Thursday, October 13, 2016

TERJEMAH KASYIFATUS SAJA Bag.29

وَثَالِثُهَا عِوَضٌ وشُرِطَ فِيْهِ كَوْنُهُ دَيْنًا أَوْ مَنْفَعَةً مُؤَجَّلًا بِنَجْمَيْنِ فَأَكْثَرَ وَلَا يَجُوْزُ أَقَلُّ مِنْ نَجْمَيْنِ وَلَا بُدَّ مِنْ بَيَانِ قَدْرِ الْعِوَضِ وَصِفَاتِهِ وَعَدَدِ النُّجُوْمِ وَقِسْطِ كُلِّ نَجْمٍ.
Dan rukun yang ketiga adalah ganti-rugi, dan disyaratkan dalam ganti-rugi keadaannya berupa hutang atau manfaat yang dibuat bertempo dengan dua kali angsuran atau lebih, dan tidak boleh kurang dari dua angsuran, dan tidak boleh tidak (harus) mesti menjelaskan ukuran ganti-rugi dan sifat-sifatnya, jumlah angsuran dan nominal cicila di setiap angsuran.

 وَرَابِعُهَا سَيِّدٌ وَشُرِطَ فِيْهِ كَوْنُهُ مُخْتَارًا أَهْلَ تَبَرُّعٍ وَوَلَاءٍ. فَلَا تَصِحُّ مِنْ مُكْرَهٍ وَمُكَاتَبٍ وَإِنْ أَذِنَ لَهُ سَيِّدُهُ. وَلَا مِنْ صَبِيٍّ وَمَجْنُوْنٍ وَمَحْجُوْرِ سَفَهٍ وَأَوْلِيَائِهِمْ لَا مِنْ مَحْجُوْرِ فَلَسٍ وَلَا مِنْ مُرتَدٍّ لِأَنَّ مِلْكَهُ مَوْقُوْفٌ.
Dan rukun yang keempat adalah tuan [pemilik budak], disyaratkan pada si tuan keadaannya sebagai orang yang sukarela [tidak terpaksa], berkelayakan dalam berderma dan berhak melakukan pemerdekaan budak. Maka tidak sah akad kitabah dari orang yang dipaksa dan dari seorang budak mukatab, meskipun tuannya telah memberi izin kepadanya. Dan tidak sah [akad kitabah] dari anak kecil, orang gila, mahjur [orang yang dilarang menggunakan hartanya] karena bodoh dan para wali mereka, bukan mahjur karena bangkrut. Dan tidak sah [akad kitabah] dariorang murtad, karena sesungguhnya harta milik orang murtad itu menjadi barang sitaan.

وَيَجُوزُ صَرْفُ الزَّكَاةِ إِلَيْهِمْ قَبْلَ حُلُوْلِ النُّجُوْمِ عَلَى الْأَصَحِّ. وَلَا يَجُوْزُ صَرْفُ ذٰلِكَ إِلٰى سَيِّدِهِمْ إِلَّا بِإِذْنِ الْمُكَاتَبِيْنَ.لٰكِنْ إِنْ دُفِعَ إِلَى السَّيِّدِ سَقَطَ عَنِ الْمُكَاتَبِ بِقَدْرِ الْمَصْرُوفِ إِلَى السَّيِّدِ، لِأَنَّ مَنْ أَدّٰى دَيْنَ غَيْرِهِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ بَرِئَتْ ذِمَّتُهُ.
Dan boleh menyeahkan zakat kepada para budak mukatab sebelum jatuh tempo angsuran menurut pendapat yang paling shohih. Namun tidak boleh menyerahkan zakat itu kepada tuan mereka, kecuali dengan izin dari para budak mukatab tersebut. Aka tetapi, jika zakat itu telah diserahkan kepada si tuan, maka gugur [senilai cicilan] dari budak mukatab itu dengan seukuran bagian zakat yang telah diserahkan kepada si tuan, karena sesungguhnya siapa saja yang telah menunaikan hutang orang lain dengan tanpa izin dari orang lain itu, maka telah lepas tanggung jawab orang lain itu.

أَمَّا الْمُكَاتَبُ كِتَابًا فَاسِدَةً وَهُوَ مَنِ لَّمْ يَسْتَوْفِ تِلْكَ الْأَرْكَانَ وَالشُّرُوْطَ فَلَا يُعْطٰى شَيْئًا مِنَ الزَّكَاةِ.
Adapun budak mukatab dengan akad kitabah yang rusak, yaitu budak yang tidak dapat memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat akad itu, maka ia tidak dapat diberikan sesuatupun dari bagian zakat.

فَيُعْطَوْنَ مَا يُعِيْنُهُمْ عَلَى الْعِتْقِ إِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُمْ مَا يَفِيْ بِنُجُوْمِهِمْ وَلَوْ بِغَيْرِ إِذْنِ سَيِّدِهِمْ.
Maka para budak mukatab itu diberikan bagian [zakat] yang dapat membantu mereka untuk memerdekakan diri, jika tidak terdapat bersama mereka sesuatu yang dapat melunasi cicilan mereka, walaupun tanpa seizin tuan mereka.

وَالسَّادِسُ الْغَارِمُ وَهُوَ ثَلَاثَةٌ. مَنْ تَدَايَنَ لِنَفْسِهِ فِيْ أَمْرٍ مُبَاحٍ طَاعَةً كَانَ أَوْ لَا وَإِنْ صَرَفَ فِي مَعْصِيَةٍ أَوْ فِي غَيْرِ مُبَاحٍ كَخَمْرٍ وَتَابَ وَظُنَّ صِدْقُهُ فِي تَوْبَتِهِ أَوْ صَرَّفَهُ فِي مُبَاحٍ. فَيُعْطٰى مَعَ الْحَاجَةِ بِأَنْ يَحُلَّ الدَّيْنُ وَلَا يَقْدِرُ عَلٰى وَفَائِهِ.
Dan yang keenam adalah orang yang berhutang, dan orang tersebut ada tiga macam.

Orang yang berhutang untuk dirinya dalam urusan yang diperbolehkan, baik berupa ketaatan ataupun bukan, meskipun ia membelanjakannya di jalan kemaksiatan, atau [berhutang] untuk perkara yang tidak diperbolehkan, seperti [membeli] arak, namun ia telah bertaubat dan diyakini kebenarannya dalam taubatnya itu, atau ia membelanjakannya pada perkara yang diperbolehkan. Maka ia diberi [zakat] menyertai kebutuhannya, dengan sekiranya tiba jatuh tempo [pembayaran] hutang, dan ia tidak mampu untuk membayarnya.


أَوْ تَدَايَنَ لِإِصْلَاحِ ذَاتِ الْحَالِ بَيْنَ الْقَوْمِ بِأَنْ خَافَ فِتْنَةً بَيْنَ قَبِيْلَتَيْنِ تَنَازَعَتَا بِسَبَبِ قَتِيْلٍ وَلَوْ غَيْرَ آدَمِيٍّ بَلْ وَلَوْ كَلْبًا. فَتَحَمَّلَ دَيْنًا تَسْكِيْنًا لِلْفِتْنَةِ فَيُعْطٰى وَلَوْ غَنِيًّا.

Atau orang yang berhutang untuk mendamaikan suatu kondisi diantara kaum, seperti dikhawatirkan terjadi fitnah [gejolak] diantara dua suku yang saling berseteru, dengan sebab sesuatu yang terbunuh, walaupun bukan manusia, bahkan walaupun berupa anjing. Lalu ia menanggung hutang guna menenangkan terhadap gejolak itu, maka ia berhak diberikan zakat, walaupun ia orang yang kaya.


أَوْ تَدَايَنَ لِضَمَانٍ فَيُعْطٰى إِنْ أَعْسَرَ مَعَ الْأَصِيْلِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُتَبَرِّعًا بِالضَّمَانِ. أَوْ أَعْسَرَهُ وَحْدَهُ وَكَانَ مُتَبَرِّعًا بِالضَّمَانِ بِخِلَافِ مَا إِذَا ضَمِنَ بِالْإِذْنِ.

Atau orang yang berhutang karena penjaminan, maka ia diberikan zakat, jika ia sengsara beserta orang tuanya, meskipun dirinya tidak sebagai penderma dengan penjjaminan tadi. Atau ia sengsara sendirian, dan keadaannya sebagai orang yang berderma dengan penjaminan itu. Berbeda dengan perkara, apabila ia melakukan penjaminan dengan izin.

No comments:

Post a Comment

Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.