Friday, June 11, 2021

DIHIMPIT KUBUR

PERTANYAAN:

Di antara peristiwa menakutkan yang akan dialami manusia setelah ajal menjemputnya adalah penghimpitan bumi terhadap jasad mereka dalam kubur. Apakah penghimpitan tersebut terjadi setelah datang malaikat Munkar Nakir atau sebelumnya? Dan apakah semua manusia mengalami penghimpitan itu atau ada pengecualiannya?

JAWABAN:
Penghimpitan bumi terhadap manusia dalam kubur terjadi sebelum mereka didatangi malaikat Munkar Nakir. Karena peristiwa tersebut adalah hal pertama yang dialami manusia setelah dia dimasukkan ke dalam kuburnya.
 
Dan semua manusia pasti mengalaminya baik yang muslim atau kafir, yang saleh atau durhaka. Hanya saja bagi yang muslim dan saleh penghimpitan rersebut tidak berlangsumg lama, berbeda dengan orang-orang kafir.

📚 REFERENSI:
 
📖 Kitab Hamisy al-Fatawi al-Fiqhiyah al-Kubra (هَامِشُ الْفَتَاوِيُ الْفِقْهِيَّةُ الْكُبْرٰى) juz 4 halaman 210-211

وَضَمَّةُ الْقَبْرِ لِلْمَيِّتِ قَبْلَ سُؤَالِ الْمَلَكَيْنِ فَقَدْ رَوٰى ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا وَالْحَكِيْمُ التِّرْمِذِيُّ وَأَبُوْ يَعْلٰى وَأَبُوْ أَحْمَدَ وَالْحَاكِمُ فِي الْكُنٰى وَالطَّبْرَانِيُّ فِي الْكَبِيْرِ وَأَبُوْ نُعَيْمٍ عَنْ أَبِي الْحَجَّاجِ التُّمَالِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ {يَقُوْلُ الْقَبْرُ لِلْمَيِّتِ حِيْنَ يُوْضَعُ فِيْهِ وَيْحَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مَا غَرَّكَ بِيْ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنِّي بَيْتُ الْفِتْنَةِ} اَلْحَدِيْثَ .وَرَوَى ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ عُبَيْدٍ قَالَ بَلَغَنِيْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ {إنَّ الْمَيِّتَ يَقْعُدُ وَهُوَ يَسْمَعُ خَطْوَ مُشَيِّعِيْهِ فَلَا يُكَلِّمُهُ شَيْءٌ أَوَّلٌ مِنْ حُفْرَتِهِ فَيَقُوْلُ وَيْحَكَ يَا ابْنَ آدَمَ قَدْ حُذِّرْتَنِيْ وَحُذِّرْتَ ضِيْقِيْ} الْحَدِيْثَ .وَرَوَى أَبُو الْقَاسِمِ السَّعْدِيُّ فِي كِتَابِ الرُّوْحِ لَهُ لَا يَنْجُوْ مِنْ ضَغْطَةِ الْقَبْرِ صَالِحٌ وَلَا طَالِحٌ غَيْرَ أَنَّ الْفَرْقَ بَيْنَ الْمُسْلِمِ وَالْكَافِرِ فَبَيْنَهُمَا دَوَامُ الضَّغْطَةِ لِلْكَافِرِ وَحُصُوْلُ هٰذِهِ الْحَالَةِ لِلْمُسْلِمِ فِيْ أَوَّلِ نُزُوْلِهِ إلَى قَبْرِهِ ثُمَّ يَعُوْدُ إِلَى الْإِفْسَاحِ لَهُ فِيهِ. اهـ

MELIHAT MALAIKAT MAUT SAAT SEKARAT

PERTANYAAN: 

Apakah orang yang sedang sekarat (mau meninggal dunia) dapat melihat malaikat pencabut nyawa?


JAWABAN:
Menurut sebagian keterangan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Nu'aim memang benar demikian, akan tetapi hal tersebut hanya terjadi pada orang yang meninggal dunia tidak secara mandadak.

📚 REFERENSI:
 
📖 Kitab Al-Fatawi Al-Haditsiyyah (اَلْفَتَاوِيُ الْحَدِيْثِيَّةُ) halaman 28:

وَسُئِلْتُ: هَلْ كُلُّ مُحْتَضَرٍ يَرٰى مَلَكَ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلاَمُ صَغِيْرٍ وَكَبِيْرٍ وَأَعْمٰى وَبَصِيْرٍ آدَمِيٍّ وَغَيْرِهِ؟ فَأَجَبْتُ بِقَوْلِيْ: وَرَدَ مَا يَدُلُّ عَلٰى مُعَايَنَةِ الْمُحْتَضَرِ الَّذِيْ لَمْ يَمُتْ فُجْأَةً لِمَلَكِ الْمَوْتِ أَوْ بَعْضِ أَعْوَانِهِ؛ فَمِنْ ذٰلِكَ حَدِيْثُ أَبِيْ نُعَيْمٍ أَنَّهُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اُحْضُرُوْا مَوْتَاكُمْ وَلَقِّنُوْهُمْ لَآ إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَبَشِّرُوْهُمْ بِالْجَنَّةِ فَإِنَّ الْحَلِيْمَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ يَتَحَيَّرُ عِنْدَ ذٰلِكَ الْمَصْرَعِ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ مِنِ ابْنِ آدَمَ عِنْدَ ذٰلِكَ الْمَصْرَعِ، وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَمُعَايَنَةُ مَلَكِ الْمَوْتِ أَشَدُّ مِنْ أَلْفِ ضَرْبَةٍ بِالسَّيْفِ» فَقَوْلُهُ: «وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَمُعَايَنَةُ مَلَكِ الْمَوْتِ إلخ» الَّذِيْ وَقَعَ كَالتَّعْلِيْلِ لِمَا قَبْلَهُ مِنْ طَلَبِ التَّلْقِيْنِ وَمَا مَعَهُ لِكُلِّ مَنْ حَضَرَهُ الْمَوْتُ يُوْمِئُ إِلٰى أَنَّ كُلَّ مُحْتَضَرٍ يُطْلَبُ تَلْقِيْنُهُ يُعَايِنُ مَلَكَ الْمَوْتِ وَإِلَّا لَمْ يَكُنْ لِلْحَلَفِ عَلَى ذٰلِكَ بَلْ وَلَا لِذِكْرِهِ مُنَاسَبَةٌ لِهٰذَا الْمَقَامِ أَلْبَتَّةَ، وَفِيْ حَدِيْثِ «إِنَّ مَلَكَ الْمَوْتِ إِذَا سَمِعَ الصُّرَاخَ يَقُوْلُ: يَا وَيْلَكُمْ مِمَّ الْجَزَعُ وَفِيْمَ الْجَزَعُ؟ مَا أَذْهَبْتُ لِوَاحِدٍ مِنْكُمْ رِزْقاً وَلَا قَرَّبْتُ لَهُ أَجَلاً وَلَا أَتَيْتُهُ حَتَّى أُمِرْتُ، وَلَا قَبَضْتُ رُوْحَهُ حَتَّى اسْتَأْمَرْتُ، وَإِنَّ لِيْ فِيْكُمْ عَوْدَةً ثُمَّ عَوْدَةً ثُمَّ عَوْدَةً حَتّٰى لَا أُبْقِيَ مِنْكُمْ أَحَداً. قَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ يَرَوْنَ مَكَانَهُ أَوْ يَسْمَعُوْنَ كَلَامَهُ لَذَهَلُوْا عَنْ مَيِّتِهِمْ وَلَبَكَوْا عَلَى أَنْفُسِهِمْ» اَلْحَدِيْثَ. وَفِيْ حَدِيْثٍ آخَرَ: «أنَّهُ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَظَرَ لِمَلَكِ الْمَوْتِ عِنْدَ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ فَقَالَ: اُرْفُقْ بِصَاحِبِنَا فَإِنَّهُ مُؤْمِنٌ، فَقَالَ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَامُ: يَا مُحَمَّدُ طِبْ نَفْساً وَقُرَّ عَيْناً فإِنِّيْ بِكُلِّ مُؤْمِنٍ رَفِيْقٌ.

KEIKHLASAN IBNU RUSLAN DALAM MENULIS KITAB ZUBAD

Imam Ibnu Ruslan menyelesaikan penulisan kitab Zubad di atas sebuah kapal yang berlayar di laut lepas. Beliau di situ bersama banyak orang. Di saat orang lain tidur, makan dan minum, beliau sendirian sibuk merampungkan kitab berupa syair-syair dalam fan (bidang) fiqih tersebut.

Pada saat kitab Zubad selesai ditulis, Imam Ibnu Ruslan mengikatkan batu di bagian atas dan bawah kitab itu. Beliau ingin melempar kitab itu ke laut. Orang-orang di kapal saat melihat itu segera mencegahnya. Mereka merasa sayang, hasil kerja keras tulisan buah karya seorang ulama dibuang begitu saja. Namun beliau tetap bersikukuh dengan niatnya.

“Biarkanlah. Jika kitab karanganku ini benar-benar ditulis ikhlas karena Alloh, air laut tidak akan mampu merusaknya.” Kata beliau mantap.

Imam Ibnu Ruslan yakin akan kebenaran firman Alloh dalam surat Al-Qoshosh ayat 88:
 
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهٗ
Artinya:
“Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Alloh.”

Sebagian ahli Tafsir mengartikan ayat tersebut dengan: “Setiap apapun akan hancur binasa kecuali diniatkan ikhlas karena Alloh”.

Disebabkan keikhlasan pengarangnya, ombak berhasil membawa kitab tersebut ke tepi laut. Di tempat tersebut ada banyak nelayan mencari ikan. Kitab tersebut atas takdir Alloh akhirnya tersangkut di jaring salah satu nelayan.

Nelayan tersebut kemudian membawa kitab yang ditemukannya diserahkan kepada salah seorang ulama di daerah itu. Ulama itu menerima kitab misterius tersebut dengan perasaan takjub.

Akhirnya dibacalah lembar demi lembar kitab yang diterimanya itu. Dia kagum dengan keindahan susunan dan bobot kualitas kitab Madzhab Syafi’i itu. Ulama tersebut lantas memerintahkan untuk menulis dan menyebarluaskan kitab asing tersebut.

Akhirnya kitab tersebut berkat keikhlasan pengarangnya, tersebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Hal itu ditulis oleh Ibnu Ruslan dalam Zubadnya :

وَاللّٰهَ أَرْجُوْ الْمَنَّ بِالْإِخْلَاصِ ¤ لِكَيْ يَكُوْنَ مُوْجِبَ الْخَلَاصِ
Artinya:
“Hanya kepada Alloh lah daku berharap dikaruniai keikhlasan ¤ agar [kitab nadhom ini] menjadi sebab keselamatan [bagiku di akhirat nanti]”.

Seperti itulah keikhlasan ulama-ulama terdahulu. Mereka menomorsatukan keikhlasan dalam mengarang kitab. Tidak ada pikiran meraih popularitas atau keuntungan materi melalui royalti. Ulama salaf berhasil memadukan antara ilmu dengan amalnya. Itulah rahasia kitab-kitab ulama salaf penuh berkah dan terus dibaca serta terus menginspirasi dari generasi ke generasi.