Dalam QS. Kahfi ayat 60-82 diceritakan mengenai nabi Musa as. yang mencari ilmu kepada Nabi Hidzir. Saat itu Musa ditanya oleh sahabat- sahabatnya, "Wahai Musa, apakah ada orang yang lebih alim dari engkau?"
Musa menjawab, "Tidak ada yang lebih alim daripada aku. Orang yang paling alim adalah aku."
Selesai berkata demikian, Musa mendapat wahyu dari Allah. Allah Swt berfirman kepada Musa, "Wahai Musa, ada seseorang yang jauh lebih alim daripada kamu. Orang itu bernama Hidzir Carilah ia di pertemuan antara dua laut. Jika kamu menyaksikan ikan yang telah mati dapat hidup kembali, maka di situlah Hidzir berada."
Musa mengikuti apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Ia mengajak seorang sahabatnya untuk mencari dimana Hidzir berada. Ia berangkat menelusuri tepi laut. Setelah berjalan sekian lama, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak karena waktu sholat telah tiba. Selesai sholat mereka melanjutkan perjalanannya kembali.
Tak berapa lama, mereka memutuskan untuk kembali beristirahat. Musa dan sahabatnya membuka bekal yang telah mereka bawa, tiba-tiba hilang. Musa lalu teringat wahyu Allah Swt.
Bergegas Musa mengajak sahabatnya untuk kembali ke tempat dimana mereka tadi sholat. "Ayo kita kembali ke tempat tadi kita sholat." Ajak Musa pada sahabatnya.
Sesampainya di tempat istirahat pertama, Musa mendapati seseorang yang sedang berdiri sholat. "Pasti ini adalah Hidzir seperti apa yang telah difirmankan Allah kepadaku," gumam Musa dalam hati.
Melihat Hidzir selesai sholat, Musa segera menyapanya, “Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam Musa," jawab Hidzir.
Alangkah terkejutnya Musa mengetahui kalau orang itu mengetahui namanya. "Bagaimana kamu bisa tahu kalau aku ini adalah Musa? Siapa yang memberitahu kamu kalau aku ini Musa? Padahal aku belum memperkenalkan namaku padamu." tanya Musa dengan penuh keheranan.
Dengan tenang Hidzir menjawab, "Yang memberitahu aku adalah sama dengan yang memberitahu kamu kalau aku ini adalah Hidzir." Musa lalu mengutarakan apa yang menjadi tujuannya mencari Hidzir, "Wahai Nabi Hidzir, aku hendak berguru ilmu kepadamu. Aku ingin mengikuti dan belajar darimu."
"Aku tidak bisa Musa, karena menurutku kamu tidaklah mampu mengikuti aku," jawab Hidzir.
Musa mendesak Hidzir agar mau mengijinkan dia mengikutinya. Akhirnya Hidzir menjawab, "Baiklah Musa aku mengijinkanmu mengikuti aku, tapi dengan syarat. Kamu tidak memprotes apapun yang aku lakukan sebelum aku menjelaskan maksudnya."
Musa menerima syarat dari Hidzir. Ia lalu menyuruh sahabatnya untuk pulang. Ia akan mengikuti Hidzir seorang diri. Musa dan Hidzir memulai perjalanan mereka menyusuri tepi lautan. Di tengah perjalanan, mereka menjumpai sekelompok nelayan yang hendak menyeberangi lautan. Hidzir lalu berkata kepada para nelayan itu bahwa ia hendak menumpang perahu mereka. Para nelayan itu berdiskusi sejenak, lalu mereka mengijinkan Hidzir dan Musa untuk menumpang
perahu mereka. Di tengah penyeberangan, Hidzir tiba-tiba melubangi bagian bawah perahu nelayan itu hingga perahu itu berlubang. Airpun masuk ke dalam perahu. Para penumpang di suruh menguras air secara bersama-sama.
Begitu tiba di tepi pantai, Musa berkata pada Hidzir, "Hai Hidzir, sadarkah kamu dengan apa yang baru kamu perbuat? Kamu hampir saja membunuh seluruh penumpang perahu. Kamu benar-benar tidak tahu terima kasih, para nelayan itu sudah berbaik hati kepada kita. Mereka memberi kita tumpangan hingga kita bisa menyeberang secara gratis. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu justru merusak perahu mereka. Perahu yang semula bagus, kini menjadi berlubang."
Dengan tenang Hidzir menjawab, "Wahai Musa, bukankah kamu sudah berjanji untuk tidak memprotes apapun yang aku lakukan."
Mendengar jawaban Hidzir, Musa segera meminta maaf pada Hidzir dan berjanji tidak akan memprotes lagi. Mereka lalu melanjutkan perjalanan masuk ke dalam desa. Tak lama kemudian Musa kembali dibuat terkejut dengan apa yang dilakukan Hidzir. Dua orang anak kecil yang sedang asyik bermain tiba-tiba dibunuh oleh Hidzir. Dua bocah kecil itu tewas seketika.
Untuk kedua kalinya Musa memprotes apa yang dilakukan Hidzir, “Hidzir, aku benar-benar tidak mengerti apa yang kamu lakukan. Kamu telah membunuh dua anak kecil yang sedang asyik bermain. Padahal mereka tidak melakukan apapun yang menggangu kamu. Apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan kedua orang tua mereka?" kata Musa dengan emosi.
Dengan tenang Hidzir kembali menjawab, "Wahai musa, bukankah kamu sudah berjanji tidak memprotes apapun yang aku lakukan." Untuk kedua kalinya pula Musa meminta maaf pada Hidzir dan berjanji tidak akan memprotes lagi.
Perjalanan mereka lanjutkan kembali meskipun perut mereka terasa lapar. Hidzir
lalu mengajak Musa untuk meminta-minta, mereka berharap ada seseorang yang mau berbaik hati memberi mereka makanan. Tapi sepanjang perjalanan mereka, tak satupun yang memberi makanan. Hingga mereka tiba di sebuah rumah yang hampir roboh. Hidzir lalu mengajak Musa untuk memperbaiki rumah tersebut. Dalam keadaan perut yang lapar, mereka memperbaiki rumah tersebut hingga berhari-hari.
Begitu rumah tersebut selesai diperbaiki, Musa tidak dapat menahan rasa kesalnya pada Hidzir. "Wahai Hidzir, apa yang sebenarnya kamu inginkan? Kamu tahu bahwa kita saat ini sangat kelaparan. Kita membutuhkan makanan agar kita dapat melanjutkan perjalanan kita. Kita sudah berusaha meminta-minta tapi tak ada satupun yang memberi kita makanan. Seharusnya kita mencari pekerjaan agar kita bisa mendapatkan upah untuk membeli makanan. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu justru memperbaiki rumah yang kita tidak tahu milik siapa, tanpa upah lagi. Hanya kelelahan yang kita dapatkan," kata Musa dengan penuh amarah.
"Wahai Musa, sudah saatnya kita untuk berpisah. Bukankah sudah aku katakan kepadamu sejak awal pertemuan kita, bahwa aku akan mengijinkanmu mengikuti aku dengan syarat kamu tidak boleh memprotes apapun yang aku lakukan. Tetapi sekarang, kamu telah memprotesku sebanyak 3 kali," kata Hidzir.
Setelah diam sejenak Hidzir lalu melanjutkan, "Sebelum kita berpisah, aku akan
menjelaskan tiga kejadian tersebut. Yang pertama mengenai perahu milik nelayan tadi. Perlu kamu ketahui kalau daerah ini dikuasai oleh raja yang dzalim. Ia suka merampas perahu yang bagus. Perahu tadi adalah milik orang miskin, jika raja mengetahuinya maka raja akan merampasnya. Padahal itu adalah satu-satunya benda berharga yang dimilikinya. Karena itu aku melubanginya."
"Lalu yang kedua, anak-anak kecil itu memiliki orang tua yang sholeh. Tapi kedua anak kecil itu kelak akan durhaka. Daripada kedua anak itu berdosa kelak, lebih baik mereka meninggal sekarang, disaat mereka belum baligh. Lagipula kasihan orang tuanya jika kelak anaknya durhaka," kata Hidzir.
"Dan yang terakhir, rumah yang kita perbaiki tadi adalah rumah anak yatim. Di dalam rumah tersebut terdapat peninggalan harta orang tuanya. Kelak jika anak yatim itu dewasa, harta peninggalan orang tuanya dapat bermanfaat untuk dirinya. Jika kita biarkan rumah itu roboh tentu anak yatim tersebut tidak akan menemukan harta peninggalan orang tuanya. Itulah penjelasan dari semua yang aku lakukan. Kini saatnya kita berpisah," jelas Hidzir panjang lebar.
Selesai berkata demikian, Hidzir pergi dan baru beberapa langkah saja, Hidzir sudah menghilang. Dan Musa hanya bisa menatap kepergian Hidzir.
No comments:
Post a Comment
Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.