Monday, January 16, 2017

Adzan Memakai Pengeras Suara

DESKRIPSI MASALAH:
Sudah tidak asing bagi kita, bahwa adzan yang dikumandangkan di masjid-masjid seluruh nusantara, sekarang menggunakan pengeras suara, yang mana corong spekernya ditaruh di atas masjid atau menara.

PERTANYAAN:
Apakah cara yang demikian ini sudah bisa mendapatkan kesunahan mengerjakan adzan di tempat yang tinggi?

JAWAB:
Belum bisa mendapatkan kesunahannya.

REFERENSI:

Kitab Tuhfatul Muhtaj (تُحْفَةُ الْمُحْتَاجْ) Juz 5 Halaman 89:

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُؤَذِّنَ عَلٰى عَالٍ كَمَنَارَةٍ وَسَطْحٍ لِلْإِتِّبَاعِ وَلِزِيَادَةِ الْإِعْلَامِ بِخِلَافِ الْإِقَامَةِ لَا يُسْتَحَبُّ فِيْهَا ذٰلِكَ إِلَّا إِنْ اُحْتِيْجَ إِلَيْهِ لِكِبَرِ الْمَسْجِدِ كَمَا فِيْ الْمَجْمُوْعِ وَفِي الْبَحْرِ لَوْ لَمْ يَكُنْ لِلْمَسْجِدِ مَنَارَةٌ سُنَّ أَنْ يُؤَذِّنَ عَلَى الْبَابِ وَيَنْبَغِيْ تَقْيِيْدُهُ بِمَا إِذَا تَعَذَّرَ فِي سَطْحِهِ وَإِلَّا فَهُوَ أَوْلٰى فِيْمَا يَظْهَرُ. اهــ

Artinya:
Muadzin disunnahkan mengumandangkan adzan di atas tempat yang tinggi, seperti menara dan loteng, karena ittiba' (mengikuti) kepada Nabi Saw, dan agar suara lebih bertambah keras ketika menyampaikan pemberitahuannya. Berbeda dengan iqomah, maka tidak disunnahkan mengeraskan suara, kecuali bila dibutuhkan, semisal dikarenakan besarnya masjid, sebagaimana keterangan dalam kitab al-Majmu'. Sedangkan dalam kitab al-Bahr diterangakan bahwa jika Masjid tidak memiliki menara, maka muadzin disunnahkan mengumandangkan adzan di depan pintu Masjid. Dan seyogyanya mushonnif (pengarang) membatasi perkataannya dengan ucapan "jika muadzin sulit [mengumandangkan adzan] di atas lotengnya masjid, dan apabila tidak [sulit mengumandangkan adzan di atas lotengnya masjid], maka adzan di atas loteng masjid lebih utama, menurut pendapat yang jelas.

Kitab Hasyiyah Bujairomi 'Alal Manhaj (حَاشِيَةُ الْبُجَيْرَمِيِّ عَلَى الْمَنْهَجِ) Juz 1 Halaman 172-173:

(وَقِيَامٌ فِيهِمَا) أَيْ: فِي الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ عَلَى عَالٍ إنْ اُحْتِيجَ إلَيْهِ لِخَبَرِ الصَّحِيحَيْنِ {يَا بِلَالُ قُمْ فَنَادِ} ؛ وَلِأَنَّهُ أَبْلَغُ فِي الْإِعْلَامِ وَوَضَعَ مُسَبِّحَتَيْهِ فِي صِمَاخَيْ أُذُنَيْهِ فِي الْأَذَانِ.
----------------------------------
 وَأَمَّا الْأَذَانُ فَيُطْلَبُ فِيهِ أَنْ يَكُونَ عَلَى عَالٍ مُطْلَقًا كَمَا فِي شَرْحِ م ر. (قَوْلُهُ: قُمْ فَنَادِ) دَلِيلٌ لِسُنِّيَّةِ الْقِيَامِ لَا بِقَيْدِ كَوْنِهِ عَلَى عَالٍ؛ لِأَنَّهُ لَا يَدُلُّ عَلَيْهِ.

Artinya:
Disunnahkan mengumandangkan adzan dan iqomah di atas tempat yang tinggi jika itu dibutuhkan, karena berdasarkan hadis Bukhori dan Muslim, "Hai Bilal, berdirilah! Kemudian ber-adzanlah!". Karena adzan di tempat yang tinggi itu lebih bisa menyampaikan pengumumannya [untuk sholat], dan Bilal meletakkan kedua jari telunjuknya di kedua lubang telinganya ketika adzan.
---------------------------------------------
Sedangkan ketika adzan, maka muadzin dituntut [disunnahkan] berada di atas tempat yang tinggi secara mutlak, sebagaimana keterangan dalam kitab syarah imam Ar-Romli. (Sabda Nabi  Saw: "Berdirilah kemudian ber-adzanlah!") itu menjadi dalil disunnahkannya berdiri [ketika adzan], bukan menjadi keharusan bagi muadzin untuk mengumandangkan adzan di atas tempat yang tinggi, karena hadis di atas tidak menunjukkan hal tersebut [perintah adzan di tempat yang tinggi].

No comments:

Post a Comment

Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.