Soal :
Bolehkah memberi “gono-gini” (ialah hasil usaha kedua belah pihak
suami-istri) baik masing-masing mempunyai andil kapital ataupun tidak
mempunyai, tetapi tidak dapat dibeda-bedakan hasil masing-masing
(tercampur menjadi satu).
Jawab :
Muktamar memutuskan: Bahwa memberi “gono-gini” itu boleh menurut yang diterangkan dalam Hamisy kitab Syarqawi [1]:
Keterangan, dari kitab:
(فَرْعٌ) إِذَا حَصَلَ اشْتِرَاكٌ فِى لَمَّةٍ ... إِنْ كَانَ لِكُلٍّ مَتَاعٌ أَوْ لَمْ يَكُنْ لِأَحَدِهِمَا مَتَاعٌ وَاكْتَسَبَا فَإِنْ تَمَيَّزَ فَلِكُلٍّ كَسْبُهُ وَإِلاَّ اصْطَلَحَا فَإِنْ كَانَ النَّمَاءُ مِنْ مِلْكِ أَحَدِهِمَا مِنْ هَذِهِ الْحَالَةِ فَالْكُلُّ لَهُ وَلِلْبَاقِيْنَ اْلأُجْرَةُ، وَلَوْ بِالْغَبْنِ لِوُجُوْدِ الاشْتِرَاكِ
Jika pernah terjadi persekutuan dalam sejumlah harta, … maka jika masing-masing punya harta atau salah satunya tidak punya harta dan keduanya melakukan usaha bersama, jika memang bisa dibedakan maka masing-masing memperoleh bagian sesuai dengan usahanya, dan jika tidak bisa dibedakan maka keduanya berdamai. Jika perkembangan terjadi dari harta milik salah satu dari keduanya, maka semua harta menjadi miliknya dan pihak lain berhak mendapatkan upah, meskipun terjadi kerugian, karena adanya persekutuan.
Catatan kaki:
Keterangan, dari kitab:
(فَرْعٌ) إِذَا حَصَلَ اشْتِرَاكٌ فِى لَمَّةٍ ... إِنْ كَانَ لِكُلٍّ مَتَاعٌ أَوْ لَمْ يَكُنْ لِأَحَدِهِمَا مَتَاعٌ وَاكْتَسَبَا فَإِنْ تَمَيَّزَ فَلِكُلٍّ كَسْبُهُ وَإِلاَّ اصْطَلَحَا فَإِنْ كَانَ النَّمَاءُ مِنْ مِلْكِ أَحَدِهِمَا مِنْ هَذِهِ الْحَالَةِ فَالْكُلُّ لَهُ وَلِلْبَاقِيْنَ اْلأُجْرَةُ، وَلَوْ بِالْغَبْنِ لِوُجُوْدِ الاشْتِرَاكِ
Jika pernah terjadi persekutuan dalam sejumlah harta, … maka jika masing-masing punya harta atau salah satunya tidak punya harta dan keduanya melakukan usaha bersama, jika memang bisa dibedakan maka masing-masing memperoleh bagian sesuai dengan usahanya, dan jika tidak bisa dibedakan maka keduanya berdamai. Jika perkembangan terjadi dari harta milik salah satu dari keduanya, maka semua harta menjadi miliknya dan pihak lain berhak mendapatkan upah, meskipun terjadi kerugian, karena adanya persekutuan.
Catatan kaki:
- 1 Musthafa al-Dzahabi, Taqrir Musthafa al-Dzahabi, dalam Hasyiyah al-Syarqawi, (Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1226 H), Jilid II, h. 109.
TAMBAHAN IBAROT
Bughyatul Mustarsyidin halaman 159 :
اختلط مال الزوجين ولم
يعلم لأيهما أكثر ولا قرينة تميز أحدهما وحصلت بينهما فرقة إلى أن قال نعم
إن جرت العادة المطردة أن أحدهما يكسب أكثر من الآخر كان الصلح والتواهب
على نحو ذلك، وإن لم يتفقوا على شيئ من ذلك ممن بشيئ بيده شيئ من المال
فالقول قوله بيمينه أنه ملكه فإن كان بيدهما فلكل تحليف الآخر ثم يقسم
نصفين. ومثله ما في أحكام الفقهاء ج ٣ ص. ٣٨-٣٩
Telah bercampur harta benda suami
istri dan tidak diketahui milik siapa yang lebih banyak, dan tidak ada
tanda-tanda yang dapat membedakan salah satu dari keduanya, dan telah
terjadi antara keduanya firqoh (cerai) s/d … betul. Apabila telah
terjadi kebiasaan/ adat yang berlaku, bahwa salah satu dari keduanya
lebih banyak kerjakerasnya (cara mendapatkannya) daripada satunya, maka
perdamaian (suluh) dan saling member atas sesame. Apabila tidak ada
kesepakatan atas sesuatu dari hal tersebut apa dari harta benda yang
berada pada diri suami, maka yang dibenarkan adalah pendapat suami
dengan disertai sumpahnya bahwa itu miliknya. Apabila harta itu ditangan
keduanya maka masing-masing menyumpah yang lainnya kemudian hartanya
dibagi dua.
No comments:
Post a Comment
Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.