SOAL :
Bagaimana hukumnya alat-alat yang dibunyikan dengan tangan?
JAWAB :
Muktamar memutuskan bahwa segala alat yang dipukul
(dibunyikan) dengan tangan, seperti rebana, dan sebagainya itu hukumnya
mubah (boleh) selama alat-alat tersebut tidak dipergunakan untuk
menimbulkan kerusakan dan tidak menjadi tanda-tanda orang fasiq kecuali
kubah, yang telah ditetapkan haramnya dalam hadis (nash).
Keterangan, dalam kitab:
1. Ithaf Sadah al-Muttaqin [1]
َكَالطَّبْلِ وَالْقَضِيْبِ وَكُلُّ آلَةٍ يُسْتَخْرَجُ مِنْهَا صَوْتٌ مُسْتَطَابٌ مَوْزُوْنٌ سِوَى مَا يَعْتَادُهُ أَهْلُ الشُّرْبِ لِأَنَّ كُلَّ ذَلِكَ لاَ يَتَعَلَّقُ بِالْخَمْرِ وَلاَ يُذَكِّرُ بِهَا وَلاَ يُشَوِّقُ إِلَيْهَا وَلاَ يُوْجَدُ التَّشَبُّهُ بِأَرْبَابِهَا فَلَمْ يَكُنْ فِيْ مَعْنَاهَا فَبَقِيَ عَلَى أَصْلِ اْلإِبَاحَةِ قِيَاسًا عَلَى صَوْتِ الطُّيُوْرِ وَغَيْرِهَا إِلَى أَنْ قَالَ فَيَنْبَغِي أَنْ يُقَاسَ عَلَى صَوْتِ الْعَنْدَلِيْبِ اْلأَصْوَاتُ الْخَارِجَةُ مِنْ سَائِرِ اْلأَجْسَامِ بِاخْتِيَارِ اْلأَدَمِيِّ كَالَّذِيْ يَخْرُجُ مِنْ حَلْقِهِ أَوْ مِنَ الْقَضِيْبِ واَلطَّبْلِ وَالدَّفِّ وَغَيْرِهِ وَلاَ يُسْتَثْنَى عَنْ هَذِهِ آلَةُ الْمَلاَهِي وَاْلأَوْتَارُ وَالْمَزَامِرُ إِذْ وَرَدَ الشَّرْعُ بِالْمَنْعِ عَنْهَا.
Seperti kendang dan drum serta semua alat yang dipergunakan untuk
mengeluarkan suara yang enak dan teratur berirama, kecuali yang biasa
digunakan oleh peminum minuman keras, karena semua itu tidak berhubungan
dengan minuman keras dan tidak mengingatkannya, tidak membuat kerinduan
kepadanya, serta tidak ada keserupaan dengan empunya sehingga tidak
termasuk dalam pengertiannya (yang diharamkan) dan hukumnya menjadi
mubah sebagaimana hukum asli. Sesuai dengan yang diqiyaskan pada suara
burung dan lainnya, maka seyogyanya diqiyaskanlah pada suara burung bul
bul, semua suara-suara yang keluar dari anggota tubuh manusia sesuai
dengan kehendaknya seperti yang keluar dari tenggorokannya atau dari
kendang, drum, rebana dan lainnya. Dalam hal ini tidak dikecualikan
semua alat-alat hiburan, aneka macam gitar dan seruling, karena telah
ada larangan dari syara’ terhadapnya.
2. Ihya’ Ulum al-Din [2]
ووَبِهَذِهِ الْعِلَّةِ يَحْرُمُ ضَرْبُ الْكَوْبَةِ وَهُوَ طَبْلٌ مُسْتَطِيْلٌ رَقِيْقُ الْوَسْطِ وَاسِعُ الطَّرَفَيْنِ وَضَرَبَهَا عَادَةُ الْمُخَنِّثِيْنَ، وَلَوْلاَ مَا فِيهِ مِنَ التَّشْبِيْهُ لَكَانَ مِثْلَ طَبْلِ الْحَجِيْجِ وَالْغُزُوِّ
Beliau juga berpendapat; dengan illat ini haram hukumnya memukul
al-kubah (kendang)? Yaitu suatu alat musik sejenis kendang yang
berbentuk memanjang, di arah tengah agak tipis, sedang dua sisi ujungnya
agak luas. Biasanya jenis alat musik ini ditabuh oleh waria. Andaikan
dalam kendang tersebut tidak ada unsur tasyabuh, niscaya hukumnya sama
dengan terompet yang digunakan jamaah haji atau dalam peperangan.
Catatan kaki:
- [1] Murtadha al-Zabidi, Ithaf Sadah al-Muttaqin, (Beirut: Maktabah Dar al-Fikir, t. th.), Jilid VI, h. 474 dan 472
- [2] Hujjah al-Islam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din dalam Murtadha al-Zabidi, Ithaf Sadah al-Muttaqin, (Beirut: Maktabah Dar al-Fikr, t.th.), Juz VI, h. 473.
No comments:
Post a Comment
Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.