Wednesday, February 7, 2018

RAJA PERAMPAS HASIL BUMI

Di zaman keemasan ada suatu desa yang sangat subur dan makmur, gemah ripah loh jinawe. Di sana terdapat segala macam tanaman dan buah-buahan serta hewan-hewan ternak yang hidup bebas tanpa ada yang mengusik. Suasana masyarakat aman, tentram, damai dan hidup rukun serta bersatu padu. Tidak pernah terjadi percekcokan maupun keributan antara sesama warga. Kebutuhan mereka bisa dibilang lebih dari cukup, sehingga masyarakat jauh dari sifat tamak dan serakah. Semua warga desa memeluk agama Islam, tua muda, anak-anak dan remaja tekun beribadah dengan khusyuk.

Diantara penduduk desa itu ada seorang janda yang hidup bersama anak gadisnya. Kesibukan mereka sehari-hari yaitu merawat tanaman jeruk yang ada di sekeliling rumahnya, serta memelihara sapi perah yang setiap harinya menghasilkan susu murni sebanyak sepuluh ember atau bahkan lebih. Setiap harinya bila malam telah larut, si ibu membangunkan anak gadisnya untuk bersama-sama melakukan sholat Tahajud. Setelah itu si anak diberi tugas memerah susu lalu memasaknya untuk dijual ke pasar setelah pagi hari tiba, sementara sang Ibu tetap melanjutkan berdo’a.

Suatu pagi yang cerah sang Raja penguasa wilayah tersebut berjalan-jalan menuju ke pedalaman desa dengan menggunakan kendaraan kuda dan diikuti beberapa pengawalnya. Sang Raja meninjau situasi setiap pedesaan yang selama ini belum pernah dijangkau dari pengawasannya dengan menyamar sebagai pemburu liar, sang Raja bermaksud menyembunyikan identitas Raja di depan rakyatnya. Dan memang cukup banyak pemburu liar yang melintasi daerah itu, bahkan menginap di sana, sehingga bagi mereka hal itu sudah biasa.

Setelah berkeliling seharian penuh, dan hari pun menjelang senja, rombongan raja memasuki desa yang subur makmur tersebut. Dan yang lebih menarik lagi di setiap rumah penduduk dikelilingi pohon jeruk yang rimbun serta dipenuhi buah. melihat itu semua, sang raja berfikir: “Alangkah indahnya desa ini, betapa tentramnya masyarakat yang bermukim di sini, seandainya aku bukan seorang raja tentu aku akan tinggal di sini. Tapi hal itu mustahil, kenyataannya aku adalah seorang raja, aku mempunyai banyak urusan dan pekerjaanku banyak sekali. Hari sudah hampir larut, sebaiknya aku bermalam bersama mereka di sini, tetapi bagaimana dengan nasib pengawalku yang begitu banyak? Adakah orang yang bersedia menampung kami semua?”

Saat Maghrib hampir tiba, semua orang kampung itu meninggalkan rumahnya dan menuju ke Masjid untuk sholat jama’ah Maghrib. Raja beserta rombongannya memperhatikan seorang ibu yang menggandeng anak gadisnya dan berjalan melewati rombongan sang Raja, mereka berdua menggunakan mukena dan hendak ke Masjid. Dengan sopan sang raja menyapa mereka: “Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam,” jawab sang Ibu dan anak gadisnya.

“Apakah ibu bersedia jika kami menumpang bermalam di rumah ibu?” pinta sang Raja.

Si Ibu berunding dengan anaknya, lalu memberinya jawaban: “Jika hanya satu atau dua orang kami sangat senang hati. Tetapi kalau sekian banyaknya kami mohon maaf, karena rumah kami sangat kecil.”

Setelah selesai solat berjamaah, semua rombongan diperintahkan kembali ke kerajaan dan hanya Sang Raja dan seorang pengawalnya yang mengikuti si ibu dan anak gadisnya ke rumah.

Sesampainya di rumah, kedua tamu tersebut dipersilahkan duduk dan pemilik rumah menuju ke dapur untuk memasak. Selesai makan bersama kedua tamunya dipersilahkan beristirahat di kamar khusus tamu sedangkan ibu dan anak gadisnya di kamar lain. Namun sampai larut malam kedua tamu itu tidak bisa tidur karena tidak habis-habisnya mendiskusikan kemakmuran kampung itu. Di akhir pembicaraannya sang raja berbisik kepada pengawalnya bahwa ia akan membuat pajak separuh dari penghasilan penduduk desa ini. Sang pengawal menolak ide sang raja, karena merasa berkuasa sang raja bersikeras bahwa separuh itu adalah keputusan yang sangat bijaksana, sebab Kampung ini sangat subur dan makmur serta sudah lama tidak pernah dipungut biaya karena tidak bisa dijangkau oleh kerajaan.

Seperti kebiasaannya, selesai sholat tahajud si anak bertugas memeras susu sapi di kandang sedangkan sang Ibu tetap melanjutkan beribadah. Namun kali ini sungguh berbeda dengan hari-hari biasanya susu yang dihasilkan tidak seperti biasanya, bahkan satu ember pun tidak penuh. Menyaksikan hal itu, si anak heran lalu berteriak memanggil Ibunya. Mendengar teriakan anaknya sang Ibu langsung menuju ke kandang untuk menyaksikan ada kejadian apa yang sebenarnya terjadi.

Melihat yang terjadi sang Ibu teringat akan wasiat kakeknya sebelum meninggal kemudian berkata: "Anakku, Ibu teringat wasiat kakek bahwa terjadinya kerusakan rizki itu disebabkan oleh kedholiman dari penguasa. Berarti kejadian ini menunjukkan bahwa kita akan menghadapi kedholiman itu. Karena itu lebih baik kita berdoa kepada Allah semoga dipendekkan umur kita daripada menyaksikan kedholiman di desa kita."

Selama percakapan antara si ibu dan anaknya, ternyata sang raja diam-diam mendengarkan pembicaraan tersebut. Seolah mendapatkan mutiara di dasar lautan yang sangat berharga, nasehat ibu kepada anaknya itu sangat menyentuh hati Sang Raja. Dalam hatinya terlintas pikiran: "Betapa jahatnya aku, betapa celaka dan hinanya diriku ini
Betapa sholeh nya itu itu, betapa mulianya hati wanita itu. Mengapa Bukan diriku yang berhati mulia."

Sejak saat itu hati Sang Raja gelisah mengingat semua kedholiman yang pernah ia lakukan pada rakyatnya. Atas petunjuk Allah SWT, sang raja akhirnya sadar dan ia berjanji bahwa ia akan bertaubat kepada Allah serta akan kembali ke jalan yang diridhai-Nya, dia akan meninggalkan semua perbuatan zalim sebagai ungkapan terima kasih sang raja, juga akan memberikan hadiah kepada si Ibu yang sholehah itu jika sampai di kerajaan nanti.

Begitu sang raja menyatakan taubatnya, tiba-tiba saat itu juga air susu yang semula tidak keluar mendadak mengalir lagi seperti semula hingga akhirnya bisa memenuhi 10 ember seperti biasanya. Melihat hal itu, sang anak sangat kegirangan dan kembali berteriak memanggil ibunya. Sang ibu yang semula melanjutkan doanya segera menuju ke kandang lagi untuk melihat apalagi yang terjadi kali ini.

Melihat kejadian itu, si ibu sangat bersyukur: "Alhamdulillah anakku, berarti kita masih diselamatkan dari kedholiman penguasa. Ini adalah suatu bukti bahwa penguasa yang semula berniat dholim telah berubah niatnya, karena itu kita wajib bersyukur kepada Allah."

Keesokan harinya, sang raja berpamitan pulang dan mengucapkan terima kasih atas penghormatan yang si Ibu berikan. Dalam hal ini sang raja tetap dalam penyamarannya seperti layaknya tamu atau pemburu liar lainnya. Iya menunjukkan seolah-olah tidak terjadi apapun semalam.

Seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Setelah sang raja kembali ke kerajaan, selang beberapa hari sang raja datang kembali ke desa tersebut. Namun kali ini lengkap dengan pakaian kebesaran serta Pasukan Pengawalnya. Sang raja juga membawa puluhan ekor kuda yang memuat berbagai macam barang berharga sebagai hadiah untuk sang ibu dan anak gadisnya.

Melihat kedatangan pasukan kerajaan yang menuju ke rumahnya sang ibu dan anaknya menangis ketakutan. Si Ibu lalu berkata: "Wahai anakku, Apa yang akan terjadi pada kita hari ini, Lihatlah! Raja dan pasukannya menuju ke rumah kita, jangan-jangan inilah saatnya kedatangan raja yang akan berbuat dholim itu. Betapa Malangnya nasib kita jika benar demikian."

Setibanya di tempat yang dituju, Raja turun dari kudanya. Ia segera berlutut di hadapan sang Ibu dan mencium telapak kakinya, karena baginya ibu itu adalah juru selamat dan perantara Allah dalam memberikan hidayah-Nya. Melihat hal itu si Ibu sangat heran. Namun setelah sang raja menceritakan semuanya yang terjadi dan mendengar pengakuan sang raja, maka menangislah si Ibu karena terharu dan bersyukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang diberikan kepada rajanya.

No comments:

Post a Comment

Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.