Saturday, May 9, 2015

Menyentuh Pundak Imam Oleh Orang yang Akan Bermakmum (MUKTAMAR NU KE-8 NO.132)

SOAL : 
Bagaimana hukum menyentuh imam oleh orang yang akan bermakmum? 
JAWAB : 
Hukumnya ditafshil sebagai berikut : 
• Mubah (boleh), kalau hanya menyentuh semata 
• Haram, kalau mengakibatkan imam sangat terkejut 
• Makruh, kalau mengakibatkan imam terkejut sedikit atau membuat persepsi dari orang lain bahwa menyentuh tersebut hukumnya sunah atau wajib 
• Baik (mustahab), kalau meyakinkan ketidak-terkejutnya imam bahkan menyangka dapat mengingatkan agar niat menjadi Imam. 
Referensi :

[1]. Kitab Hasyiyah at-Tarmasi Juz 3, halaman 362-363 : 
﴿وَيَحْرُمُ﴾ عَلَى كُلِّ أَحَدٍ ﴿اَلْجَهْرُ﴾ فِي الصَّلاَةِ وَخَارِجِهَا﴿إِنْ شَوَّشَ عَلَى غَيْرِهِ﴾ مِنْ نَحْوِ مُصَلٍّ أَوْ قَارِئٍ أَوْ نَائِمٍ لِلضَّرَرِ وَيُرْجَعُ لِقَوْلِ الْمُتَشَوِّشِ وَلَوْ فَاسِقًا لِأَنَّهُ لاَ يَعْرِفُ إِلاَّ مِنْهُ. وَمَا ذَكَرَهُ مِنَ الْحُرْمَةِ ظَاهِرٌ لَكِنْ يُنَافِيْهِ كَلاَمُ الْمَجْمُوْعِ وَغَيْرِهِ. فَإِنَّهُ كَالصَّرِيْحِ فِي عَدَمِهَا إِلاَّ أَنْ يَجْمَعَ بِحَمْلِهِ عَلَى مَا إِذَا خَافَ التَّشْوِيْشَ
 -------------------------------------  
﴿قَوْلُهُ عَلَى مَا إِذَا خَافَ التَّشْوِيْشَ﴾ أَيْ وَمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ مِنَ الْحُرْمَةِ عَلَى مَا إِذَا اشْتَدَّ. وَعِبَارَةُ الإِيْعَابِ يَنْبَغِي حَمْلُ قَوْلِ الْمَجْمُوْعِ وَإِنْ آذَى جَارَهُ عَلَى إِيْذَاءٍ خَفِيْفٍ يُتَسَامَحُ بِهِ، بِخِلاَفِ جَهْرٍ يُعَطِّلُهُ عَنِ الْقِرَاءَةِ بِالْكُلِّيَّةِ فَيَنْبَغِي حُرْمَتُهُ 

Artinya : 
(Dan diharamkan) bagi siapa pun (bersuara keras) baik di dalam shalat maupun di luar shalat (jika mengganggu orang lain), seperti orang yang sedang shalat, membaca atau tidur, karena merugikan. Dan kasus ini dikembalikan kepada orang yang terganggu, meskipun ia orang fasik. Sebab, terganggu atau tidaknya seseorang hanya diketahuioleh dirinya. Keharaman yang disebut penulis itu cukup jelas, namun pendapat dalam kitab al-Majmu’ dan lainnya menafikannya. Sebab pendapat tersebut seolah jelas-jelas menafikan keharaman itu, kecuali bila dijami'kan (dicarikantitik temunya) dengan mengarahkannya pada kasus ketika khawatir akan mengganggu. 
---------------------------------------- 
(Ungkapan penulis "ketika khawatir akan mengganggu.") Maksudnya, dan mengarahkan keharaman yang disebut penulis pada kasus ketika sangat menganggu. Dan redaksi kitab al-I'ab menyebutkan : "Semestinya ungakapan al-Majmu' [adalah] : 'Dan meskipun menganggu orang yang didekatnya.' itu diarahkan pada gangguan ringan yang ditolelir. Lain halnya dengan mengeraskan suara yang bisa membuat orang didekatnya itu lalai dari semua bacaan al-Qur'annya, maka semestinya hal tersebut haram." 

[2]. Kitab Fathul Mu’in halaman 179 :
﴿وَنِيَّةُ إِمَامَةٍ﴾ أَوْ جَمَاعَةٍ ﴿سُنَّةٌ لِإِمَامٍ فِيْ غَيْرِ جُمُعَةٍ﴾ لِيَنَالَ فَضْلَ الْجَمَاعَةِ. وَإِنْ نَوَاهُ فِيْ الأَثْنَاءِ حَصَلَ لَهُ الفَضْلُ مِنْ حِيْنَئِدٍ, أَمَّا فِيْ الجُمُعَةِ فَتَلْزَمُهُ مَعَ التَحَرُّمِ

Artinya : 
(Niat menjadi imam) atau berjama’ah (bagi imam adalah sunah, di luar shalat jum’at), supaya mendapatkan keutamaan berjama’ah. Seandainya ia niat berjama’ah di tengah mengerjakan shalat, maka ia mendapatkan keutamaan itu. Adapun dalam shalat jum’at wajib baginya niat menjadi imam bersamaan takbiratul ihrom. 

 [3]. Kitab اَلْعُقُوْدُ الدَّرِّيَّةِ فِيْ تَنْقِيْحِ الْفَتَاوَى الْحَامِدِيَّةِ Juz 2, halaman 333 :

فَائِدَةٌ، كُلُّ مُبَاحٍ يُؤَدِّي إلَى زَعْمِ الْجُهَّالِ سُنِّيَّةَ أَمْرٍ أَوْ وُجُوبَهُ فَهُوَ مَكْرُوهٌ
Artinya : 
Faedah, Segala sesuatu yang mubah yang memberikan anggapan (persepsi) kepada orang-orang bodoh [bahwa sesuatu yang mubah itu adalah sebagai sesuatu yang] sunnah atau wajib, maka hal tersebut dihukumi makruh. 

No comments:

Post a Comment

Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.