SOAL :
Bagaimana hukumnya memperbaharui nisan dalam tanah kuburan umum?
JAWAB
:
Memperbaharui nisan sebelum mayatnya rusak itu hukumnya boleh. Adapun
masa rusaknya mayat hingga menjadi tanah, menurut para ahli; ada yang
berpendapat 15 tahun, ada pula yang berpendapat 25 tahun, atau 70 tahun,
perbedaan tersebut mengingat perbedaan iklim.
Dan boleh memperbarui
sesudah masa rusaknya mayat apabila tidak menghalangi untuk dipergunakan
penguburan mayat baru, tetapi apabila menghalangi maka hukumnya haram.
Keterangan, dari kitab:
[1] Nihayah al-Muhtaj :
[1] Nihayah al-Muhtaj :
وَيُسَنُّ أَنْ تَقِفَ جَمَاعَةٌ بَعْدَ دَفْنِهِ أَمَّا بَعْدَ الْبَلاَءِ عِنْدَ مَنْ مَرَّ أَي مِنْ أَهْلِ الْخِبْرَةِ فَلاَ يَحْرُمُ النَّبْشُ بَلْ تَحْرُمُ إِمَارَتُهُ وَتَسْوِيَةُ تُرَابٍ عَلَيْهِ إِذَا كَانَ فِيْ مَقْبَرَةٍ مُسَبَّلَةٍ ِلامْتِنَاعِ النَّاسِ مِنَ الدَّفْنِ فِيْهِ لِظَنِّهِمْ بِهِ عَدَمَ الْبِلَى.
Para jamaah (pengiring jenazah) disunatkan berdiri setelah jenazah
dikubur. Adapun jenazah yang sudah hancur sesuai dengan perkiraan para
ahli yang sudah berpengalaman tidak diharamkan untuk digali kembali,
bahkan diharamkan membangun bangunan dan meratakan (mengecor) tanah di
atasnya jika berada di pemakaman umum, karena itu bisa menghalangi orang
lain untuk menguburkan (jenazah lain), karena mereka menyangka (jenazah
yang pertama) belum hancur.
[2] Fath al-Wahhab :
فِى مَسْأَلَةِ حُرْمَةِ النَّبْشِ قَبْلَ الْبِلَى أَمَّا بَعْدَ الْبِلَى فَلاَ يَحْرُمُ نَبْشُهُ أَي الْمَيِّتِ بَلْ تَحْرُمُ عِمَارَتُهُ وَتَسْوِيَةُ التُّرَابِ عَلَيْهِ لِئَلاَّ يَمْتَنِعَ النَّاسُ مِنَ الدَّفْنِ فِيْهِ لِظَنِّ عَدَمِ الْبِلَى
Tentang keharaman menggali kubur sebelum jenazah hancur. Sedangkan
setelah hancur maka tidak haram digali kembali bahkan yang diharamkan
adalah membangun bangunan, meratakan (mengecor) tanah di atasnya agar
tidak mencegah orang lain menguburkan (jenazah lain) karena menyangka
(jenazah yang semula) belum hancur.
Catatan kaki:
- [1] Syamsuddin al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, (Mesir: Mathba’ah Musthafa al-Halabi, 1357/1938), Juz III, h. 40.
- [2] Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahhab, (Beirut: Maktabah Dar al-Fikr, 1422 H/2002 M), Juz I, h. 118.
No comments:
Post a Comment
Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.