Wednesday, September 27, 2017

STATUS TATO DAN HUKUMNYA

DESKRIPSI MASALAH:
Tato adalah salah satu simbol yang dianggap tren oleh kawula muda, dan di akhir-akhir ini tato amat semarak dan populer, sebab tato sering diopamerkan bahkan sampai diperlombakan.

PERTANYAAN:
Bagaimana status tato menurut pandangan fiqih, mengingat cara pembuatannya ada yang dibuat dengan cara ditaburi obat-obatan dan bercampur darah?

JAWAB:
Hukumnya najis, dan wajib dihilangkan jika tato tersebut dibuat setelah dewasa, dengan catatan tidak ada indikasi yang membahayakan kesehatan, dan tato tersebut tidak berada di dalam kulit. Dan jika tato tersebut tertutupi oleh kulit, maka tidak wajib untuk dibuang, atau tidak tertutupi oleh kulit, namun ada indikasi yang membahayakan kesehatan, maka tidak wajib untu dihilangan secara mutlak.
CATATAN: Ketika status tato itu wajib untuk dihilangakan, maka kenajisan tato itu tidak dima'fu dan sholat yang dikerjakan tidak sah.

REFERENSI:

Kitab فِقْهُ الْعِبَادَاتِ عَلَى الْمَذْهَبِ الشَّفِعِيِّ  juz 1 halaman 230 :

وَمِنَ النَّجَاسَةِ الْوَشْمُ فَيَجِبُ عَلَيْهِ نَزْعُهُ إِنْ أَمِنَ ضَرَرًا يُبِيْحُ التَّيَمُّمَ وَإِلَّا فَلَا هٰذَا إِنْ كَانَ فَعَلَهُ بَعْدَ التَّكْلِيْفِ أَمَّا إِنْ فَعَلَهُ قَبْلَ التَّكْلِيْفِ فَلَا يَضُرُّ وَلَا تَجِبُ إِزَالَتُهُ.
Artinya: 
Dan termasuk dari najis adalah tato, maka wajib bagi orang yang bertato untuk menghilangkan tatonya jika aman dari bahaya yang memperbolehkan tayamum. Dan jika tidak aman dari bahaya, maka tidak wajib untuk menghilangkannya apabila pembuatan tato itu dibuat setelah taklif (dewasa/'aqil baligh/terkena pembebanan hukum). Dan apabila pembuatannya itu sebelum taklif, maka hukumnya tidak apa-apa dan tidak wajib untuk menghilangkannya.

Kitab إِعَانَةُ الطَّالِبِيْنَ juz 1 halaman 107:

(تَتِمَّةٌ) تَجِبُ إِزَالَةُ الْوَشْمِ وَهُوَ غَرْزُ الْجِلْدِ بِالْإِبْرَةِ إِلٰى أَنْ يُدْمِيَ ثُمَّ يُذَرُّ عَلَيْهِ نَحْوُ نِيْلَةٍ فَيَحْضُرُ لَحْمُهُ هٰذَا إِنْ لَمْ يَخَفْ مَحْذُوْرَاتِ التَّيَمُّمِ السَّابِقَةِ فِيْ بَابِهِ أَمَّا إِذَا خَافَ فَلَا تَلْزَمُهُ مُطْلَقًا وَقَالَ الْبُجَيْرِمِيُّ إِنْ فَعَلَهُ حَالَ عَدَمِ التَّكْلِيْفِ كَحَالَةِ الصِّغَرِ وَالْجُنُوْنِ لَا يَجِبُ عَلَيْهِ إِزَالَتُهُ مُطْلَقًا وَإِنْ فَعَلَهُ حَالَ التَّكْلِيْفِ فَإِنْ كَانَ لِحَاجَةٍ لَمْ تَجِبِ الْإِزَالَةُ مُطْلَقًا وَإِلَّا فَإِنْ خَافَ مِنْ إِزَالَتِهِ مَحْذُوْرَاتِ تَيَمُّمٍ لَمْ تَجِبْ وَإِلَّا وَجَبَتْ وَمَتٰى وَجَبَتْ عَلَيْهِ إِزَالَتُهُ لَا يُعُفٰى عَنْهَا وَلَا تَصِحُّ صَلَاتُهُ مَعَهُ.
Artinya:
(Pelengkap) Menghilangkan tato wajib hukumnya. Tato adalah menusuk kulit dengan jarum sampai berdarah, lalu ditaburi semacam nila (bahan pembuat tato) sehingga daging berwarna hijau. Kewajiban membuang tato ini jika tidak dikhawatirkan bahaya [yang memperbolehkan] tayamum yang dulu telah dijelaskan dalam babnya. Dan apabila dikhawatirkan terjadi bahaya, maka tidak wajib untuk menghilangkannya setara mutlak. Imam Bujaerimi berkata: "Jika penatoan itu dilakukan sebelum taklif, seperti saat masih kecil atau saat gila, maka tidak wajib untuk dihilangkan secara mutlak. Jika dilakukan sesudah taklif namun pembuatan tato tersebut karena ada hajat (keperluan), maka tidak wajib untuk menghilangkannya secara mutlak. Dan apabila tidak ada hajat , namun kalau menghilangkannya dikhawatirkan ada  bahaya [yang memperbolehkan] tayamum, maka juga tidak wajib untuk menghilangkannya. Dan apabila tidak dikhawatirkan, maka wajib untuk dihilangkan. Ketika status tato tersebut wajib untuk dihilangkan, maka kenajisan tato tidak dima'fu (dimaafkan) dan sholat yang dikerjakan bersamaan tato itu hukumnya tidak sah.

Kitab تَرْشِيْحُ الْمُسْتَفيْدِيْنَ halaman 35:

وَتَجِبُ إِزَالَةُ الْوشْمِ لِحَمْلِهِ نَجَاسَةً تَعَدّٰى بِحَمْلِهَا إِذْ هُوَ غَرْزُ الْإِبْرَةِ إِلٰى أَنْ يُدْمِيَ ثُمَّ يُذَرُّ عَلَيْهِ نِيْلٌ أَوْ كُحْلٌ أَوْ نَحْوِهِمَا. فَإِنِ امْتَنَعَ أَجْبَرَهُ الْحَاكِمُ وُجُوْبًا كَرَدِّ الْمَغْصُوْبِ. وَلَا تَصِحُّ صَلَاتُهُ قَبْلَ إِزَالَتِهِ وَيَنْجُسُ مَا لَاقَاهُ مَعَ رُطُوْبَةٍ. وَإِنَّمَا يَحْرُمُ وَتَجِبُ إِزَالَتُهُ بِشُرُوْطٍ: اَلْأَوَّلُ أَنْ لَا تَكُوْنَ فِيْهِ مَنْفَعَةٌ فَإِنْ كَانَتْ فِيْهِ مَنْفَعَةٌ وَلَمْ يَقُمْ غَيْرُهُ مَقَامَهُ جَازَ. اَلثَّانِيْ أَنْ يَكُوْنَ مَنْ هُوَ فِيْهِ تَجِبُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَإِلَّا بِأَنْ كَانَ نَحْوَ مَجْنُوْنٍ لَمْ تاجِبْ إِزَالَتُهُ حَتّٰى تُفِيْقَ. اَلثَّالِثُ أَنْ يَكُوْنَ حَيًّا فَلَا تَجِبُ إِزَالَتُهُ عَنْ مَيِّتٍ. اَلرَّابِعُ إِنَّمَا تَجِبُ إِزَالَتُهُ إِنْ لَمْ يَخَفْ مِنْهَا مَحْذُوْرٌ مِنْ مَحْذُوْرَاتِ التَّيَمُّمِ السَّابِقَةِ كَبُطْءِ الْبُرْءِ وَإِلَّا لَمْ تَجِبْ إِزَالَتُهُ وَإِنْ تَعَدّٰى بِهِ فَإِنْ لَمْ يَتَعَدَّ بِهِ بِأَنْ فَعَلَ بِهِ مُكْرَهًا أَوْ فَعَلَهُ وَهُوَ غَيْرُ مُكَلَّفٍ لَمْ تَجِبْ إِزَالَتُهُ مُطْلَقًا عِنْدَ م ر. وَفِي التُّحْفَةِ إِنْ لَمْ يَخَفْ حُصُوْلَ مَشَقَّةٍ وَإِنْ لَمْ تُبِحِ التَّيَمُّمَ وَحَيْثُ لَمْ تَجِبْ إِزَالَتُهُ يُعْفٰى عَنْهُ وَلَا يَنْجُسُ مُلَاقِيْهِ. اَلْخَامِسُ أَنْ لَا يَكْتَسِيَ بِجِلْدٍ رَقِيْقٍ وَإِلَّا لَمْ تَجِبْ إِزَالَتُهُ عَلٰى مَنْ يَتَعَدّٰى بِهِ لِمَنْعِهِ مِنْ مُمَاسَةِ النَّجَاسَةِ حِيْنَئِذٍ.
Artinya:
Menghilangkan tato wajib hukumnya., karena tato itu mengandung najis (berupa darah) yang dapat menjalarinya menjadi najis. Tato adalah menusuk kulit dengan jarum sampai berdarah, lalu ditaburi semacam nila (bahan pembuat tato) atau celak dan semacamnya. Apabila orang yang bertato membangkang untuk membuangnya, maka hakim (pihak yang berwenang) wajib memaksanya, seperti mengembalikan barang yang telah dighosob. Dan sholatnya tidak sah sebelum menghilangkan tatonnya, dan sesuatu yang basah yang mengenai tato hukumnya menjadi najis. Bertato itu hukumnya haram dan wajib untuk dihilangkan dengan beberapa syarat:
  1. Tidak adanya kemanfaatan di dalam tato. Lalu jika di dalam tato terdapat kemanfaatan yang tidak bisa tergantikan oleh selain tato, maka hukumnya bertato adalah boleh.
  2. Orang yang bertato adalah orang yang terkena tuntutan kewajiban untuk melaksanakan sholat. Dan apabila tidak berkewajiban sholat, seperti orang gila, maka tato tidak wajib dihilangkan sehingga ia sadar kembali.
  3. Orang yang bertato masih hidup. Maka tato tidak wajib dihilangkan dari orang yang sudah mati.
  4. Hukum kewajiban menghilangkan tato itu berlaku selama tidak menimbulkan bahaya dari berbagai bahaya yang memperbolehkan tayamum, seperti lambat kesembuhannya, dan orang yang bertato melampaui batas dalam pembuatannya. Sebaliknya, jika ada kekhawatiran, maka tidak wajib untuk menghilangkannya.  Lalu jika orang yang bertato tidak melampaui batas dalam pembuatannya, seperti karena dipakasa atau ia membuat tato sebelum taklif, maka tidak wajib untuk menghilangkannya secara mutlak menurut imam ar-Romli. Dan keterangan dalam kitab at-Tuhfah adalah: "meskipun tidak takut menimbulkan masyaqoh (penderitaan) dan meskipun masyaqoh yang tidak memperbolehkan untuk tayamum." Dan ketika tato tidak wajib dihilangkan, maka tato hukumnya dima'fu (dimaafkan) dan sesuatu yang mengenai tato tidak menjadi najis.
  5. Tato tersebut tidak tertutupi oleh kulit yang tipis. Dan apabila tertutupi maka tidak wajib untuk menghilangkannya atas orang yang melampaui batas (sengaja) dalam pembuatannya. Karena tercegahnya tato dari  bersentuhan dengan najis di saat najis mengenainya.

No comments:

Post a Comment

Yuk kita saling berkomentar dengan baik dan sopan untuk menumbuhkan ukhuwah dan silaturahmi sesama sahabat blogger. Terima Kasih.