilustrasikan dunia dalam ucapannya: "Sebuah kampung, yang orang sehat menjadi tua renta, orang sakit menjadi menyesal, orang memerlukannya menjadi sedih, orang kaya ditimpa bencana. Kehalalannya mengandung perhitungan, dan keharamannya mengandung neraka."

Ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Dunia adalah tempat tinggal bagi orang yang tidak memilikinya, kekayaan bagi orang yang tidak memilikinya, dan yang dihimpun oleh orang yang tidak berakal.

"Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Al-Hasan, yang isinya: "Dunia ini tempat persinggahan, bukan tempat menetap. Adam diturunkan ke dunia sebagai hukuman. Jadi, waspadailah dunia, wahai Amirul Mukminin. Bekal yang dihimpun di dalamnya pasti akan ditinggalkan, kekayaannya sebenarnya kemiskinannya, ia akan memakan korbannya dalam segala kondisi, ia menghinakan orang yang memuliakannya, ia menjadikan orang yang mengumpulkannya selalu merasa kurang, ia bagaikan racun yang dimakan orang yang tidak mengenalinya dan mengakibatkan kematiannya. Jadilah di dunia ini bagaikan orang yang mengobati luka-lukanya dengan cara berdiet sementara waktu karena khawatir terjadinya hal yang tidak disukainya pada waktu yang panjang, dan bersabar menahan pahitnya obat karena khawatir panjangnya penderitaan itu. Oleh karena itu, waspadailah dunia yang penuh tipu daya, khayalan, dan ilusi ini. Ia menghiasi diri dengan ilusinya, menimbulkan bencana dengan tipu dayanya, memberikan khayalan dengan angan-angannya, dan memikat dengan tutur katanya. Ia bagaikan pengantin wanita yang cantik jelita, yang semua mata memandangnya, semua hati terpikat padanya, dan semua jiwa merindukannya. Padahal, bagi suaminya sendiri, ia hanyalah seorang pembunuh. Orang yang masih ada tidak mengambil pelajaran dari yang telah tiada, dan orang yang datang kemudian tidak mau mengambil peringatan dari orang yang datang terlebih dahulu. Manakala orang yang mengenal Alloh diberi tahu tentang dunia, dia langsung ingat. Sebaliknya, orang yang sangat merindukannya dan telah berhasil meraihnya untuk memenuhi kebutuhannya, pastilah terpedaya, melampaui batas, dan melupakan tempat kembalinya. Dia mencurahkan pikirannya untuk dunia sampai-sampai kakinya tergelincir. Akibatnya, dia sangat menyesal dan bersedih, yang akhirnya menyatu dalam dirinya antara sekarat dan kepedihannya, kesedihan terhadap yang terlewatkan dan kekurangannya. Dunia pun pergi meninggalkannya dalam keadaan patah hati, apa yang dicarinya tidak sempat diraihnya, jiwanya tak pernah diistirahatkan dari kelelahan, dan akhirnya ia pun meninggal tanpa bekal dan datang tanpa persiapan. Jadi, waspadailah ia (dunia), wahai Amirul Mukminin! Hal yang paling membahagiakanmu padanya adalah hal yang harus lebih engkau waspadai. Sebab, setiap kali pemilik dunia merasa tentram dengannya, pastilah ia (dunia) akan mengarahkannya pada kondisi yang tidak disukai. Orang yang bahagia karena dunia, besok lusa akan celaka. Kebahagiaan dunia akan diikuti oleh kesengsaraan, kekekalan padanya diarahkan pada kematian, kesenangannya bercampur dengan kesedihan, tidak akan kembali darinya apa yang telah berlalu dan telah pergi, tak diketahui pula apa yang bakal terjadi agar bisa diantisipasi. Angan-angannya kosong, cita-citanya sia-sia, kejernihannya keruh, dan kehidupannya sulit. Kalaulah Penciptanya tidak pernah menyampaikan suatu berita tentangnya dan tidak pernah memberikan perumpamaan, pastilah dunia akan membangunkan orang yang tidur dan mengingatkan orang yang lalai. Bagaimana pun, sesungguhnya telah datang keterangan dari Alloh Azza wa Jalla yang berisi larangan dan nasihat. Di sisi Alloh, dunia tidak bernilai dan berharga, bahkan Alloh tidak pernah memandangnya sejak Dia menciptakannya. Sungguh, dunia ini telah ditawarkan kepada Nabi ﷺ lengkap dengan semua kunci dan perbendaharaannya yang tidak akan mengurangi nilai beliau di sisi Alloh, walaupun seberat sayap nyamuk. Namun, beliau tidak mau menerimanya, dan tidak menyukai apa yang tidak disukai Penciptanya atau tidak mau meninggikan apa yang direndahkan Pemiliknya. Menghindarinya adalah pilihan orang-orang saleh, dan menyenanginya adalah tipu daya musuh-musuh Alloh. Orang yang terpedaya dan mampu menguasainya menduga bahwa dirinya telah mulia karenanya, dan melupakan apa yang diperbuat Alloh terhadap nabi Muhammad ﷺ ketika beliau terpaksa mengikatkan batu di perutnya."

Al-Hasan pernah berkata pula, "Hai keturunan Adam, janganlah engkau gantungkan hatimu pada dunia, karena itu berarti engkau telah bergantung pada seburuk-buruk tempat bergantung. Putuskanlah tali-talinya dan tutuplah pintu-pintunya. Hai keturunan Adam, cukuplah bagimu dari dunia itu apa yang bisa mencukupi kebutuhanmu saja." 

Ali berkata lagi: "Sebagian orang memuliakan dunia, lalu ia (dunia) menyalib mereka di atas kayu. Oleh karena itu, rendahkanlah dunia, dan berbahagialah kalian apabila merendahkannya. Bagaimanapun, dunia ini akan sirna, sedangkan amal perbuatan tetap kekal laksana kalung-kalung yang digantungkan di leher."

Isa Al-Masih 'alaihissalam berkata: "Janganlah menjadikan dunia sebagai Tuhan sebab ia akan menjadikan kalian sebagai hamba. Lewatilah dunia ini dan jangan menetap di dalamnya. Ingatlah! Sumber segala kesalahan adalah mencintai dunia. Berapa banyak syahwat yang telah mewariskan kesedihan menahun untuk pemiliknya. Tidaklah dunia itu bersemayam di hati seorang hamba, melainkan hatinya akan menanggung tiga hal; kesibukan yang kelelahannya tak kunjung hilang, kemiskinan yang kecukupannya tak kunjung datang, dan angan-angan yang tiada berujung. Dunia adalah pencari sekaligus yang dicari. Orang yang mencari akhirat akan dicari oleh dunia hingga rezekinya terpenuhi, sedangkan orang yang mencari dunia akan dicari oleh akhirat ketika ajalnya tiba lalu mencengkram lehernya. Hai orang-orang Hawariyin, puaslah dengan kekurangan dunia, tetapi selamat agama, sebagaimana penghuni dunia merasa puas dengan kurang agama meskipun dunia mereka berlimpah!"

Abu Hurairah r.a. berkata: "Dunia ini terkatung-katung antara langit dan bumi sejak Alloh Ta'ala menciptakannya sampai suatu hari Alloh melenyapkannya. Ia menyeru Tuhannya, 'Ya Tuhan, janganlah engkau murka kepadaku.' Alloh menjawab, 'Diam kamu, hai yang tidak ada apa-apanya. Diam kamu, hai yang tidak ada apa-apanya'." 

Al-Fudhail pernah berkata: "Pada hari Kiamat, dunia akan datang dan membanggakan diri karena perhiasan dan kecantikannya. la berkata, 'Ya Tuhan, jadikanlah aku rumah untuk hamba-hamba-Mu yang terbaik.' Tuhan menjawab, 'Aku tidak meridhoimu untuknya. Engkau tidak ada apa-apanya. Jadilah engkau debu yang ber hamburan'."

Isa Al-Masih juga pernah berkata, "Dunia ini laksana jembatan maka lintasilah ia dan jangan kalian diami.

Perumpamaan Isa Al-Masih tersebut benar, karena kehidupan ini memang jembatan menuju akhirat. Buaian ibu merupakan pilar pertama yang berada di awal jembatan, sedangkan liang lahat adalah pilar terakhir yang berada di akhir jembatan. Di antara manusia ada yang bisa melintasi separuh jembatan, ada yang bisa melintasi sepertiganya, ada pula yang tinggal selangkah, tetapi dia tidak menyadarinya. Apa pun keadaannya, jembatan itu haruslah dilintasi. Siapa saja yang berhenti untuk mendirikan bangunan di atasnya dan menghiasinya dengan beragam perhiasan, padahal dia dianjurkan agar segera melintasinya, maka dia sangatlah bodoh.

Jika ada orang yang mengatakan bahwa langit dan bumi ini dipenuhi oleh biji sawi, lalu setiap seribu tahun ada seekor burung yang memindahkan satu biji sawi, pastilah semua biji itu akan habis. Sementara akhirat tidak akan pernah berakhir. Jadi, bandingan dunia dengan akhirat itu laksana satu biji sawi dengan biji-bijian yang tak terhingga. Dunia ini adalah satu hembusan napas dari banyak hembusan napas akhirat dan salah satu saat dari saat-saat di akhirat.

Musa 'alaihis salam juga pernah berkata, "Wahai Tuhanku, perlihatkan kepadaku salah seorang dari wali-wali-Mu." Tuhan menjawab, "Carilah di tempat ini dan itu." Musa pun mencarinya, tetapi di sana dia hanya menemukan tulang-belulang seorang laki-laki yang telah dimakan binatang buas. Dia berkata, "Ya Tuhan, aku tidak melihat apa-apa, selain tulang belulang." Tuhan menjawab, "Ia adalah tulang-belulang seorang wali-Ku." Dia bertanya, "Ya Tuhan, mengapa Engkau kirim binatang buas untuk memakannya?" Tuhan menjawab, "Benar, demi kemuliaan-Ku, tidaklah Aku mengeluarkannya dari dunia, kecuali dalam keadaan lapar dan haus." Musa bertanya lagi, "Wahai Tuhan, mengapa begitu?" Tuhan menjawab, "Karena kedudukannya (yang tinggi) di sisi-Ku. Kalaulah engkau sempat melihatnya, pastilah jiwamu binasa karena rindu kepadanya. Aku tidak rela dunia ini diperuntukkan bagi salah seorang dari wali-wali-Ku."

Tentang firman Allah Ta'ala:


زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِيْنَ. (الــ عـمـران :١٤)

Artinya:

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa apa yang diingini, yaitu wanita-wanita dan anak-anak." (Q.S. Ali Imran: 14)

Ibnu Al-Qayyim rahimahulloh berkata, "Yang dimaksud adalah anjuran bersikap zuhud terhadap dunia yang fana dan akan sirna ini, anjuran agar menyenangi kehidupan yang kekal lagi terus berlangsung, penghinaan terhadap orang yang mengutamakan segala perhiasannya dan disejajarkan dengan kedudukan anak kecil yang memandang indah permainannya sehingga merasa senang dan ceria. Hanya saja, dalam ayat tersebut tidak disebutkan subjek yang menjadikan indah tersebut, sehingga Dia tidak berfirman, "Kami menjadikan indah untuk manusia." Alloh mengaitkan perbuatan menjadikan indah dunia ini dengan beragam ketundukan terhadap godaan setan, sebagaimana firman-Nya:


وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ. (الأنغام: ٤٣)

Artinya:

"Dan setan pun menghiasi untuk mereka apa-apa yang mereka kerjakan." (QS. Al-An'am: 43)


Dan firman-Nya: 

وَكَذَٰلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ قَتْلَ أَوْلَادِهِمْ شُرَكَاؤُهُمْ. (الأنغام: ١٣٧)

Artinya:

"Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang yang musyrik itu memandang baik tindakan membunuh anak-anak mereka." (QS. Al-An'am: 137)  sampai akhir ucapannya. 


Seandainya orang yang berakal diuji dengan dunia, tersingkaplah baginya sosok seorang musuh dalam pakaian seorang kawan.

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu berkata, "Apabila engkau ingin mengetahui nilai dunia, lihatlah di tangan siapa ia berada."

Sufyan At-Tsauri berkata lagi, “Tidak ada kebaikan bagi seorang qori' yang mengagungkan penghuni dunia."

Adapun Yahya bin Mu'adz Ar-Rozi rahimahullohu berkata, "Agama seorang hamba akan tetap rusak selama hatinya bergantung pada cinta dunia."


Thursday, July 28, 2022

Kisah Cinta Paling Menakjubkan Dalam Sejarah

 "Sungguh, aku telah dikaruniai cintanya." Nabi Muhammad .

Ini adalah kisah cinta paling menakjubkan dalam sejarah peradaban manusia. Kisah ini bukan kisah cinta antara Qais dengan Laila, dan bukan pula kisah asmara antara Romeo dengan Juliet. Karena kisah mereka tidak berakhir dengan pernikahan, yang merupakan ujian sesungguhnya bagi cinta. Cinta sejati adalah cinta yang terus bersemi setelah menikah hingga salah satu dari mereka dijemput oleh kematian.

Maka kisah cinta yang paling agung dan paling menakjubkan sepanjang sejarah adalah cinta Nabi Muhammad  kepada Ibunda Khadijah r.a. Kisah beliau adalah kisah cinta sejati, bahkan hingga istri yang dicintainya meninggal dunia.

Di dalam bukunya, Al-Jaza' min Jinsi Al-'Amal (2/59-62), Al-Affani menyebutkan bahwa ibunda Khadijah r.a adalah penghulu seluruh wanita pada zamannya, ibunda dari Al-Qasim dan semua anak-anak Nabi. Dialah orang yang pertama mengimani dan membenarkan kenabian suaminya sebelum siapa pun. la pula yang meneguhkan pendirian beliau, dan pergi membawa beliau menemui pamannya, serta menyokong dakwah beliau dengan hartanya.

Nabi  memuliakan dan mengutamakan ibunda Khadijah dari seluruh istri-istri beliau, sehingga Aisyah berkata, "Aku tidak pernah cemburu sebagaimana kecemburuanku terhadap Khadijah, karena Nabi  sering sekali menyebut-nyebut namanya."

Diantara kemuliaan Khadijah bagi Nabi  adalah bahwa beliau belum pernah menikah dengan wanita lain sebelumnya, dan dari rahimnyalah terlahir anak-anak beliau. Beliau juga tidak menikah dengan wanita lain sampai istrinya meninggal dunia. Ketika itulah beliau merasa berduka dan kehilangan, karena ibunda Khadijah adalah sebaik-baik istri.

Al-Mubarakfuri juga mengomentari kedudukan Khadijah di sisi Nabi  dalam buku tarikhnya, Ar-Rahiqul Makhtum (hal. 224), "Sosok Khadijah merupakan nikmat Alloh yang paling agung bagi Rosululloh. Selama seperempat abad hidup bersamanya, dia senantiasa menghibur saat beliau cemas, memberikan dorongan di saat-saat paling kritis, menyokong penyampaian risalahnya, ikut serta bersama beliau dalam rintangan yang menghadang jihad, dan selalu membela beliau, baik dengan jiwa maupun hartanya."

Untuk mengenang jasa-jasa istrinya, Nabi Muhammad  bertutur, "Alloh tidak memberikan ganti kepadaku yang lebih baik darinya. la telah beriman kepadaku saat manusia tidak ada yang beriman, dia membenarkanku saat manusia mendustakan, dia mengeluarkan hartanya untukku saat manusia tidak mau memberikannya. Alloh mengaruniaiku anak darinya, sementara tidak dikaruniakan kepadaku dari selainnya." (Musnad Ahmad, nomor 24864).

Maka, tidaklah berlebihan jika beliau betul-betul mencintai istrinya ini, sepanjang hidupnya, dan juga setelah kematiannya.

Berikut ini adalah bukti cinta Nabi  kepada ibunda Khadijah. Hingga ketika meninggal dunia pun, beliau tetap mengenangnya dan memuji-mujinya, serta memuliakan teman-teman dan juga saudarinya.

Di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ibunda Aisyah berkata, "Aku tidak pernah cemburu terhadap seorang pun dari istri-istri Nabi  sebagaimana kecemburuanku terhadap Khadijah. Aku tidak pernah melihatnya, tetapi Nabi  berulang kali menyebut-nyebut namanya. Terkadang beliau menyembelih seekor kambing, lalu memotong daging-dagingnya, lalu beliau mengirimkannya kepada teman-teman Khadijah. Aku pernah berkata kepada beliau, "Seolah-olah di dunia ini tidak ada wanita lain selain Khadijah."

Beliau kemudian bersabda, “Memang begitulah keutamaan dan kemuliaan Khadijah. Darinyalah aku mendapatkan anak." (HR. Al-Bukhari, nomor 3818).

Pun, beliau juga menghormati saudari Khadijah, Halah binti Khuwailid. Aisyah menceritahkan bahwa suatu ketika Halah binti Khuwailid datang untuk meminta izin bertemu dengan Rosululloh ﷺ. Tiba-tiba beliau teringat dengan permintaan izin yang dilakukan oleh istrinya, Khadijah, sehingga beliau menjadi senang dengan kedatangannya. Beliau bersabda, "Ya Alloh, jadikanlah Khadijah bercahaya." Aisyah pun cemburu, dan mengatakan, "Engkau masih ingat dengan wanita Quraisy yang sudah tua renta dan sudah lama meninggal dunia. Sungguh, Alloh telah memberikan ganti kepadamu dengan wanita yang lebih baik darinya." (HR. Al- Bukhari, nomor 3821). 

Dalam redaksi yang lain, Aisyah menceritakan, "Aku tidak pernah cemburu terhadap seorang wanita sebagaimana kecemburuanku terhadap Khadijah, yang sudah meninggal sebelum Nabi  menikahiku tiga tahun setelahnya. Karena aku sering mendengar beliau memuji-muji sebagai pertanda kecintaan beliau kepadanya. Alloh juga telah memerintahkan beliau untuk memberikan kabar gembira kepadanya dengan sebuah rumah di surga. Jika menyembelih seekor kambing, beliau menghadiahkannya kepada kerabat, kenalan dan teman-teman Khadijah." (HR. Al-Bukhari, nomor 6004 dan Muslim, nomor 2435).

Aisyah juga pernah memberikan kesaksian, "Aku tidak pernah cemburu terhadap istri Nabi  kecuali terhadap Khadijah, padahal aku belum pernah bertemu dengannya.” lanjut Aisyah, "Jika Rosululloh menyembelih seekor kambing, beliau akan berkata, "Tolong kirimkan kambing ini kepada teman-teman Khadijah." Pernah suatu hari aku membuat beliau marah dengan mengatakan, "Khadijah?" lalu Rosululloh bersabda, "Inni qad ruziqtu hubbaha...., Sungguh, aku telah dikaruniai cintanya.” (HR. Muslim, nomor 2435).

Demikianlah cinta beliau .

Beliau bahkan, kata Ahmad Salim Baduwailan, sama sekali tidak pernah melupakan istrinya hingga empat belas tahun setelah wafatnya.

Adakah cinta yang lebih menakjubkan melebihi cinta beliau  kepada istrinya tercinta, ibunda Khadijah?




Saturday, July 23, 2022

IBLIS PUN INGIN BERTAUBAT

Iblis pernah mendatangi Nabi Musa. Dia berkata kepada Nabi Musa:

"Engkau adalah orang yang Alloh pilih untuk menyampaikan Risalah-Nya dan juga diberi wahyu secara langsung oleh-Nya. Dan aku adalah satu makhluk dari beberapa makhluk Alloh. Aku hendak bertaubat kepada Tuhanmu. Mintakanlah kepada-Nya agar Dia mau membuka pintu taubat kepadaku!".

Nabi Musa senang mendengar pernyataan dari Iblis. Kemudian Nabi Musa berwudlu dan sholat serta memanjatkan doa-doa kepada Alloh. Dalam doanya beliau berkata: "Ya Tuhan! Sesungguhnya Iblis adalah satu makhluk di antara makhluk-Mu. Dia mau bertaubat, maka berilah pertaubatan kepadanya!"

Sebagai jawaban maka diucapkanlah kepada Nabi Musa as:

"Wahai Musa! Dia tidak akan bertaubat!"

"Ya Tuhan! Sesungguhnya dia meminta pertaubatan kepada-Mu!" Nabi Musa memaksa.

Akhirnya Alloh swt memberikan wahyu kepada Nabi Musa:

"Aku mengabulkan permintaanmu, Wahai Musa! Maka perintahkanlah dia agar dia bersujud kepada kuburannya Adam yang dengannya aku akan memberi taubat kepada Iblis".

Setelah itu Nabi Musa kembali dalam keadaan bahagia, lalu Nabi Musa pun memberi kabar bahagia itu kepada Iblis bahwa permintaannya dikabulkan oleh Alloh swt. Tanpa banyak penjelasan Nabi Musa menyampaikan apa yang diwahyukan oleh Alloh, yakni Iblis harus bersujud kepada kuburannya Nabi Adam. Akan tetapi setelah Iblis mendengarkan pesan itu, ia membalas dengan amarah dan kesombongan yang kemudian Iblis berkata:

"Saat Adam masih hidup saja aku tidak mau menyembahnya apalagi saat dia sudah mati!!".

Iblis berkata lagi kepada Musa:

"Hai Musa! Aku berhutang budi kepadamu karena kau masih mau memintakan pertolongan kepada Tuhanmu untukku. Maka sudah pantas apabila aku memberimu nashihat (pesan) yaitu engkau harus mengingatku saat engkau berada dalam tiga keadaan: 

Pertama, saat engkau marah. Sesungguhnya saat engkau marah saat itu juga sebenarnya aku berada dalam hatimu, melekat layaknya darah yang mengalir. 

Kedua, ingatlah aku saat engkau bertemu dengan musuh dalam gemuruhnya perang. Sebab sesungguhnya aku mendatangi anak Adam saat dia bertemu dengan musuhnya, dan jika dia ingat kepadaku dalam keadaan seperti itu maka aku akan mengingatkan dia akan istri, anak dan hartanya. Dengan demikian dia akan berpaling dari musuhnya. 

Ketiga, takutlah engkau untuk duduk bersama perempuan yang tidak bersama dengan mahrom. Sebab saat engkau dalam keadaan demikian aku akan menjadi utusan perempuan itu kepadamu dan aku juga akan menjadi utusanmu kepada perempuan itu".


Wallohu A'lam


KESIMPULAN :

Hal yang sangatlah Alloh benci adalah amarah. Alloh dzat yang maha sabar telah melarang kepada hambanya untuk bermarah-marah. Hendaknya bagi orang yang marah mengikuti saran yang tertulis di dalam cuplikan di atas. Hal itu agar supaya tali persaudaraan tetap utuh dan orang tersebut juga akan tercatat sebagai Penyabar (as-Shobur) di sisi Alloh swt.

SUMBER:
Kitab Tanbihul Ghofilin (تَنْبِيْهُ الْغَافِلِيْنَ), Haromain, hlm. 85