SOAL :
Apakah
hukumnya menyerukan “taradhdhi” (membaca radhiyallahu ‘anhu) atau
membaca “shalawat” dengan suara keras sewaktu khotib menyebutkan
nama-nama sahabat atau nama Rasulullah Saw.?
JAWAB :
Membaca “shalawat”
sewaktu khotib menyebutkan nama Rasulullah Saw. dengan suara keras itu
hukumnya “sunat” asalkan tidak keterlaluan, demikian pula membaca
“taradhdhi” asalkan tidak keras. Apabila keterlaluan membaca “shalawat”,
hukumnya makruh (asalkan tidak menimbulkan tasywisy). Dan apabila
sampai menimbulkan tasywisy hukumnya “haram”.
Keterangan dari kitab I’anatut Thalibin [1]
وَ يُسَنُّ تَشْمِيْطُ الْعَاطِسِ وَ الرَّدُّ عَلَيْهِ وَ رَفْعُ الصَّوْتِ مِنْ غَيْرِ مُبَالَغَةٍ بِالصَّلاَةِ وَ السَّلاَمِ عَلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عِنْدَ ذِكْرِ الْخَطِيْبُ اسْمَهُ وَ وَصْفَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ. (قَوْلُهُ وَ رَفْعُ الصَّوْتِِ) أَي وَ يُسَنُّ رَفْعُ الصَّوْتِ حَالَ الْخَطِبَةِ. (قَوْلُهُ مِنْ غَيْرِ مُبَالَغَةٍ) امَّا مَعَهَا فَيُكْرَهُ. (وَ لاَ يُبْعَدُ نَدْبُ التَّرَضِّي عَنِ الصَّحَابَةِ بِلاَ رَفْْعِ صَوْتٍ) أَيْ تَرَضِّي السَّامِعيْنَ عَنْهُمْ عِنْدَ ذِكْرِ الْخَطِيْبِ أَسْمَائَهُمْ. أَمَّا مَعَ رَفْعِ الصَّوْتِ فَلاَ يُنْدَبُ لِأَنَّ فِيْهِ تَشْوِيْشًا
Disunatkan
menjawab dan mendoakan orang yang bersin. Begitu juga disunahkan
membaca shalawat dan salam untuk Nabi saw. dengan suara yang tidak
terlalu keras ketika mendengar khatib menyebut nama dan sifat Rasulullah
saw. Yang dimaksud “dengan suara keras” di sini adalah pada saat
khutbah berlangsung. Sedang yang dimaksud “asalkan tidak keterlaluan”
berarti apabila keterlaluan saat membacanya (shalawat dan salam),
hukumnya menjadi makruh.
Demikian pula disunatkan membaca “taradhdhi” (radhiyallahu ‘anhu) dengan suara pelan ketika mendengar khatib menyebut nama shahabat Nabi saw. Namun tidak disunahkan membacanya dengan suara keras, karena dapat mengganggu orang lain (tasywisy).
Demikian pula disunatkan membaca “taradhdhi” (radhiyallahu ‘anhu) dengan suara pelan ketika mendengar khatib menyebut nama shahabat Nabi saw. Namun tidak disunahkan membacanya dengan suara keras, karena dapat mengganggu orang lain (tasywisy).
Catatan Kaki :
- [1] Al-Bakri Muhammad Syatha ad-Dimyati, I’anatuth Thalibin, (Singapura: Maktabah Sulaiman Mar’i, t.th), Jilid II, h. 87.
No comments:
Post a Comment
Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.