PENGERTIAN
ILMU MAWARIS
Mawaris (مَوَارِثُ) adalah bentuk jamak dari
kata "Mirats (مِيْرَاثٌ)" yang
artinya “harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia".
Sedangkan menurut istilah ialah:
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ مَنْ يَرِثُ وَمَنْ لَا يَرِثُ وَمِقْدَارُ
كُلِّ وَارِثٍ وَكَيْفِيَّةُ التَّوْزِيْعِ
Artinya:
"Ilmu untuk
mengetahui orang-orang yang berhak menerima warisan, orang-orang yang tidak
berhak menerimanya, bagian masing-masing ahli waris dan cara pembagiannya."
Atau juga
didefinisikan dengan:
اَلْفِقْهُ
الْمُتَعَلِّقُ بِالْإِرْثِ وَمَعْرِفَةِ الْحِسَابِ الْمُوْصِلِ إِلٰى مَعْرِفَةِ
الْقَدْرِ الْوَاجِبِ مِنَ التِّرْكَةِ لِكُلِّ ذِيْ حَقٍّ
Artinya:
"Pengetahuan yang
berkaitan dengan harta warisan dan perhitungan untuk mengetahui kadar harta
pusaka yang wajib diberikan kepada tiap orang yang berhak."
Ilmu
mawaris disebut juga dengan ilmu Faroidh (فَرَائِضُ),
bentuk jamak dari “Faridhoh (فَرِيْضَةٌ)" yang
artinya "bagian tertentu” atau "ketentuan".
Disebut
dengan ilmu mawaris karena dalam ilmu ini dibicarakan hal-hal yang berkenaan
dengan harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. Dinamakan ilmu
faroidh karena dalam ilmu ini dibicarakan bagian-bagian tertentu yang telah
ditetapkan besarnya bagi masing-masing ahli waris. Kedua istilah tersebut
prinsipnya sama, yaitu ilmu yang membicarakan tentang segala sesuatu yang
berkenaan dengan tirkah (تِرْكَةٌ
= harta peninggalan) orang yang meninggal.
HUKUM
MEMPELAJARI ILMU MAWARIS
Kalau
melihat hadis Nabi saw. yang memerintahkan mempelajari ilmu mawaris, maka hukum
mempelajarinya adalah wajib.
اَلْأَصْلُ
فِي الْأَمْرِ لِلْوُجُوْبِ
Artinya:
“Asal hukum perintah
adalah wajib."
Pengertian wajib di sini adalah wajib kifayah. Jika di suatu tempat tertentu ada yang mempelajarinya, maka sudah terpenuhi tuntutan rosul. Tapi jika tidak ada yang mempelajarinya, maka semua orang berdosa.
Permasalahan
yang muncul sekarang adalah banyak orang yang tidak memahami ilmu mawaris,
sehingga sangat sulit mencari orang-orang yang benar-benar menguasai ilmu ini.
Di sisi lain banyak anggota masyarakat yang tidak mau tahu dengan ilmu mawaris,
sehingga akibatnya mereka membagi harta warisan menurut kehendak mereka sendiri
dan tidak berpijak pada cara-cara yang benar menurut Islam. Misalnya, pembagian
harta warisan sama rata antara semua anak. Bahkan anak angkat memperoleh
bagian, cucu mendapat bagian walaupun ada anak almarhum (orang yang meninggal)
dan lain-lain. Kenyataan ini terutama akibat tidak memahaminya aturan yang
digariskan dalam ilmu mawaris.
TUJUAN ILMU
MAWARIS
ⓐ Secara umum tujuan mempelajari ilmu mawaris adalah agar dapat
melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli waris yang berhak menerimanya
sesuai dengan ketentuan syari'at Islam.
ⓑ Agar diketahui secara jelas siapa orang yang berhak menerima
harta warisan dan berapa bagian masing-masing.
ⓒ Menentukan pembagian harta warisan secara adil dan benar,
sehingga tidak terjadi perselisihan di antara manusia yang dikarenakan harta
yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.
Alloh swt.
berfirman:
تِلْكَ
حُدُوْدُ اللّٰهِ. وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ يُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ
تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا. وَذٰلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيْمُ. وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ
يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِداً فِيْهَا. وَلَهٗ عَذَابٌ مُهِيْنٌ. (النساء: ١٣-١٤)
Artinya:
"Itulah
batas-batas (hukum) Alloh. Barang siapa taat kepada Alloh dan rosul-Nya, Dia
akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung. Dan
barang siapa mendurhakai Alloh dan rosul-Nya dan melanggar batas-batas
hukum-Nya, niscaya Alloh memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di
dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan." (QS.
An-Nisa’: 13-14)
KEDUDUKAN ILMU
MAWARIS
Ilmu
mawaris adalah ilmu yang sangat penting dalam Islam, karena dengan ilmu mawaris
harta peninggalan seseorang dapat disalurkan kepada yang berhak, sekaligus
dapat mencegah kemungkinan adanya perselisihan karena memperebutkan bagian dari
harta peninggalan tersebut. Dengan ilmu mawaris ini, maka tidak ada pihak-pihak
yang merasa dirugikan. Karena pembagian harta warisan ini adalah yang terbaik
dalam pandangan Alloh dan manusia.
Ilmu
mawaris ini benar-benar harus dipahami, agar dapat dilaksanakan sebagai mana
mestinya.
Rosululloh
saw. bersabda:
عَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا
أَبَا هُرَيْرَةَ تَعَلَّمُوْا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهَا فَإِنَّهُ نِصْفُ
الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسٰى وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِيْ. (رواه
ابن ماجه والدار قطني)
Artinya:
Dari Abu Huroirah berkata, Rosululloh saw bersabda: “Hai Abu Huroiroh, pelajarilah faroidh dan ajarkanlah kepada orang lain, karena masalah ini adalah separuh ilmu, dan mudah dilupakan, serta ilmu itu yang pertama-tama akan dicabut dari umatku.” (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni)
Dari Abu Huroirah berkata, Rosululloh saw bersabda: “Hai Abu Huroiroh, pelajarilah faroidh dan ajarkanlah kepada orang lain, karena masalah ini adalah separuh ilmu, dan mudah dilupakan, serta ilmu itu yang pertama-tama akan dicabut dari umatku.” (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni)
SUMBER HUKUM ILMU MAWARIS
➊ Al-Qur'an
Ketentuan-ketentuan tentang ilmu
mawaris, khususnya yang berkaitan dengan pembagian harta warisan,
pokok-pokoknya telah ditentukan oleh Al-Qur'an. Al-Qur'an telah menjelaskannya
dengan jelas dan tegas. Bahkan tidak ada hukum-hukum yang dijelaskan secara terperinci
seperti hukum mawaris ini, antara lain dijelaskan dalam QS. An-Nisa'/4: 7-14,
176, Al-Ahzab/33: 6, dan surah-surah lainnya.
➋ Al-Hadits
Al-Hadis adalah sumber hukum yang
kedua setelah Al-Qur'an. Sesuai dengan kedudukannya, Al-Hadis memberikan dorongan
dan motivasi mengenai pelaksanaan mawaris.
Rosululloh
saw. bersabda:
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَقْسِمُوْا الْمَالَ بَيْنَ أَهْلِ الْفَرَائِضِ عَلٰى كِتَابِ اللّٰهِ. (رواه
مسلم وابو داود(
Artinya:
Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata, Rosululloh saw. telah bersabda: “Bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris menurut (ketentuan) kitab Alloh." (HR. Muslim dan Abu Daud)
Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata, Rosululloh saw. telah bersabda: “Bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris menurut (ketentuan) kitab Alloh." (HR. Muslim dan Abu Daud)
➌ Ijma' dan ijtihad
Ijma' dan
ijtihad para ulama banyak berperan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
berkaitan dengan mawaris terutama menyangkut masalah teknisnya.
AYAT-AYAT MAWARIS
Ayat-ayat
Al-Qur'an yang berkaitan dengan mawaris adalah QS. An-Nisa'/4: 7-14 dan 176.
Sedangkan yang langsung berkaitan dengan ketentuan pembagian warisan adalah
ayat 7, 11, 12, dan 176.
Ayat-ayat
tersebut adalah:
لِلرِّجَالِ
نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُوْنَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيْبٌ
مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُوْنَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ
نَصِيْبًا مَفْرُوْضًا. (النساء: ٧(
Artinya:
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan." (QS. An-Nisa'/4: 7)
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan." (QS. An-Nisa'/4: 7)
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْ أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۚ فَإِنْ كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهٗ وَلَدٌ وَوَرِثَهٗ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهٗ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِيْ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ آبَآؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُوْنَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ إِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا. (النساء: ١١(
Artinya:
"Alloh mensyari’atkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakamu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Penbagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Alloh. Sungguh, Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa’/4: 11)
"Alloh mensyari’atkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakamu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Penbagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Alloh. Sungguh, Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa’/4: 11)
وَلَكُمْ
نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ
لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ
يُوصِيْنَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ
يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا
تَرَكْتُمْ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِنْ كَانَ
رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهٗٓ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ
وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِنْ كَانُوْٓا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ
شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصٰى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ
مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌ. (النساء: ١٢(
Artinya:
“Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu), atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Alloh. Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (QS. An-Nisa/4: 12)
“Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu), atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Alloh. Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (QS. An-Nisa/4: 12)
يَسْتَفْتُوْنَكَ
ۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ
وَلَدٌ وَلَهٗ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا
تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوْا إِخْوَةً رِجَالًا وَّنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ
الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ
شَيْءٍ عَلِيمٌ. (النساء: ١٧٦(
Artinya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Alloh memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati, dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Alloh menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. An-Nisã'/4: 176)
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Alloh memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati, dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Alloh menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. An-Nisã'/4: 176)
HIKMAH MEMPELAJARI ILMU MAWARIS
- Dapat memahami hukum-hukum Alloh yang berkaitan dengan pembagian harta peninggalan.
- Terhindar dari adanya kelangkaan orang yang faham dalam pembagian harta warisan di suatu tempat.
- Dapat dilaksanakannya pembagian harta warisan dengan benar.
- Terhindar dari adanya perselisihan di antara manusia dalam hal pembagian harta warisan karena ketidaktahuan dalam pembagian harta warisan.
SEBAB-SEBAB WARIS-MEWARISI
Sebab-sebab
mewarisi dalam ketentuan syari'at Islam adalah karena empat sebab, yaitu:
➊ Karena Hubungan Keluarga (Nasab)
Hubungan
keluarga dalam hal ini biasa disebut dengan nasab hakiki, yakni hubungan darah
atau keturunan atau kerabat, baik leluhur si mayit (ushul), keturunan (furu’)
atau kerabat menyamping (hawasyi), yang tidak memandang laki-laki maupun
perempuan, orang tua ataupun anak-anak, lemah maupun kuat. Semuanya menerima
warisan sesuai ketentuan yang berlaku, sebagaimana ditegaskan dalam QS.
An-Nisa' ayat 7. Waris-mewarisi karena hubungan ini dapat terjadi baik ke
bawah, ke atas maupun ke samping.
Dilihat
dari penerimaannya, hubungan kekerabatan ini dapat dibagi kepada tiga kelompok:
➀ Ashabul furudh nasabiyah. Yaitu orang-orang
yang karena hubungan darah berhak mendapat bagian tertentu.
➁ Ashobah nasabiyah. Yaitu orang-orang yang
karena hubungan darah berhak menerima bagian sisa dari ashabul furudh. Jika
ashabul furudh tidak ada, maka mereka dapat menerima seluruh harta warisan,
tetapi jika harta warisan habis dibagi, maka mereka tidak mendapat apa-apa.
➂ Dzawil arham. Yaitu kerabat yang agak jauh
nasabnya. Golongan ini tidak termasuk ahli waris yang mendapat bagian tertentu,
tapi mereka mendapat warisan jika ahli waris yang dekat tidak ada.
➋ Karena Hubungan Perkawinan Yang Sah
(Mushoharah)
Perkawinan
yang sah menurut syari'at Islam, menyebabkan adanya saling mewarisi antara
suami istri, selama hubungan perkawinan tersebut masih utuh. Jika statusnya
sudah cerai, maka gugurlah saling mewarisi di antara keduanya, kecuali masa
iddah pada talak raj'i.
➌ Karena Hubungan Wala'
Wala'
adalah hubungan kekeluargaan yang timbul karena memerdekakan hamba sahaya. Para
ahli fiqih sering menyebutnya dengan nasab hukmi. Orang yang memerdekakan
memperoleh hak wala', yakni berhak menjadi ahli waris dari budak tersebut.
Rosululloh
saw. bersabda:
إِنَّمَا
الْوَلَاءُ لِمَنْ أَعْتَقَ. (متفق عليه(
Artinya:
"Sesungguhnya hak wala’ itu untuk orang yang memerdekakan budak.” (HR. Bukhori Muslim)
"Sesungguhnya hak wala’ itu untuk orang yang memerdekakan budak.” (HR. Bukhori Muslim)
Dalam hadis lain, Rosululloh saw.
bersabda:
اَلْوَلَاءُ
لُحْمَةٌ كَلُحْمَةِ النَّسَبِ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوْهَبُ. (رواه ابن حزيمة وابن
حبان والحاكم(
Artinya:
“Hubungan wala' itu adalah hubungan kerabat seperti hubungan turunan, tidak dijual dan tidak diberikan." (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim)
Dengan
hak wala' ini, maka orang yang memerdekakan hamba (budak), jika orang yang
dimerdekakan tersebut meninggal dunia, maka ia memperoleh warisan. Akan tetapi,
tidak sebaliknya, jika orang yang memerdekakan meninggal dunia, maka orang yang
dimerdekakan tidak mendapat warisan.
➍ Karena Hubungan Agama
Jika
orang Islam meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris, baik karena
hubungan kerabat, pernikahan maupun wala', maka harta peninggalannya diserahkan
ke baitul mal untuk kepentingan kaum muslimin. Itulah yang disebut hubungan agama
dalam waris-mewarisi.
Rosululloh
saw. bersabda:
أَنَا
وَارِثُ مَنْ لَا وَارِثَ لَهُ. (رواه ابو داود واحمد(
Artinya:
“Saya menjadi ahli waris orang yang tidak mempunyai ahli waris." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
“Saya menjadi ahli waris orang yang tidak mempunyai ahli waris." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Yang dimaksud Rosululloh menjadi ahli waris adalah bahwa Rosululloh itu
menerima dan menyalurkannya kepada kaum muslimin, atau digunakan untuk
kemaslahatan umat Islam.
HALANGAN WARIS-MEWARISI
Ahli
waris gugur haknya untuk mendapatkan warisan karena sebab-sebab di bawah ini:
➊ HAMBA SAHAYA
Hamba sahaya tidak mendapatkan
warisan, baik dari tuannya maupun dari orang tua kandungnya. Kecuali hamba
tersebut sudah merdeka, ia mendapat warisan sebagaimana orang merdeka lainnya.
Tapi ia tidak mendapat warisan dari orang yang memerdekakannya.
Alloh swt. berfirman:
... عَبْدًا
مَمْلُوْكًا لَّا يَقْدِرُ عَلٰى شَيْءٍ (النحل: ٧٥(
Artinya:
“Hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu.” (QS. An-Nahl: 75)
“Hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu.” (QS. An-Nahl: 75)
➋ PEMBUNUH
Orang yang membunuh keluarganya
tidak mempunyai hak menerima warisan dari orang yang dibunuh. Artinya hak
menerima warisan menjadi gugur karena membunuh. Misalnya, anak yang membunuh
orang tuanya, maka ia tidak berhak mendapat warisan dari ayahnya.
Rosululloh
bersabda:
لَيْسَ
لِلْقَاتِلِ مِنَ الْمِيْرَاثِ شَيْءٌ (رواه النسائي(
Artinya:
"Yang membunuh tidak mewarisi dari yang dibunuhnya." (HR. An-Nasa'i)
"Yang membunuh tidak mewarisi dari yang dibunuhnya." (HR. An-Nasa'i)
Dalam hadis lain ditegaskan:
مَنْ قَتَلَ
قَتِيْلًا فَإِنَّهُ لَا يَرِثُهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَارِثٌ غَيْرُهُ
وَإِنْ كَانَ لَهُ وَالِدُهُ أَوْ وَلَدُهُ فَلَيْسَ لِقَاتِلٍ مِيْرَاثٌ (رواه
احمد(
Artinya:
"Barang siapa yang membunuh seseorang, maka ia tidak dapat mewarisinya, walaupun orang yang dibunuh tidak mempunyai ahli waris selain dirinya, dan jika yang terbunuh itu ayah atau anaknya, maka bagi pembunuh tidak ada hak untuk mewarisi." (HR. Ahmad)
"Barang siapa yang membunuh seseorang, maka ia tidak dapat mewarisinya, walaupun orang yang dibunuh tidak mempunyai ahli waris selain dirinya, dan jika yang terbunuh itu ayah atau anaknya, maka bagi pembunuh tidak ada hak untuk mewarisi." (HR. Ahmad)
➌ MURTAD
Murtad artinya keluar dari agama
Islam. Orang yang murtad gugur hak mewarisinya, baik itu dari atas, bawah
maupun dari samping. Demikian pula sebaliknya, ia tidak dapat mewariskan
hartanya kepada keluarganya yang muslim.
➍ BERLAINAN AGAMA
Antara orang Islam dengan orang non
Islam (kafir) tidak ada hak saling mewarisi, meskipun ada hubungan kerabat yang
sangat dekat. Kedudukannya sama dengan orang murtad.
Rosululloh
saw. bersabda:
عَنْ
أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ. (رواه احمد(
Artinya:
Dari Usamah bin Zaid, dari Nabi saw. bersabda: “Tidak mewarisi orang Islam dari orang kafir. Demikian pula orang kafir tidak pula mewarisi dari orang Islam." (HR. Jamaah)
Dari Usamah bin Zaid, dari Nabi saw. bersabda: “Tidak mewarisi orang Islam dari orang kafir. Demikian pula orang kafir tidak pula mewarisi dari orang Islam." (HR. Jamaah)
AHLI WARIS
Ahli
waris ialah orang-orang yang bisa memperoleh warisan dari seseorang yang
meninggal dunia. Ahli waris dapat dilihat dari dua segi; Pertama, dari jenis
kelamin, yaitu terdiri dari laki-laki dan perempuan. Kedua, dari segi haknya
atas warisan, yaitu terdiri dari dzawil furudh dan ashobah.
Ahli
waris laki-laki, terdiri dari:
➊ Bapak.
➋ Kakek
(ayahnya bapak) dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki.
➌ Anak laki-laki.
➍ Cucu laki-laki (anak
laki-laki dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki.
➎ Saudara
laki-laki kandung.
➏ Saudara
laki-laki seayah.
➐ Saudara
laki-laki seibu.
➑ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
➒ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
➓ Paman
sekandung (saudara laki-laki bapak sekandung).
⓫ Paman sebapak (saudara laki-laki seayah).
⓬ Anak laki-laki paman sekandung.
⓭ Anak laki-laki paman seayah.
⓮ Suami.
⓯ Laki-laki yang memerdekakan budak.
Ahli waris perempuan, terdiri dari:
➊ Ibu.
➋ Nenek dari
pihak ibu terus ke atas.
➌ Nenek dari
pihak bapak (tidak terus ke atas).
➍ Anak
perempuan.
➎ Cucu
perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki.
➏ Saudara
perempuan sekandung.
➐ Saudara
perempuan seayah.
➑ Saudara
perempuan seibu.
➒ Istri.
➓ Perempuan
yang memerdekakan hamba sahaya.
Apabila semua ahli waris perempuan
masih hidup, maka yang berhak menerima warisan adalah anak perempuan, ibu, dan
nenek.
Bila
semua ahli waris baik laki-laki maupun perempuan masih ada (hidup) semua, maka
yang mewarisi adalah:
⓵ Anak laki-laki.
⓶ Anak perempuan.
⓷ Ayah.
⓸ Ibu.
⓹ Suami/istri.
FURUDH MUQODDAROH
Furudh
(فُرُوْضٌ) artinya "bagian-bagian"
dan muqoddaroh (مُقَدَّرَةٌ) artinya
"yang ditentukan". Jadi, furudh muqoddaroh (فُرُوْضٌ مُقَدَّرَةٌ) artinya ahli waris yang bagian-bagian
besarnya telah ditentukan di dalam Al-Qur'an.
Furudh
al-muqoddaroh (فُرُوْضُ الْمُقَدَّرَةِ) ada enam,
yaitu:
➊ 2/3 (dua pertiga)
➋ 1/2 (setengah)
➌ 1/3 (sepertiga)
➍ 1/4 (seperempat)
➎ 1/6 (seperenam)
➏ 1/8 (seperdelapan)
2/3 (DUA PERTIGA)
Ahli
waris yang mendapat dua pertiga adalah:
➊ Dua orang anak perempuan atau lebih, apabila
tidak ada anak laki-laki.
➋ Dua orang cucu perempuan dari anak laki-laki,
apabila tidak ada ahli waris:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Anak perempuan.
ⓒ Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Saudara laki-laki kandung.
ⓔ Bapak.
ⓕ Kakek
dari pihak bapak.
1/2 (SETENGAH)
Ahli
waris yang memperoleh setengah adalah:
➊ Anak perempuan tunggal, apabila tidak ada anak
laki-laki.
➋ Cucu perempuan tunggal, apabila tidak ada ahli
waris:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Anak
perempuan.
➌ Saudara
perempuan kandung tunggal, apabila tidak ada ahli waris:
ⓐ Anak
laki-laki.
ⓑ Anak
perempuan.
ⓒ Cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Bapak.
ⓔ Kakek dari pihak bapak.
➍ Saudara
perempuan sebapak tunggal, apabila tidak ada ahli waris:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Anak perempuan.
ⓒ Cucu laki-laki dari anak
laki- laki.
ⓓ Cucu perempuan dari anak
laki-laki.
ⓔ Saudara laki-laki
kandung.
ⓕ Saudara laki-laki
sebapak.
ⓖ Saudara
perempuan kandung.
ⓗ Bapak.
ⓘ Kakek dari
pihak bapak.
➎ Suami, apabila tidak ada ahli waris:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Anak perempuan.
ⓒ Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu perempuan dari anak laki-laki.
1/3 (SEPERTIGA)
Ahli
waris yang memperoleh sepertiga adalah:
➊ Ibu, apabila tidak ada ahli waris:
ⓐ Anak
laki-laki.
ⓑ Anak perempuan.
ⓒ Cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu
perempuan dari anak laki-laki.
ⓔ Dua orang
saudara atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan, baik saudara sekandung, sebapak, maupun seibu.
➋ Dua orang saudara atau lebih seibu, baik
laki-laki maupun perempuan, apabila tidak ada ahli waris:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Anak perempuan.
ⓒ Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu
perempuan dari anak laki-laki.
ⓔ Bapak.
ⓕ Kakek
dari pihak bapak.
1/4
(SEPEREMPAT)
Ahli
waris yang memperoleh seperempat adalah:
➊ Suami, apabila ada ahli waris:
ⓐ Anak
laki-laki.
ⓑ Anak
perempuan.
ⓒ Cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu
perempuan dari anak laki-laki.
➋ Istri, apabila tidak ada ahli waris:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Anak perempuan.
ⓒ Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu perempuan dari anak laki-laki.
1/6 (SEPERENAM)
Ahli
waris yang memperoleh seperenam adalah:
➊ Bapak, jika ada ahli waris:
ⓐ Anak
laki-laki.
ⓑ Anak
perempuan.
ⓒ Cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu
perempuan dari anak laki-laki.
➋ Ibu, apabila ada ahli waris:
ⓐ Anak
laki-laki.
ⓑ Anak
perempuan.
ⓒ Cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu
perempuan dari anak laki-laki.
ⓔ Dua orang
saudara atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan, baik saudara sekandung,
sebapak maupun seibu.
➌ Nenek,
baik dari pihak ibu atau bapak, apabila tidak ada ahli waris:
ⓐ Ibu.
ⓑ Bapak
(khusus nenek dari pihak bapak).
➍ Cucu
perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada ahli waris:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Anak
perempuan lebih dari satu orang. Artinya, jika hanya ada satu orang anak
perempuan kandung, maka cucu perempuan memperoleh bagian seperenam.
➎ Saudara
perempuan sebapak, baik seorang atau lebih, dengan syarat bersamanya ada
seorang saudara perempuan sekandung. Itu pun dengan syarat apabila tidak ada
ahli waris:
ⓐ Anak
laki-laki.
ⓑ Anak
perempuan.
ⓒ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki (cucu laki-laki).
ⓓ Cucu
perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan).
ⓔ Saudara
laki-laki kandung.
ⓕ Saudara
laki-laki sebapak.
➏ Saudara seibu tunggal, baik laki-laki maupun perempuan, apabila
tidak ada ahli waris:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Anak perempuan.
ⓒ Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu perempuan dari anak laki-laki.
ⓔ Bapak.
ⓕ Kakek
dari pihak bapak.
1/8
(SEPERDELAPAN)
Ahli waris yang memperoleh seperdelapan
adalah istri, apabila ada salah seorang ahli waris:
ⓐ Anak
laki-laki.
ⓑ Anak
perempuan.
ⓒ Cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu
perempuan dari anak laki-laki.
HIJAB NUQSHON & HIRMAN
Hijab (حِجَابٌ) artinya “penutup”
atau “penghalang”. Maksudnya adalah penutup atau penghalang ahli waris
yang semestinya mendapat bagian menjadi tidak mendapat bagian atau tetap
menerima warisan, tetapi jumlahnya berkurang karena ada ahli waris yang lebih
dekat pertalian kekerabatannya.
Hijab
ada dua macam:
➊ Hijab Nuqshon (حِجَابٌ
نُقْصَانٌ), yaitu penghalang yang dapat mengurangi bagian yang
seharusnya diterima oleh ahli waris. Misalnya, istri bisa mendapat 1/4 warisan,
karena ada anak maka ia mendapatkan 1/8.
➋ Hijab Hirman (حِجَابٌ
حِرْمَانٌ), yaitu penghalang yang menyebabkan ahli waris tidak
mendapatkan warisan sama sekali karena ada ahli waris yang lebih dekat
pertalian kekerabatannya.
Ada ahli waris
yang tidak bisa terhijab oleh ahli waris yang lainnya, yaitu anak laki-laki dan
anak perempuan. Uraian mengenai ahli waris yang dapat terhijab akan diuraikan
pada bagian selanjutnya.
AHLI WARIS YANG TERHIJAB NUQSHON
Ahli waris yang terhijab nuqshon adalah
sebagai berikut:
ⓐ Ibu,
terhijab oleh anak, cucu, dua orang saudara atau lebih.
ⓑ Bapak,
terhijab oleh anak atau cucu.
ⓒ Suami
atau istri, terhijab oleh anak atau cucu.
AHLI WARIS YANG TERHIJAB HIRMAN
Ahli
waris yang terhijab hirman adalah sebagai berikut:
➊ Cucu laki-laki terhijab oleh anak laki-laki.
➋ Kakek dari bapak terhijab oleh bapak.
➌ Saudara laki-laki sekandung terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Bapak.
➍ Saudara laki-laki sebapak, terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Bapak.
ⓓ Saudara laki-laki
sekandung.
ⓔ Saudara perempuan
sekandung bersama dengan anak/cucu perempuan.
➎ Saudara laki-laki seibu terhijab oleh:
ⓐ Anak
laki-laki.
ⓑ Anak
perempuan.
ⓒ Cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu
perempuan dari anak laki-laki.
ⓔ Bapak.
ⓕ Kakek dari pihak bapak.
➏ Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
(keponakan), terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Bapak.
ⓓ Kakek dari pihak bapak.
ⓔ Saudara
laki-laki kandung.
ⓕ Saudara
laki-laki sebapak.
ⓖ Saudara
perempuan sekandung atau sebapak bersama anak/cucu perempuan.
➐ Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak,
terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Bapak.
ⓓ Kakek dari pihak bapak.
ⓔ Saudara laki-laki
kandung.
ⓕ Saudara laki-laki
sebapak.
ⓖ Saudara perempuan kandung
atau sebapak bersama anak/cucu perempuan (dari anak laki-laki).
ⓗ Anak laki-laki dari
saudara laki-laki kandung.
➑ Paman kandung (saudara laki-laki bapak
sekandung), terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Bapak.
ⓓ Kakek dari pihak bapak.
ⓔ Saudara
laki-laki kandung.
ⓕ Saudara
laki-laki sebapak.
ⓖ Saudara
perempuan kandung atau sebapak bersama anak/cucu perempuan (dari anak
laki-laki).
ⓗ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
ⓘ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
➒ Paman (saudara laki-laki bapak sebapak)
sebapak terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Bapak.
ⓓ Kakek dari pihak bapak.
ⓔ Saudara laki-laki
kandung.
ⓕ Saudara laki-laki
sebapak.
ⓖ Saudara perempuan kandung
atau sebapak bersama anak/cucu perempuan (dari anaklaki-laki).
ⓗ Anak laki-laki dari
saudara laki-laki kandung.
ⓘ Anak laki-laki dari
saudara laki-laki sebapak.
ⓙ Paman sekandung.
➓ Anak laki-laki dari paman sekandung, terhijab
oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Bapak.
ⓓ Kakek dari pihak bapak.
ⓔ Saudara
laki-laki kandung.
ⓕ Saudara
laki-laki sebapak.
ⓖ Saudara
perempuan kandung atau sebapak bersama anak/cucu perempuan (dari
anaklaki-laki).
ⓗ Anak laki-laki
dari saudara laki-laki kandung.
ⓘ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
ⓙ Paman
sekandung.
ⓚ Paman
sebapak.
⓫ Anak
laki-laki paman sebapak, terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Bapak.
ⓓ Kakek dari pihak bapak.
ⓔ Saudara
laki-laki kandung.
ⓕ Saudara
laki-laki sebapak.
ⓖ Saudara
perempuan kandung atau sebapak bersama anak/cucu perempuan (dari
anaklaki-laki).
ⓗ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
ⓘ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
ⓙ Paman
sekandung.
ⓚ Paman
sebapak.
ⓛ Anak
laki-laki paman kandung.
⓬ Cucu
perempuan dari anak laki-laki, terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Dua anak perempuan atau
lebih jika tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki.
⓭ Nenek dari pihak bapak terhijab oleh bapak.
⓮ Nenek dari
pihak ibu, terhijab oleh ibu.
⓯ Saudara
perempuan kandung, terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Bapak.
⓰ Saudara
perempuan sebapak terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Cucu laki-laki dari anak
laki-laki.
ⓒ Bapak.
ⓓ Saudara perempuan kandung
dua orang atau lebih, jika tidak ada saudara laki-laki sebapak.
ⓔ Seorang
saudara perempuan bersama anak/cucu perempuan (dari anak laki-laki).
⓱ Saudara perempuan seibu, terhijab oleh:
ⓐ Anak laki-laki.
ⓑ Anak perempuan.
ⓒ Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
ⓓ Cucu perempuan dari anak laki-laki.
ⓔ Bapak.
ⓕ Kakek
dari pihak bapak.
DZAWIL FURUDH DAN ‘ASHOBAH
Dzawil
furudh (ذَوِي الْفُرُوْضِ) artinya
yang mempunyai bagian tertentu. Maksudnya ahli waris yang bagiannya sudah
tertentu, sebagaimana sudah dijelaskan dalam fasal furudh muqaddaroh (فُرُوْضٌ مُقَدَّرَةٌ).
Sedangkan
'ashobah (عَصَبَةٌ) menurut bahasa
artinya "pembela atau penolong". Dan menurut istilah syar'i
adalah ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya dengan kadar tertentu. Ia
menerima bagian setelah ahli waris dzawil furudh menerima bagiannya. Oleh karena
itu, ashobah ini mungkin saja menerima semua sisa, atau sebagian sisa, atau
bahkan tidak menerima sama sekali, karena harta yang dibagikan telah habis
diberikan kepada dzawil furudh.
Pembagian
dzawil furudh dan 'ashobah ini dapat diklasifikasikan kepada empat kelompok:
➊ Ahli waris yang menerima sebagai dzawil furudh
saja dan tidak akan menerima 'ashobah, yaitu:
ⓐ Suami.
ⓑ Istri.
ⓒ Saudara
laki-laki seibu.
ⓓ Saudara
perempuan seibu.
ⓔ Ibu.
ⓕ Nenek dari
pihak bapak.
ⓖ Nenek dari
pihak ibu.
➋ Ahli waris yang menerima bagian sebagai
'ashobah saja. Dengan kemungkinan bisa menerima seluruh harta warisan, menerima
sisa harta atau mungkin sama sekali tidak menerimanya. Mereka adalah:
ⓐ Anak
laki-laki.
ⓑ Cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
ⓒ Saudara
laki-laki sekandung.
ⓓ Saudara
laki-laki sebapak.
ⓔ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
ⓕ Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
ⓖ Paman
sekandung.
ⓗ Paman
sebapak.
ⓘ Anak
laki-laki paman sekandung.
ⓙ Anak
laki-laki paman sebapak.
➌. Ahli waris adakalanya sebagai dzawil furudh
dan adakalanya sebagai ashobah, yaitu:
ⓐ Anak
perempuan.
ⓑ Cucu
perempuan dari anak laki-laki.
ⓒ Saudara
perempuan kandung.
ⓓ Saudara
perempuan sebapak
➍ Ahli waris yang adakalanya menerima bagian
sebagai dzawil furudh, adakalanya sebagai ashobah dan adakalanya sekaligus
sebagai dzawil furudh dan 'ashobah. Mereka adalah:
ⓐ Bapak.
ⓑ Kakek
dari pihak bapak.
MACAM-MACAM 'ASHOBAH
Adapun
tentang 'ashobah terbagi kepada tiga bagian, yaitu:
➊ 'Ashobah binafsih (عَصَبَةٌ بِنَفْسِهِ).
Ashabah binafsih yaitu menerima
sisa harta karena dirinya sendiri, bukan karena sebab lain. Yang termasuk
ashobah binafsih adalah semua ahli waris laki-laki kecuali saudara laki-laki
seibu. Rosululloh saw. bersabda:
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَلْحِقُوْا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلٰى رَجُلٍ
ذَكَرٍ (متفق عليه(
Artinya:
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rosululloh saw. bersabda: “Berikanlah ketentuan-ketentuan warisan itu kepada yang berhak, kemudian jika masih sisa untuk ahli waris laki-laki yang lebih dekat." (HR. Bukhori Muslim)
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rosululloh saw. bersabda: “Berikanlah ketentuan-ketentuan warisan itu kepada yang berhak, kemudian jika masih sisa untuk ahli waris laki-laki yang lebih dekat." (HR. Bukhori Muslim)
➋ 'Ashobah bil ghoiri (عَصَبَةٌ بِالْغَيْرِ).
‘Ashobah bil ghoiri yaitu ahli
waris yang menerima sisa harta karena bersama dengan ahli waris laki-laki yang
setingkat dengannya. Yang termasuk ‘ashobah ini adalah ahli waris perempuan
yang bersamanya ada ahli waris laki-laki, yaitu:
ⓐ Anak
perempuan, jika bersamanya ada anak laki-laki.
ⓑ Cucu
perempuan, jika bersamanya ada cucu laki-laki.
ⓒ Saudara
perempuan kandung, jika bersamanya ada saudara laki-laki kandung.
ⓓ Saudara
perempuan sebapak, jika bersamanya ada saudara laki-laki sebapak.
➌ 'Ashobah ma'al ghoiri (عَصَبَةٌ مَعَ الْغَيْرِ).
‘Ashobah ma'al ghoiri yaitu menjadi
‘ashobah karena bersama-sama dengan ahli waris perempuan dalam garis lain,
yakni mereka yang menerima harta sebagai dzawil furudh. Jadi, bersama dengan
ahli waris lain yang tidak setingkat. Yang termasuk 'ashobah ini adalah ahli
waris perempuan yang bersamanya ada ahli waris perempuan yang tidak
segaris/setingkat, yaitu:
⓵ Saudara perempuan kandung, jika bersamanya ada
ahli waris:
ⓐ Anak
perempuan (satu orang atau lebih), atau
ⓑ Cucu
perempuan (satu orang atau lebih).
⓶ Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya ada
ahli waris:
ⓐ Anak
perempuan (satu orang atau lebih), atau
ⓑ Cucu
perempuan (satu orang atau lebih).
Rosululloh saw. bersabda:
قَضٰى
رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْاِبْنَةِ النِّصْفُ
وَلِابْنَةِ الْاِبْنِ السُّدُسُ تَكْمِلَةَ الثُّلُثَيْنِ وَلِلْأَخْتِ مَا بَقِيَ.
(رواه الجماعة إلا المسلم والنسائي من ابن مسعود(
Artinya:
"Rosululloh saw. menetapkan untuk anak perempuan setengah bagian, cucu perempuan (dari anak laki-laki) seperenam bagian untuk mencukupi dua pertiga bagian, dan sisanya untuk saudara perempuan." (HR. Jamaah, kecuali Muslim dan Nasa'i dari Ibnu Mas'ud)
"Rosululloh saw. menetapkan untuk anak perempuan setengah bagian, cucu perempuan (dari anak laki-laki) seperenam bagian untuk mencukupi dua pertiga bagian, dan sisanya untuk saudara perempuan." (HR. Jamaah, kecuali Muslim dan Nasa'i dari Ibnu Mas'ud)
BAGIAN MASING-MASING AHLI WARIS
Di
bawah ini akan dijelaskan tentang pembagian masing-masing ahli waris, dengan
kemungkinan-kemungkinan kadar bagiannya, atau kemungkinan memperoleh atau
tidaknya.
Ⓐ Anak laki-laki.
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊
Mendapatkan semua harta warisan, apabila tidak ada anak perempuan, ibu bapak
dan suami/istri.
➋ Sebagai 'ashobah binafsih, setelah diambil bagian dzawil furudh. Dan akan memperoleh seluruh sisa jika tidak ada anak perempuan. Bila ada anak perempuan, maka bagiannya adalah dua kali bagian perempuan.
➋ Sebagai 'ashobah binafsih, setelah diambil bagian dzawil furudh. Dan akan memperoleh seluruh sisa jika tidak ada anak perempuan. Bila ada anak perempuan, maka bagiannya adalah dua kali bagian perempuan.
Ⓑ Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
Kemungkinan
memperoleh warisan:
➊ Jika tidak terhijab, ia
sebagai ‘ashobah binafsih; bisa memperoleh seluruh sisa warisan, jika tak ada
cucu perempuan dari anak laki-laki; jika ada cucu perempuan (dari laki-laki),
bagiannya dua kali bagian cucu perempuan.
➋ Tidak
memperoleh warisan (terhijab), bila ada anak laki-laki.
Ⓒ Bapak.
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊ Dapat
terhijab nuqshon.
➋ 1/6
bagian, jika ada ahli waris anak atau cucu laki-laki.
➌ 1/6 bagian
ditambah 'ashobah, jika ada anak perempuan atau cucu perempuan.
➍ 'Ashobah, jika tidak ada
anak atau cucu baik laki-laki maupun peempuan.
Ⓓ Kakek dari pihak bapak.
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊ Bisa terhijab
hirman, jika ada bapak.
➋ 1/6 bagian
jika ada anak atau cucu laki-laki.
➌ 1/6 bagian
ditambah 'ashobah, jika ada anak atau cucu perempuan.
➍ Sebagai
‘ashobah, apabila tidak ada anak/cucu laki-laki maupun perempuan.
Ⓔ Saudara laki-laki sekandung.
Kemungkinan
memperoleh warisan:
➊ Bisa terhijab hirman,
jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki atau bapak.
➋ 'Ashobah
binafsih, bisa memperoleh seluruh sisa warisan.
➌ 1/3 bagian
jika lebih dari satu orang saudara, baik laki-laki maupun perempuan.
Ⓕ Saudara laki-laki sebapak.
Kemungkinan
memperoleh warisan:
➊ Bisa terhijab hirman,
jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, bapak, saudara
laki-laki sekandung atau saudara perempuan sekandung.
➋ 'Ashobah binafsih.
➌ 1/3 bagian jika lebih
dari satu orang saudara sebapak baik laki-laki maupun perempuan.
Ⓖ Saudara
laki-laki seibu.
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊ Bisa terhijab hirman,
jika ada anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki atau perempuan dari anak
laki-laki, bapak, kakek dari pihak bapak.
➋ 1/3 bagian
jika terdiri dari dua orang atau lebih.
➌ 1/6 bagian
jika hanya satu orang.
Ⓗ Anak laki-laki dari saudara laki-laki
kandung, anak laki-laki dari saudara sebapak, paman kandung, paman sebapak,
anak laki-laki paman sekandung, anak laki-laki paman sebapak.
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊ Bisa
terhijab hirman.
➋ Bisa
'ashobah binafsih.
Ⓘ Suami.
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊ Bisa
terhijab nuqshon, jika ada anak atau cucu.
➋ 1/2 bagian
jika tidak ada anak atau cucu.
➌ 1/4 bagian
jka ada anak atau cucu.
Ⓙ Anak perempuan.
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊ Tidak
dapat terhijab.
➋ 1/2 bagian
jika hanya seorang dan tidak ada anak laki-laki.
➌ 2/3 bagian
jika lebih dari satu orang dan tidak ada anak laki-laki.
➍ 'Ashobah
bil ghoiri jika ada anak laki-laki.
Ⓚ Cucu perempuan dari anak laki-laki.
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊ Dapat
terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, dua anak perempuan atau lebih.
➋1/2 bagian,
jika hanya seorang, tidak ada cucu laki-laki, atau seorang anak perempuan.
➌ 2/3
bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak laki-laki atau seorang
anak perempuan.
➍ 1/6
bagian, jika ada anak perempuan tapi tidak ada cucu laki-laki.
Ⓛ Ibu.
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊ Bisa
terhijab nuqshon, jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih.
➋ 1/3 bagian
jika tidak ada anak cucu, atau dua orang saudara atau lebih.
➌ 1/3 dari
sisa, jika termasuk gharawain. Gharawain adalah jika ahli waris terdiri dari
suami, ibu dan bapak, atau istri, ibu dan bapak.
➍ 1/6 bagian
jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih.
Ⓜ Nenek.
Kemungkinan memperoleh warisan:
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊ Bisa terhijab hirman, jika ada anak, ibu atau bapak.
➋ 1/6 bagian (untuk seorang atau dua orang nenek) jika tidak ada
anak, ibu atau bapak).
Ⓝ Saudara perempuan kandung.
Kemungkinan
memperoleh warisan:
➊ Bisa terhijab hirman,
jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, bapak.
➋ 1/2
bagian, jika hanya seorang atau tidak ada anak, cucu perempuan atau saudara
laki-laki sekandung.
➌ 2/3
bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak, cucu perempuan, atau
saudara laki-laki sekandung.
➍ Bisa
'ashobah bil ghoiri, jika ada saudara laki-laki kandung.
➎ Bisa 'ashobah ma'al
ghoiri, jika tidak ada saudara laki-laki kandung, tapi ada ahli waris anak
perempuan, atau cucu perempuan, atau anak, dan cucu perempuan.
Ⓞ Saudara
perempuan sebapak.
Kemungkinan memperoleh warisan:
➊ Bisa terhijab hirman,
jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, dua orang atau lebih saudara
perempuan kandung atau saudara perempuan kandung bersama anak/cucu perempuan.
➋ 1/2
bagian, jika seorang dan tidak ada saudara laki-laki, bapak, anak, cucu
perempuan atau saudara perempuan kandung.
➌ 2/3 bagian, jika terdiri
dari dua orang atau lebih dan tidak ada ahli waris anak, cucu perempuan,
saudara laki-laki sebapak atau saudara perempuan kandung.
➍ 1/6
bagian, jika ada seorang saudara perempuan kandung tetapi tidak ada anak, cucu
perempuan atau saudara laki-laki sebapak.
➎ ‘Ashobah
bil ghoiri jika ada saudara laki-laki sebapak.
➏ 'Ashobah ma'al ghoiri,
jika tidak ada saudara laki-laki sebapak, atau saudara perempuan kandung. Tetapi ada
ahli waris anak perempuan atau cucu perempuan.
Ⓟ Saudara perempuan seibu.
Kemungkinan
memperoleh warisan:
➊ Bisa terhijab hirman,
jika ada anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki dari anak laki-laki,
cucu perempuan dari anak laki-laki, bapak, atau kakek dari pihak bapak.
➋ 1/3 bagian
jika terdiri dari dua orang atau lebih.
➌ 1/6 bagian
jika hanya seorang.
Ⓠ Istri.
Kemungkinan
memperoleh warisan:
➊ Bisa terhijab nuqshon, jika ada anak atau cucu.
➋ 1/4 bagian, jika tidak ada anak atau cucu, baik laki-laki
maupun perempuan.
➌ 1/8 bagian jika ada anak atau cucu baik laki-laki maupun
perempuan.
CARA PEMBAGIAN WARISAN
Dalam
pembagian harta warisan ini, selain harus mengetahui hukum-hukumnya, juga kita
perlu mengetahui ilmu berhitung atau cara menghitung harta warisan. Ada
kaidah-kaidah perhitungan yang harus diketahui, sehingga selain memudahkan cara
pembagiannya, juga dapat membagi harta warisan dengan benar.
Di
antara cara menghitung bagian masing-masing ahli waris adalah dengan cara
dicari dahulu asal masalah, yaitu bilangan bulat yang digunakan untuk membagi
harta warisan. Caranya adalah sebagai berikut:
ⓐ Jika ahli waris hanya terdiri dari ahli waris
'ashobah binafsih, maka asal masalahnya adalah sejumlah ahli waris yang ada:
Misalnya:
Ahli waris terdiri dari 5 orang anak laki-laki. Maka asal masalahnya adalah lima. Cara pembagian warisannya langsung dibagi 5, dan masing-masing ahli waris mendapat satu bilangan.
Ahli waris terdiri dari 5 orang anak laki-laki. Maka asal masalahnya adalah lima. Cara pembagian warisannya langsung dibagi 5, dan masing-masing ahli waris mendapat satu bilangan.
ⓑ Jika ahli waris hanya terdiri dari ahli waris
'ashobah laki-laki dan perempuan, maka untuk laki-laki dua kali lipat
perempuan, dengan cara dikalikan dua.
Misalnya:
Ahli waris terdiri dari 4 orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Cara mencari asal masalahnya:
(4 × 2) + 3 = 11.
Ahli waris terdiri dari 4 orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Cara mencari asal masalahnya:
(4 × 2) + 3 = 11.
Cara pembagian
harta warisnya:
Harta dibagi
11; untuk anak laki-laki masing-masing dua bagian dan masing-masing anak
perempuan satu bagian.
ⓒ Jika ahli waris hanya
satu orang ahli waris dzawil furudh, maka asal masalahnya adalah angka
"penyebut" bagian ahli waris yang bersangkutan
Misalnya:
➊ Ahli waris hanya seorang anak perempuan. Bagian seorang anak perempuan adalah 1/2. Maka asal masalahnya adalah 2. Cara pembagian harta warisnya adalah:
Harta warisan : 2 = bagian anak perempuan.
➊ Ahli waris hanya seorang anak perempuan. Bagian seorang anak perempuan adalah 1/2. Maka asal masalahnya adalah 2. Cara pembagian harta warisnya adalah:
Harta warisan : 2 = bagian anak perempuan.
➋ Ahli waris
hanya seorang saudara perempuan seibu. Bagiannya adalah 1/6. Maka asal
masalahnya adalah 6.
Cara pembagian harta warisannya
adalah:
harta warisan : 6 = bagian saudara perempuan seibu.
ⓓ Jika ahli waris terdiri dari ahli waris dzawil furudh dua orang atau
lebih, baik ada ahli waris 'ashobah atau tidak, maka mencari asal masalahnya
dengan cara mencari "kelipatan persekutuan terkecil (KPK)"
dari angka penyebut bagian masing-masing ahli waris.
Misalnya:
Seseorang meninggal, ahli warisnya: seorang anak perempuan, suami, dan bapak. Bagian anak perempuan 1/2, suami 1/4, dan bapak 'ashobah/sisa. Asal masalah atau KPK dari 1/2 dan 1/4 adalah 4.
Seseorang meninggal, ahli warisnya: seorang anak perempuan, suami, dan bapak. Bagian anak perempuan 1/2, suami 1/4, dan bapak 'ashobah/sisa. Asal masalah atau KPK dari 1/2 dan 1/4 adalah 4.
Anak perempuan = 1/2 × 4 = 2
Suami = 1/4 × 4 = 1
Bapak = 4 - (2 + 1) = 1
Cara pembagian akhir harta
warisannya adalah:
Anak perempuan = 2/4 × 4 = 2
Suami = 1/4 × 4 = 1
Bapak = 1/4 × 4 = 1
▓ CONTOH
PERMASALAHAN ▓
★ PERTANYAAN:
Seseorang meninggal dunia,
meninggalkan harta Rp. 48.000.000,00. Ahli warisnya terdiri dari istri, ibu,
dan dua anak laki-laki. Berapakah bagian masing-masing ahli waris tersebut?
★ JAWABAN:
Bagian istri 1/6, bagian ibu 1/8,
dua anak laki-laki adalah 'ashobah/sisa. Asal masalah atau KPK dari 1/6 dan 1/8
adalah 24. Sehingga bagian masing-masing adalah sebagai berikut:
Istri = 1/6 × 24 = 4
Ibu = 1/8 × 24 = 3
2 anak laki-laki = 24 - (4 + 3) =
17
Langkah akhir pembagian harta
warisannya:
Istri
= 4/24 × Rp. 48.000.000,00 = Rp.
8.000.000,00
Ibu = 3/24 × Rp. 48.000.000,00 = Rp. 6.000.000,00
2 anak laki-laki = 17/24 × Rp.
48.000.000,00 = Rp. 34.000.000,00
Jumlah:
Rp. 8.000.000,00 + Rp. 6.000.000,00 + Rp. 34.000.000,00 = Rp. 48.000.000,00
Rp. 8.000.000,00 + Rp. 6.000.000,00 + Rp. 34.000.000,00 = Rp. 48.000.000,00
PERMASALAHAN DALAM PEMBAGIAN
WARISAN
█ 1.
AL-AUL █
Al-Aul
artinya bertambah. Dalam ilmu faroidh aul diartikan bagian-bagian yang harus
diterima oleh ahli waris lebih banyak daripada asal masalahnya, sehingga asal
masalahnya harus ditambah atau diubah.
Misalnya:
➊ Ahli waris terdiri dari suami dan 2 orang
saudara perempuan kandung. Bagian suami 1/2 dan dua saudara perempuan kandung
2/3. Asal masalahnya adalah 6.
Suami:
1/2 × 6 = 3
2
saudara (perempuan) kandung: 2/3 × 6 = 4
Jumlah
bagian: (3 + 4) = 7
Asal masalah 6 sedangkan jumlah
bagian 7, ini berarti tidak cocok. Agar harta warisan dapat dibagikan kepada
ahli waris dengan adil, maka asal masalah dinaikkan menjadi 7, sehingga
penyelesaiannya adalah:
Suami:
3/7 × harta warisan
2
saudara (perempuan) kandung: 4/7 × harta
warisan
➋ Ahli waris terdiri dari istri, ayah, ibu dan
dua anak perempuan. Harta peninggalan sebesar Rp. 81.000,-. Bagian
masing-masing adalah: istri 1/8, ayah 1/6 dan 2 anak perempuan 2/3. Asal
masalahnya 24. Cara menghitungnya adalah:
Istri:
1/8 × 24 = 3
Ayah:
1/6 × 24 = 4
Ibu:
1/6 × 24 = 4
2
anak perempuan: 2/3 × 24 = 16
Jumlah
bagian: (3 + 4 + 4 + 16) = 27
Asal
masalahnya 24 sedangkan jumlah bagian 27, sehingga cara perhitungan akhirnya
adalah:
Istri:
3/27 × 81.000,- = 9.000,-
Ayah:
4/27 × 81.000,- = 12.000,-
Ibu:
4/27 × 81.000,- = 12.000,-
2
anak perempuan: 16/27 × 81.000,- = 48.000,-
Jumlah
bagian:
(9.000,- + 12.000,- + 12.000,- +
48.000,-) = 81.000,-
➌ Ahli waris terdiri dari istri, ibu, dua
saudara perempuan kandung dan seorang saudara seibu. Harta peninggalan Rp.
45.000.000,-. Bagian masing-masing adalah: Istri 1/4, ibu 1/6, dua saudara
perempuan kandung 2/3 dan seorang saudara seibu 1/6. Asal masalahnya 12.
Istri:
1/4 × 12 = 3
Ibu:
1/6 × 12 = 2
2
saudara (perempuan) kandung: 2/3 × 12 = 8
Seorang
saudara seibu: 1/6 × 12 = 2
Jumlah:
(3 + 2 + 8 + 2) = 15
Asal
masalahnya 12, sedangkan jumlah bagian 15. Maka asal masalah dinaikkan menjadi
15. Cara perhitungan akhirnya:
Istri:
3/15 × 45.000.000,- = 9.000.000,-
Ibu:
2/15 × 45.000.000,- = 6.000.000,-
2
saudara (perempuan) kandung: 8/15 ×
45.000.000,- = 24.000.000,-
1 saudara seibu: 2/15 × 45.000.000,- = 6.000.000,-
Jumlah:
(9.000.000,- + 6.000.000,- + 24.000.000,- + 6.000.000,-) = 45.000.000,-
(9.000.000,- + 6.000.000,- + 24.000.000,- + 6.000.000,-) = 45.000.000,-
█ 2. AR-RODD █
Ar-Rodd
(ar-roddu) yaitu: “Mengembalikan”. Menurut istilah faroidh ialah “Membagi sisa
harta warisan kepada ahli waris menurut bagiannya masing-masing.
Ar-Rodd
ini dilakukan karena setelah harta diperhitungkan untuk ahli waris, ternyata
masih ada sisa harta. Sedangkan di antara ahli waris tidak ada ‘ashobah. Maka
sisa harta tersebut dibagikan kepada ahli waris yang ada, kecuali suami/istri.
Contoh penyelesaian dengan Rodd:
Ahli waris terdiri dari seorang
anak perempuan dan ibu. Bagian anak perempuan 1/2 dan ibu 1/6. Asal masalahnya
berarti 6.
Anak perempuan: 1/2 × 6 = 3
Ibu: 1/6 × 6 = 1
Jumlah: (3 + 1) = 4
Asal
masalah (KPK) adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4, maka penyelesaian dengan
rodd asal masalahnya dikembalikan kepada 4. Sehingga cara penyelesaian akhirnya
adalah sebagai berikut:
Anak
perempuan: 3/4 × harta warisan = ...
Ibu:
1/4 × harta warisan = ...
Cara
penyelesaian di atas adalah apabila tidak ada suami atau istri. Apabila ada suami atau istri, maka cara penyelesaiannya adalah
sebagai berikut:
Seseorang
meninggal dengan meninggalkan harta sebesar Rp. 18.000.000,-. Ahli waris
terdiri dari istri, dua orang saudara seibu da ibu. Bagian istri 1/4, dua orang
saudara seibu 1/3 dan ibu 1/6. Asal masalahnya adalah 12.
Istri:
1/4 × 12 = 3
Dua
saudara seibu: 1/3 × 12 = 4
Ibu:
1/6 × 12 = 2
Jumlah
bagian: (3 + 4 + 2) = 9
Karena
ada istri, maka sebelum sisa harta warisan dibagikan, hak untuk istri diambil
dulu dengan menggunakan asal masalah sebagai pembagi.
Maka
untuk istri:
3/12 × Rp. 18.000.000,- = Rp. 4.500.000,-
Sisa
warisan setelah diambil istri berarti:
(Rp. 18.000.000,-) - (Rp.
4.500.000,-) = Rp. 13.500.000,-
Kemudian sisa warisan Rp. 13.500.000,- ini
dibagi untuk dua orang saudara seibu dan ibu, yaitu dengan cara bilangan
pembaginya adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli waris, yaitu 4 + 2 = 6. Maka bagian
masing-masing adalah:
Dua
saudara seibu: 4/6 × Rp. 13.500.000,- = Rp. 9.000.000,-
Ibu: 2/6 × Rp.
13.500.000,- = Rp. 4.500.000,-
Jumlah: (Rp.
9.000.000,- + Rp. 4.500.000,-) = Rp. 13.500.000,-
Maka
perolehan akhir masing-masing ahli waris adalah:
Istri
= Rp. 4.500.000,-
Dua
orang saudara seibu = Rp. 9.000.000,-
Ibu
= Rp. 4.500.000,-
Jumlah:
(Rp. 4.500.000,- + Rp. 9.000.000,- + Rp. 4.500.000,-) = Rp. 18.000.000,-
(Rp. 4.500.000,- + Rp. 9.000.000,- + Rp. 4.500.000,-) = Rp. 18.000.000,-
█ 3. GHOROWAIN █
Ghorowain
yaitu dua yang terang, yaitu dua masalah yang terang cara penyelesaiannya. Dua
masalah tersebut adalah:
Pertama,
pembagian warisan jika ahli warisnya: suami, ibu, dan bapak.
Kedua,
pembagian warisan jika ahli warisnya: istri, ibu, dan bapak.
Dua
masalah tersebut berasal dari Ali bin Abi Tholib dan Zaid bin Tsabit. Kemudian
disepakati oleh jumhur fuqoha. Dua hal tersebut di atas dianggap sebagai
masalah karena jika dibagi dengan perhitungan yang umum, bapak memperoleh lebih
kecil daripada ibu. Untuk itu dipakai pedoman perhitungan khusus sebagaimana di
bawah ini:
➊ Untuk masalah pertama maka bagian
masing-masing adalah: suami 1/2, ibu 1/3 sisa (setelah diambil suami) dan bapak
'ashobah. Misalnya, harta peninggalan Rp. 30.000.000,-. Cara pembagiannya
adalah sebagai berikut:
Suami: 1/2
× Rp. 30.000.000,- = Rp. 15.000.000,-
Sisa
= Rp. 15.000.000,-
Ibu: 1/3
x Rp. 15.000.000,- = Rp. 5.000.000,-
Bapak
'Ashobah = Rp. 10.000.000,-
Jumlah
= Rp. 30.000.000,-
➋ Untuk masalah kedua maka bagian masing-masing
adalah istri 1/4, ibu 1/3 sisa (setelah diambil hak istri) dan bapak 'ashobah.
Misalnya, harta peninggalan Rp. 60.000.000,-. Cara pembagiannya adalah sebagai
berikut:
Istri: 1/4
× Rp. 60.000.000,- = Rp. 15.000.000,-
Sisanya
= Rp. 45.000.000,-
Ibu: 1/3 × Rp. 45.000.000,- = Rp.
15.000.000,-
Bapak
'Ashobah = Rp. 30.000.000,-
Jumlah
= Rp. 60.000.000,-
█ 4. MASALAH MUSYAROKAH █
Musyarokah
atau musyarikah artinya yang diserikatkan. Yaitu jika ahli waris yang dalam
perhitungan mawaris semestinya memperoleh warisan, tetapi tidak memperolehnya,
maka disyarikatkan kepada ahli waris lain yang memperoleh bagian.
Masalah
musyarikah ini terjadi jika ahli waris terdiri dari suami, ibu, 2 orang saudara
seibu, dan saudara laki-laki sekandung. Jika dihitung menurut kaidah mawaris
yang umum, saudara laki-laki tidak mendapatkan warisan. Padahal saudara
laki-laki kandung lebih kuat daripada saudara seibu. Sebagaimana dapat dilihat
dalam pembagian di bawah ini:
Suami
= 1/2 = 3/6 = 3
Ibu
= 1/6 = 1/6 = 1
2
orang saudara seibu = 1/3 = 2/6 = 2
Saudara
laki-laki kandung 'Ashobah = 0 = tidak mendapat bagian.
Menurut
Umar, Utsman, dan Zaid yang dikuti oleh Imam Tsauri, Syafi'i dan lain-lain,
pembagian seperti di atas tidak adil. Maka untuk pemecahannya saudara kandung
disyarikatkan dengan saudara seibu di dalam bagian yang 1/3 (dibagi dua untuk
dua orang saudara seibu dan saudara sekandung). Sehingga penyelesaiannya dapat
dilihat dalam pembagian di bawah ini:
Suami
= 1/2 = 3/6 = 3
Ibu
= 1/6 =1/6 = 1
2
saudara seibu dan saudara (laki-laki) sekandung = 1/3 = 2/6 = 2
Jumlah
= (3 + 1 + 2) = 6
Bagian
saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung dibagi rata, meskipun di antara
mereka ada ahli waris laki-laki maupun perempuan.
█ 5. MASALAH AKDARIYAH █
Akdariyah
artinya mengeruhkan atau menyusahkan, yaitu kakek menyusahkan saudara perempuan
dalam pembagian warisan. Masalah ini terjadi ketika ada orang yang meninggal
dengan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari: Suami, ibu, saudara perempuan
kandung/sebapak, dan kakek.
Menurut kaidah umum, pembagian
mereka adalah:
Suami
= 1/2 = 3/6 = 3
Ibu
= 1/3 = 2/6 = 2
Saudara
perempuan = 1/2 = 3/6 = 3
Kakek
= 1/6 = 1/6 = 1
Jumlah
= (3 + 2 + 3 + 1) = 9
Asal
masalah 6, dan dapat diselesaikan dengan aul = 9.
Dalam
pembagian di atas, kakek memperoleh bagian yang lebih kecil daripada saudara
perempuan. Padahal kakek dan saudara perempuan mempunyai kedudukan yang sama
dalam susunan ahli waris. Bahkan kakek adalah garis laki-laki, yang biasanya
memperoleh bagian lebilh besar daripada perempuan. Maka dalam masalah ini
terdapat tiga pendapat dalam cara penyelesaiannya, yaitu:
➊ Menurut
pendapat Abu Bakar ra., saudara perempuan kandung/sebapak mahjub oleh kakek.
Sehingga bagian yang diperoleh oleh masing-masing ahli waris adalah: suami 1/4,
ibu 1/3, kakek 'ashobah, dan saudara perempuan terhijab hirman.
➋ Menurut pendapat Umar bin Khoththob dan Ibnu
Mas'ud, untuk memecahkan masalah di atas, maka bagian ibu dikurangi dari 1/3
menjadi 1/6, untuk menghindari agar bagian ibu tidak lebih besar daripada
bagian kakek. Sehingga bagian yang diperoleh masing-masing ahli waris adalah:
suami 1/2, ibu 1/6, saudara perempuan 1/2 dan kakek 1/6. Diselesaikan dengan
aul.
➌ Menurut pendapat Zaid bin Tsabit, cara
menyelesaikan masalah akdariyah tersebut dengan cara menghimpun bagian saudara
perempuan dan kakek lalu membaginya dengan prinsip laki-laki memperoleh dua
kali bagian perempuan. Sebagaimana jatah pembagian umum, saudara perempuan 1/2,
dan kakek 1/6. 1/2 dan 1/6 digabungkan lalu dibagikan untuk berdua dengan
perbandingan pembagian saudara perempuan dan kakek 2 : 1.
HAL-HAL
YANG BERKENAAN DENGAN HARTA PENINGGALAN
Jika seseorang muslim meninggal dunia dan
meninggalkan harta warisan, maka sebelum harta tersebut dibagikan kepada ahli
waris terlebih dahulu ditunaikan kewajiban-kewajiban almarhum/almarhumah, yang
berkaitan dengan harta. Masalah-masalah yang berkaitan dengan harta tersebut antara
lain:
ⓐ Biaya penyelenggaraan jenazah.
ⓑ Pelunasan utang, jika ada.
ⓒ Pelaksanaan wasiat.
ⓐ Biaya penyelenggaraan jenazah.
ⓑ Pelunasan utang, jika ada.
ⓒ Pelaksanaan wasiat.
PENETAPAN AHLI WARIS YANG MENDAPAT
BAGIAN
Setelah
menyelesaikan persoalan-persoalan di atas, harus dilaksanakan "itsbatul
waris" penetapan ahli waris yang berhak menerima waris. Dalam itsbatul
waris ini harus dilakukan secara cermat dengan langkah-langkah sebagai berikut:
ⓐ Meneliti siapa saja yang menjadi ahli waris, baik karena hubungan kerabat, pernikahan maupun karena sebab lainnya.
ⓑ Meneliti siapa saja yang terhalang nerima warisan. Misalnya, karena membunuh atau beda agama.
ⓒ Meneliti ahli waris yang dapat terhijab.
ⓓMenetapkan ahli waris yang berhak menerima warisan, setelah melakukan perhitungan yang tepat tentang jumlah harta peninggalan almarhum/almarhumah.
ⓐ Meneliti siapa saja yang menjadi ahli waris, baik karena hubungan kerabat, pernikahan maupun karena sebab lainnya.
ⓑ Meneliti siapa saja yang terhalang nerima warisan. Misalnya, karena membunuh atau beda agama.
ⓒ Meneliti ahli waris yang dapat terhijab.
ⓓMenetapkan ahli waris yang berhak menerima warisan, setelah melakukan perhitungan yang tepat tentang jumlah harta peninggalan almarhum/almarhumah.
CARA PEMBAGIAN SISA HARTA
('ASHOBAH)
Yang
dimaksud dengan sisa harta warisan adalah:
ⓐ Sisa harta setelah semua ahli waris menerima bagiannya.
ⓑ Sisa harta karena orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris.
ⓐ Sisa harta setelah semua ahli waris menerima bagiannya.
ⓑ Sisa harta karena orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris.
Di
dalam menyelesaikan masalah di atas, para ulama berbeda pendapat, antara lain
sebagaimana dijelaskan di bawah ini:
⓵ Jumhur sahabat, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad,
dan ulama Syi'ah berpendapat:
ⓐ Dibagikan kembali kepada dzawil furudh selain suami/istri dengan jalan rodd.
ⓑ Bila tidak ada ahli waris, maka harta warisan diberikan kepada dzawil arham.
ⓒ Bila dzawil arham pun tidak ada, maka harta peninggalan diserahkan ke baitul mal.
ⓐ Dibagikan kembali kepada dzawil furudh selain suami/istri dengan jalan rodd.
ⓑ Bila tidak ada ahli waris, maka harta warisan diberikan kepada dzawil arham.
ⓒ Bila dzawil arham pun tidak ada, maka harta peninggalan diserahkan ke baitul mal.
⓶ Imam Malik, Imam Syafi'i, Al-Auza'i dan lain-lain berpendapat bahwa sisa
harta warisan, baik setelah ahli waris mendapatkan bagiannya maupun karena
tidak ada ahli waris tidak boleh diselesaikan dengan jalan rodd maupun diserahkan
kepada dzawil arham, tetapi harus diserahkan ke baitul mal untuk kepentingan
umat Islam.
BAGIAN ANAK
DALAM KANDUNGAN
Anak yang masih dalam kandungan jika
ditinggalkan ayahnya merupakan masalah yang belum dapat dipastikan jika
dikaitkan dengan masalah mawaris. Permasalahan-permasalahan tersebut
antara lain:
ⓐ Apakah janin yang masih dalam kandungan
tersebut ada hubungan kekerabatan yang sah dengan si mayit, maka perlu
diperhatikan tenggang waktu antara akad nikah dengan usia kandungan. Jika usia
kandungan lebih tua daripada usia akad nikah, maka bayi tidak berhak memperoleh
warisan.
ⓑ Belum bisa dipastikan jenis kelamin dan jumlah
bayi dalam kandungan. Kemungkinan yang bisa terjadi adalah:
➊ Laki-laki,
seorang atau lebih.
➋ Perempuan;
seorang atau lebih.
➌ Laki-laki
dan perempuan.
➍ Banci dan
lain-lain.
ⓒ Belum bisa dipastikan, apakah janin akan lahir
dalam keadaan hidup atau mati.
ⓓ Jika warisan dibagikan, maka ada
kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. Misalnya, ada yang terhijab nuqshon
maupun hirman. Atau mungkin melebihi yang diperkirakan, misalnya, kalau bayi
lahir meninggal.
Bayi
yang lahir dalam keadaan hidup mempunyai hak warisan dari ayahnya yang
meninggal. Rosululloh saw. bersabda:
إِذَا
اسْتَهَلَّ الْمَوْلُوْدُ وَرِثَ (رواه أصحاب السنن(
Artinya:
"Jika anak yang dilahirkan berteriak, maka ia diberi warisan." (HR. Ashab Al-Sunan)
لَا يَرِثُ
الصَّبِيُّ حَتّٰى يَسْتَهِلَّ (رواه أحمد(
Artinya:
"Bayi dalam kandungan tidak berhak mewarisi sehingga berteriak." (HR. Ahmad)
"Bayi dalam kandungan tidak berhak mewarisi sehingga berteriak." (HR. Ahmad)
Jalan keluar dalam masalah di atas
adalah:
⓵ Para ahli waris yang ada boleh mengambil
bagian dengan jumlah paling minimal dari kemungkinan-kemungkinan yang bisa
terjadi. Kecuali ahli waris yang terhijab hirman dengan lahirnya anak, tidak
mengambil dahulu sampai ada kepastian kelahiran bayi.
⓶ Apabila harta warisan dapat dijaga dan
pembagiannya tidak mendesak, maka pembagian warisan ditunda sampai bayi lahir.
BAGIAN ORANG YANG HILANG
Yang
dimaksud hilang di sini adalah orang yang tidak lagi diketahui keberadaannya
dalam jangka waktu yang relatif lama. Tidak diketahui beritanya di mana tempat
tinggalnya dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau sudah meninggal.
Orang
yang hilang tersebut sebagai muwarrits (orang yang meninggalkan harta warisan)
maupun ahli waris (orang yang mendapatkan harta warisan), sehingga pengurusan
hartanya dapat dilaksanakan sebagai berikut:
ⓐ Apabila
kedudukannya sebagai muwarrits.
➊ Harta
orang yang hilang ditahan sampai ada kepastian keberadaannya, atau ada
kepastian hidup atau matinya.
➋ Ditunggu
sampai batas usia manusia pada umumnya. Menurut Abdul Hakam ditunggu sampai
batas usia lebih kurang 70 tahun.
ⓑ Apabila kedudukannya sebagai ahli waris.
Harta
warisan dibagikan, dan ia (orang yang hilang) diberikan bagian sebagaimana bagian
semestinya. Jika ia masih hidup dan datang, maka bagiannya itu diserahkan.
Kalau ternyata sudah meninggal, maka bagiannya diserahkan kepada ahli waris
lain yang berhak.
BAGIAN ORANG YANG MENINGGAL
BERSAMA-SAMA
Orang yang meninggal dalam waktu yang bersamaan,
baik itu karena kecelakaan; seperti tabrakan, tenggelam, kebakaran, dan
lain-lain, maupun peperangan, atau karena penyakit, tidak saling waris mewarisi
meskipun ada hubungan kekerabatan yang dekat atau karena pernikahan. Sebab
adanya saling waris-mewarisi karena adanya dua pihak yang berlainan, yakni
al-muwarrits (orang yang mewariskan harta) sudah meninggal, sementara al-warits
(orang yang mewarisi/menerima warisan) masih dalam keadaan hidup.
Pendapat
di atas semula dipegang oleh Abu Bakar dan Umar, lalu diikuti oleh jumhur
fuqoha’. Antara lain Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Abu Hanifah dan lain-lain.
Dengan
demikian, karena tidak saling mewarisi, maka harta peninggalan dibagikan kepada
ahli waris yang masih hidup. Misalnya; suami, istri dan anak meninggal
bersama-sama, dan meninggalkan harta, maka harta mereka dibagikan kepada
masing-masing ahli warisnya yang masih hidup
HIKMAH PEMBAGIAN WARISAN
➊ Menghindarkan terjadinya persengketaan dalam
keluarga karena masalah pembagian harta warisan.
➋ Menghindari
timbulnya fitnah. Karena salah satu penyebab timbulnya fitnah adalah pembagian
harta warisan yang tidak benar.
➌ Dapat
mewujudkan keadilan dalam masyarakat.
➍
Memperhatikan orang-orang yang terkena musibah karena ditinggalkan oleh anggota
keluarganya.
➎ Menjunjung
tinggi hukum Alloh dan sunah Rosululloh.
No comments:
Post a Comment
Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.