Friday, June 24, 2022

SINGA PUN TAKLUK LANTARAN SABAR TERHADAP KEBURUKAN ISTRI

    Dalam kitab 'Uqudul Lujain (عُقُوْدُ اللُّجَيْنِ = kalung perak) karya Syeh Nawawi al-Bantani, dikisahkan bahwa ada seorang sholeh mengunjungi rumah saudaranya yang juga terkenal sholeh. Sebut saja Dullah dan Darsun. Setidaknya tiap tahun Dullah pergi menjumpai saudaranya itu. Kali ini hampir saja Dullah tak bertemu Darsun. Begitu mengetuk pintu, yang terdengar adalah suara istri Darsun, "Siapa?"

    "Saya saudara suamimu, datang untuk mengunjunginya."

    "Suamiku sedang mencari kayu. Semoga ia tidak dikembalikan oleh Alloh ke rumah ini lagi."

    Dari balik pintu itu, istri Darsun kemudian terus mencaci-maki suaminya habis-habisan. Dullah hanya bisa menelan ludah, hingga akhirnya ia melihat Darsun pulang membawa kayu bersama seekor singa. Ya, Darsun meletakkan kayu itu di atas punggung binatang yang terkenal buas itu.

    Sembari menurunkan kayu dari punggung singa, Darsun berujar kepada istrinya, "Kembalilah ke dalam, semoga Alloh memberkatimu," katanya yang lantas mempersilahkan Dullah masuk ke dalam rumah.

    Sambil mengucapkan salam, Darsun menampakkan air muka gembira menyambut kunjungan saudaranya itu. Tak lupa ia sajikan makanan untuk Dullah. Pertemuan pun terasa cair dan hangat.

    Dullah lalu berpamitan. Tapi satu hal yang tetap menancap di pikiran Dullah, kekagumannya terhadap kesabaran Darsun menghadapi istrinya yang super cerewet, gemar mengolok suami sendiri, bahkan seperti melaknatnya. Darsun tak membalas lemparan kotoran dengan lemparan serupa.

    Tahun berikutnya, Dullah berkunjung lagi. Sesaat selepas mengetuk pintu, sambutan ramah datang dari istri Darsun. Ucapan "Selamat datang" meluncur, disusul dengan pujian terhadap tamu. Perempuan itu juga memuji Darsun sembari menunggunya pulang.

    Seperti biasa, Darsun pulang dengan membawa kayu bakar. Hanya saja, hari itu ia tak lagi bersama singa. Beban kayu bakar ia pikul sendiri di atas pundak. Darsun terlihat kian payah. Tapi sambutan yang menyenangkan terhadap saudaranya itu tidak berubah.

    Tentang dua suasana berbeda yang ia alami, sebelum pamit Dullah memberanikan diri bertanya kepada Darsun. Mengapa perempuan yang menyambutnya berbeda dari perempuan tahun sebelumnya? Kemana pula singa perkasa yang dulu menggotong kayu itu? Darsun memberi tahu, "Saudaraku, istriku yang berperilaku tercela itu telah meninggal dunia. Aku berusaha sabar atas perangai buruknya, sehingga Alloh memberiku kemudahan untuk menaklukkan singa, karena kesabaranku itu. Lalu aku menikah lagi dengan perempuan sholehah. Aku sangat berbahagia dengannya, hingga singa itu dijauhkan dariku, dan memaksaku memikul sendiri kayu bakarku."

✽✽✽✽

    Apa yang diceritakan Syeh Nawawi di atas tentu bukan ingin melegitimasi perangai buruk seorang istri. Karena dalam kitab yang sama, beliau berulang kali mengharuskan perempuan bersikap patuh dan menjaga tata krama terhadap suami. Pesan moral dititikberatkan kepada cara suami menyikapi perilaku istri. Ketika situasi mendesak suami menghadapi kemungkinan terburuk, maka bersabar adalah langkah paling bijak. Sabar berarti kuat, bukan lemah, apalagi kalah. Sabar juga bisa menjadi modal dasar bagi usaha untuk memperbaiki. Kemenangan dan kemuliaan Darsun dalam kisah tersebut tercermin dari keistimewaan yang ia peroleh, sebagai imbalan dari kesabarannya yang luar biasa itu. Hal sama juga bisa terjadi sebaliknya, yakni ketika istri terpaksa menghadapi perilaku suami yang jauh dari dambaan. Kesabaran adalah pilihan utama.

    Apa yang diceritakan dalam kitab kitab 'Uqudul Lujain ini juga merupakan secuil kisah dalam khazanah turots (literatur klasik) yang menguak kisah kehidupan rumah tangga orang-orang sholeh. Sebenarnya banyak sekali dalam khazanah turots cerita maupun kisah para ulama dan orang-orang sholeh yang memiliki istri berperangai kurang baik, yang bisa ditemui. Memang, tidak ada rumah tangga yang tidak pernah didera prahara. Semuanya pasti mengalami masalah-masalah entah kecil atau besar, atau juga masalah kecil yang dibuat besar. Rumah tangga para ulama pun demikian. Jangan dikira semua rumah tangga para ulama ataupun kiyai pasti berjalan mulus tanpa halangan suatu apapun. Bahkan, rumah tangga Nabi SAW pun pernah diterpa prahara.

    Namun demikian, dalam menghadapi cobaan tersebut, mereka selalu mengedepankan kebijaksanaan. Meskipun emosi mereka setiap kali diuji baik ketika dalam keadaan berduaan maupun di hadapan khalayak. Mereka tidak pernah naik darah dengan secara spontan melemparkan kata talak atau membalas dengan melakukan kekerasan atas perbuatan buruk istri mereka. Bahkan yang mereka tunjukkan adalah kebijaksanaan yang merupakan buah dari kedalaman ilmu. Mereka yakin bahwa semua itu adalah kesempatan untuk meraih ziyadah (tambahan) pahala dan ganjaran, pun untuk melebur segala kesalahan dan dosa.

No comments:

Post a Comment

Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.