Masalah
Sahkah jual beli petasan (mercon-Jawa) untuk merayakan hari raya atau pengantin dan lain-lain sebagainya?
Putusan
Jual beli tersebut hukumnya sah karena ada maksud baik, yaitu adanya perasaan gembira menggembirakan hati dengan suara petasan itu.
Referensi
[1] I’anahtuth Thalibin
وَ أَمَّا صَرْفُهُ فِي الصَّدَقَةِ وَ وُجُوْهِ الْخَيْرِ وَالْمَطَاعِمِ وَالْمَلاَبِسِ وَالْهَدَايَا الَّتِي لاَ تَلِيْقُ بِهِ فَلَيْسَ بِتَبْذِيْرٍ . (وَقَوْلُهُ لَيْسَ بِتَبْذِيْرٍ) أَيْ عَلَى الأَصَحِّ لأَنَّ لَهُ فِي ذَلِكَ غَرْضًا صَحِيْحًا وَهُوَ الثَّوَابُ وَالتَّلَذُّذُ. وَمِنْ ثَمَّ قَالُوْا لاَ إِسْرَافَ فِي الْخَيْرِ وَلاَ خَيْرَ فِي الإِسْرَافِ.
Artinya :
Adapun mempergunakan atau menyalurkannya pada sedekah dan berbagai jalur kebaikan: makanan, pakaian, dan hadiah yang tidak layak baginya maka tidak termasuk mubadzir. (Penjelasan: tidak termasuk mubadzir), yaitu menurut pendapat yang lebih benar, karena dalam hal demikian itu, ia bertujuan baik, yakni ingin memperoleh pahala dan bersenang-senang. Oleh karenanya, mereka mengatakan: “Tiada berlebihan dalam kebaikan dan tidak ada kebaikan dalam berlebihan.
[2] Fathul Qarib
)بَيْعُ عَيْنٍ مُشَاهَدَةٍ) أَيْ حَاضِرَةٍ (فَجَائِزٌ) إِذَا وُجِدَتْ الشُرُوْطُ مِنْ كَوْنِ اْلمَبِيْعِ طَاهِرًا مُنْتَفَعًا بِهِ مَقْدُوْرًا عَلَى تَسْلِيْمِهِ لِلْعَاقِدِ عَلَيْهِ وِلاَيَةٌ.
Artinya :
Jual beli sesuatu yang tampak jelas itu boleh, jika memang memenuhi berbagai persyaratan, seperti barang yang dijual itu suci, bisa dimanfaatkan, bisa diserahkan dan bagi yang bertransaksi mempunyai kuasa (terhadap barang tersebut).
[3] Hasyiyah al-Jamal
وَالْحَقُّ فِي التَّعْلِيْلِ أَنَّهُ (أَيْ اَلدُّخَانَ) مُنْتَفَعٌ بِهِ فِي الْوَجْهِ الَّذِي يُشْتَرَى لَهُ وَهُوَ شُرْبُهُ إِذْ هُوَ مِنَ الْمُبَاحَاتِ لِعَدَمِ قِيَامِ دَلِيْلٍ عَلَى حُرْمَتِهِ فَتَعَاطِيْهِ انْتِفَاعٌ بِهِ فِي وَجْهٍ مُبَاحٍ. وَلَعَلَّ مَا فِي حَاشِيَةِ الشَّيْخِ مَبْنِيٌّ عَلَى حُرْمَتِهِ وَعَلَيْهِ فَيُفْرَقُ بَيْنَ الْقَلِيْلِ وَالْكَثِيْرِ كَمَا عُلِمَ مِمَّا ذَكَرْنَاهُ فَلْيُرَاجِعْ.
Artinya :
Dan yang benar dalam ta’lil-nya (alasannya), bahwa rokok itu bermanfaat sesuai dengan tujuan dibelinya yaitu menghisapnya, dan mengingat rokok itu termasuk barang mubah (boleh), karena tidak ada dalil yang mengharamkannya. Maka menggunakan rokok berarti memanfaatkannya dalam bentuk yang mubah (boleh). Mungkin penjelasan yang terdapat dalam Hasyiyatusy Syaikh, berangkat dari keharamannya. Atas dasar ini, harus dibedakan antara yang sedikit dan yang banyak, seperti telah diketahui dari penjelasan yang kami kemukakan. Karena itu, ia hendaknya mengkaji ulang.
[4] Hasyiyah Ali asy-Syibramalisi
فَائِدَةٌ - وَقَعَ السُّؤَالُ فِي الدَّرْسِ عَنِ الدُّخَانِ الْمَعْرُوْفِ فِي زَمَانِنَا هَلْ يَصِحُّ بَيْعُهُ أَمْ لاَ وَالْجَوَابُ عَنْهُ الصِّحَةُ ِلأَنَّهُ طَاهِرٌ مُنْتَفَعٌ بِهِ كَتَسْخِيْنِ الْمَاءِ وَنَحْوِهِ كَالتَّظْلِيْلِ بِهِ.
Artinya :
Faidah – Dalam suatu pengajaran muncul pertanyaan tentang rokok yang dikenal pada masa sekarang ini, apakah boleh diperjual-belikan atau tidak? Jawabnya: sah/boleh, karena termasuk barang yang suci dan bermanfaat sama seperti memanaskan air dan lainnya seperti mendinginkan sesuatu dengan air itu.
-----------------------------------------------------------------------------------
Catatan Kaki :
Catatan Kaki :
-[1] Zainudin al-Mailibari, Fathul Mu’in dan dan al-Bakri Muhammad Syatha ad-Dimyathi I’anahtuth Thalibin, (Singapura: Sulaiman Mar’i, t. th.), Jilid III, h. 71.
-[2] Ibnu Qasim al-Ghazzi, Fathul Qarib dalam Hasyiyatul Bajuri, (Singapura: Sulaiman Mar’i, t. th), Jilid I, h. 340-341.
-[3] Sulaiman al-Jamal, Hasyiyatul Jamal ‘ala Fathil Wahhab, (Beirut: Darul Fikr, t. th.), Jilid III, h. 24.
-[4] Ali asy-Syibramalisi, Hasyiyah Ali asy-Syibramalisi dalam Syamsuddin ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1357 H./1938 M.), Jilid III, h. 381.